Oleh: Afrialdi Syah Putra Lubis, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Ada tampilan baru terlihat pada beranda situs YouTube dalam tiga hari ini. YouTube menampilkan sebuah feature di halaman berandanya, yang bertajuk YouTube Street Eats. Youtube Street Eats merupakan sebuah kumpulan video YouTube yang mengapresiasi para food vlogger yang memberikan ulasan tentang makanan kaki lima di seluruh dunia dengan tampilan yang lebih menarik dan menggunggah minat para penonton. Dengan peran food vlogger, stigma tentang makanan kaki lima yang tidak sehat dan tidak higienis semakin berkurang, dan makin meningkatkan rasa penasaran.

Mark Wiens adalah seorang kreator konten, pembawa acara televisi, dan narablog kondang asal Inggris. Mark Wiens bekerjasama dengan YouTube lewat konten YouTube Street Eats untuk mereviu seluruh makanan dan jajanan kaki lima di seluruh dunia. Total sampai dengan saat ini sudah ada 25 video yang meninjau makanan kaki lima yang berasal dari 25 negara yang berbeda. Sayangnya, makanan kaki lima asal Indonesia belum masuk ke dalam daftar video, namun sepertinya Indonesia akan masuk ke dalam daftar negara yang akan dikunjungi oleh Sang Food Blogger karena selalu ada komentar menyarankan dirinya datang ke Indonesia dalam setiap video yang telah ada.

Sampai dengan tahun 2023, sudah bertebaran lebih dari 80 miliar video tentang makanan kaki lima yang ada di YouTube. Jumlah tersebut merupakan sebuah angka yang menakjubkan untuk satu tema, yakni kuliner. Tema makanan memang menjadi kenikmatan tersendiri bagi yang menontonnya. Pemirsa seperti tersugesti untuk ikut melahap ketika melihat video tentang makanan, bahkan ada karakter penonton yang di saat makan juga sambil melihat video tentang boga.

Video tentang makanan selalu memberikan stimulus bagi yang melihatnya. Seakan ketika melihat ulasan dari makanan tersebut, kita ingin segera mencicipi hidangan tersebut. Khusus video makanan kaki lima, tak hanya memberikan sugesti lapar tapi juga memberikan rasa penasaran penonton untuk menilai apakah makana tersebut enak atau tidak. Tampilan lapak yang sederhana dan lokasi usaha yang tidak tetap membuat makanan kaki lima memberikan ciri khas tersendiri dibandingkan makanan di restoran ataupun tempat umum lainnya. Apalagi jika dilihat sampai muncul antrian hanya untuk mendapatkan seporsi hidangan tersebut, membuat rasa ingin tahu tentang rasa makanan menjadi meningkat.

Para food vlogger juga harus memberikan apresiasi kepada para pelapak kaki lima. Dengan mereka dan makanannya yang menjadi objek di dalam video, membuat food vlogger dapat berkarya lewat konten video dan bagi para pedagang terbantu dengan pemasaran produk mereka secara gratis. Simbiosis mutualisme saling terjaga dan dapat memberikan efek positif jangka panjang bagi kedua belah pihak.  

Peran UMKM

Para pedagang street food tersebut umumnya merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Meskipun tergolong UMKM, mereka mampu berkontribusi besar dalam neraca perdagangan Indonesia. Berdasarkan data dari situs ekon.go.id, sektor UMKM memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61%, atau senilai dengan Rp9.580 triliun. Bahkan kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sebesar 97% dari total tenaga kerja. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, Indonesia memiliki 65,5 juta UMKM yang jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Data tersebut memberikan informasi bahwa UMKM sangat berkembang dan dapat bersaing di neraca perdagangan Indonesia.

Dari informasi tersebut, sekarang kita tidak bisa memandang sebelah mata omzet dari para pedagang kaki lima. Selain perputaran uang yang cukup besar dan cepat dalam putaran bisnis kaki lima ini, kontribusi mereka sebagai konsumen bahan makanan juga cukup besar setelah konsumsi rumah tangga.

