Oleh: (Dony Katra Lubis), pegawai Direktorat Jenderal Pajak

“Pak, pengajuan pemindahbukuannya bisa online, gak, ya? Soalnya bos saya sedang ke luar kota, jadi susah untuk meminta tanda tangannya,” ucap salah seorang wajib pajak yang datang berkonsultasi ke sebuah kantor pelayanan pajak (KPP) di Jakarta Utara. “Online saja, Bu. Sekarang kita sudah ada kanal pengajuan pemindahbukuan (Pbk) terbaru Bu, melalui DJPonline.pajak.go.id, nama fiturnya e-PBK,” jawab saya pada saat piket melayani wajib pajak.

Pertanyaan wajib pajak ini mengingatkan saya pada masa di mana belum ada fitur e-PBK. Ketika itu ada wajib pajak yang menanyakan hal yang sama, dan saya katakan agar permohonan pemindahbukuan ditandatangani oleh pengurus yang sedang ke luar kota tersebut, kemudian permohonan pemindahbukuan dikirim ke KPP melalui pos. Wajib pajak tersebut akhirnya pulang dengan membawa formulir permohonan pemindahbukuan yang akan dikirimkan ke atasannya. Pada saat itu saya sempat berharap, andai saja permohonan pemindahbukuan dapat diajukan secara online, agar wajib pajak dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan di mana saja dan kapan saja.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, terdapat beberapa penyebab pembayaran atau penyetoran pajak dapat diajukan permohonan pemindahbukuan. Pertama, adanya kesalahan dalam pengisian formulir Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), baik menyangkut wajib pajak sendiri maupun wajib pajak lain. Kedua, adanya kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN). Ketiga, adanya kesalahan perekaman atas SSP, SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing. Keempat, kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

Selanjutnya, pemindahbukuan dalam rangka pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa Wajib Pajak, dan/atau objek pajak PBB. Keenam, jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau Surat Tagihan Pajak PBB. Ketujuh, jumlah pembayaran pada SSPCP atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan, dan karena sebab lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.

Sebelum bulan Oktober 2022, permohonan pemindahbukuan dapat diajukan langsung atau pos ke KPP tempat pembayaran diadministrasikan. Pada bulan Oktober 2022, Direktorat Jenderal Pajak melakukan piloting penggunaan aplikasi e-PBK pada sepuluh KPP. Hingga pada tanggal 12 Desember 2022, harapan saya agar permohonan pemindahbukuan dapat diajukan secara nasional terkabul, dengan diluncurkannya aplikasi e-PBK 1.0 secara nasional.

e-PBK merupakan kanal tambahan untuk mengajukan permohonan pemindahbukuan, sehingga wajib pajak masih dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan secara langsung atau pos ke KPP tempat pembayaran diadministrasikan.

Diluncurkannya aplikasi e-PBK 1.0 merupakan langkah yang sangat revolusioner dan amat membantu masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan di mana saja dan kapan saja. Meskipun begitu, fitur e-PBK versi pertama ini masih terbatas, seperti pemindahbukuan hanya dapat diajukan kepada Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sama. Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tak tinggal diam dalam menyempurnakan layanan. Fitur-fitur lainnya yang belum terdapat pada aplikasi e-PBK 1.0 segera ditambahkan.

Pada tanggal 6 November 2023 DJP meluncurkan aplikasi e-PBK 2.0. versi ini menambahkan fitur-fitur terbaru pada aplikasi e-PBK, antara lain:

  1. Dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan antar NPWP;
  2. Dapat mengajukan permohonan pemindabukuan atas Kode Jenis Setoran (KJS) 3XX, 5XX, dan 9XX;
  3. Pemindahbukuan atas pemindahbukuan;
  4. Dapat mengajukan e-Pbk dengan melampirkan dokumen pendukung;
  5. Dapat mengajukan permohonan e-PBK tanpa sertifikat elektronik, dengan menggunakan kode verifikasi;
  6. Simpan data permohonan e-PBK sebagai draft; dan
  7. Penambahan user manual.

Dengan adanya opsi-opsi tambahan seperti dapat mengajukan pemindahbukuan antar NPWP, dan pemindahbukuan atas pemindahbukuan, DJP berharap semakin banyak wajib pajak yang menggunakan e-PBK, yang sebelumnya terpaksa masih mengajukan permohonan Pbk secara manual ke NPWP yang berbeda.

e-PBK 2.0. ini juga memberikan fitur tambahan lainnya seperti wajib pajak juga dapat melampirkan dokumen pendukung, apabila memang perlu melampirkan dokumen. Adanya penggunakan kode verifikasi sebagai alternatif penggunaan sertifikat elektronik diharapkan dapat memudahkan wajib pajak yang ingin menggunakan aplikasi e-PBK, namun masih belum memiliki sertifikat elektronik.

Wajib pajak semakin dimudahkan dengan fitur penyimpanan permohonan e-PBK yang belum dikirim sebagai draft, dan dikirim kapan pun wajib pajak inginkan, serta dengan adanya penambahan user manual, diharapkan wajib pajak baru mengetahui kegunaan tiap menu pada aplikasi e-PBK. Selain itu, wajib pajak dapat mengetahui cara penggunaan e-PBK yang benar.

Dengan diuncurkannya e-PBK 2.0. ini, DJP berkomitmen untuk terus meningkatan layanan kepada wajib pajak, dan menyesuaikan layanan-layanan yang diberikan untuk dapat terus mengikuti perkembangan dinamika masyarakat Indonesia.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.