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, juga mendukung UMKM untuk berkembang dan menuju menjadi usaha berskala besar. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya event jajanan kaki lima di hampir setiap kota di seluruh Indonesia. Misalnya dalam perayaan hari ulang tahun sebuah kota atau provinsi hampir selalu diadakan kegiatan seperti pekan raya yang memberikan porsi adanya jajanan kaki lima di dalam acaranya. Tak hanya mendukung, kegiatan tahunan seperti ini juga memberikan dampak peningkatan omzet bagi para pedagang selama kegiatan berlangsung.

Selain pemerintah, perbankan juga sudah berpartisipasi kepada UMKM lewat bantuan pembiayaan usaha untuk mempermudah para usahawan yang kesulitan dalam mengembangkan bisnis dengan bunga yang relatif rendah. Dengan persentase 61%  tersebut, terdaftarnya para pedagang kaki lima sebagai wajib pajak juga akan mengalami tren yang positif karena syarat dalam melakukan pembiayaan harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Alasan disyaratkan memiliki NPWP adalah karena para nasabah akan memiliki penghasilan yang digunakan untuk membayar cicililan atas pembiayaannya tersebut. Penghasilan tersebut menjadi dasar para nasabah wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak karena penghasilan tersebut merupakan bagian dari objek pajak.

Mungkin beberapa pihak menganggap keberatan dengan adanya NPWP sebagai syarat mengajukan pembiayaan. Akan tetapi, yang harus dijelaskan di sini adalah bahwa meskipun sudah menjadi terdaftar sebagai wajib pajak, kewajiban perpajakan khususnya pembayaran atas pajak penghasilan (PPh) diserahkan sepenuhnya kepada wajib pajak UMKM sesuai dengan kondisi omzet yang diperoleh (sistem self assessment). Jika penghasilan yang diterima besar, maka PPh yang harus dibayarkan ke negara juga besar, begitu juga sebaliknya.

Kewajiban perpajakan yang selama ini diberikan kepada wajib pajak UMKM juga sangat ringan dan praktiknya sangat efektif. Mengetahui bahwa para UMKM sangat sulit untuk menyisihkan waktunya, seperti para pedagang kaki lima ini, pemerintah menerbitkan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 yang kemudian diganti menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 23/2018) di mana implementasinya wajib pajak hanya cukup membayar PPh sebesar 0.5% dari omzet setiap bulannya. Wajib pajak juga cukup melakukan pencatatan omzet sebagai penentuan besaran PPh yang harus dibayarkan ke negara.           

Fasilitas Bebas Bayar PPh

Reformasi perpajakan melahirkan salah satu terobosan ketentuan, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Salah satu inovasi ketentuan tersebut adalah penyesuaian pengaturan PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Menurut Pasal 57 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, mulai tahun pajak 2022, wajib pajak yang beromzet sampai dengan 500 juta rupiah dibebaskan dari kewajiban membayar PPh yang selama ini telah dilaksanakan sebesar 0.5% dari omzet. Namun yang harus digarisbawahi bahwa peraturan ini diberikan bagi wajib pajak orang pribadi UMKM, bukan seluruh wajib pajak UMKM. Artinya, wajib pajak badan berbentuk UMKM masih menjalankan kewajiban sesuai aturan PP 23/2018.

Peraturan ini membuat lega para wajib pajak UMKM, khususnya wajib pajak yang memiliki usaha dagang kaki lima. Mereka tidak perlu memikirkan menyisihkan dana untuk membayar pajak dan hanya cukup fokus kepada pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan setiap akhir Maret (jika mereka menganut tahun pajak Januari-Desember). Peraturan ini juga menjadi pemacu untuk wajib pajak orang pribadi berbasis UMKM memperluas dan mengembangkan usahanya dengan mengikuti regulasi yang berlaku. 

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.