Menggali Potensi Melalui Small Data

Oleh: Mochammad Bayu Tjahono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tidak hanya di perusahaan, di pemerintahan pun kita juga selalu fokus pada data yang besar dan pada potensi yang besar, bahkan tidak jarang kita mengabaikan data yang kecil meski banyak jumlahnya. Penggunaan data dengan potensi besar atau lebih sering di sebut Big Data belakangan ini populer di kalangan dunia usaha terlebih penggiat marketing. Hal ini disebabkan banyak orang menilai bahwa ini merupakan gambaran kondisi pasar secara utuh dan menyeluruh. Dengan menggait satu Big Data mereka sudah mendapat apa yang mereka mau.
Meski kecil, namun data yang bersifat kecil juga digunakan untuk melihat dari sudut berbeda, hal ini lebih dikenal dengan istilah Small Data. Small data tidak kalah penting dibandingkan Big Data. Cara pandang berbeda diperlukan untuk menganalisa apabila kita tidak menemukan jalan dengan Big Data. Namun analisa yang banyak, biasanya membuat sebagian orang malas dalam menganalisa. Mereka tidak bisa melihat bahwa jumlah yang banyak akan memberikan hasil yang besar juga. Selain itu, efek lain dari menggerakkan data yang kecil ini juga luar bisa.
Para marketing, seringkali melupakan riset tahap awal yang menggunakan data yang kecil. Data yang kecil ini bisa juga disimulasikan untuk melihat masalah apa yang sebenarnya terjadi di pasar. Small Data bisa memberikan perusahaan pandangan mengenai segmen atau pangsa pasar tertentu dan hal ini tidak bisa diberikan oleh Big Data. Bahkan segmen ini mempunyai pengikut yang banyak.
Dampak Small Data
Kita bisa menggunakan Big Data ketika kemampuan kita memang mencukupi baik dari kemampuan sumber daya manusia, finasial, waktu, dan potensi wilayah. Namun apabila keadaannya terbalik, Small Data bisa menjadi solusi terbaik.
Beberapa contoh mengenai kekuatan dari Small Data, seperti yang terjadi di perusahaan air fryer kala melakukan riset Small Data. Dalam risetnya perusahaan tersebut menemukan fakta bahwa rata-rata orang Indonesia menyukai makanan yang digoreng, namun memiliki ketakutan tersendiri ketika menggoreng. Atau orang Indonesia juga menyukai membeli pulsa dengan nilai kecil dibanding besar, selain alasan penghematan juga pulsa tersebut lebih mudah dijumpai di pasar.
Beberapa perusahaan melihat hal tersebut sebagai peluang. Ada juga yang melihat bagaimana cara menangani hal tersebut. Seperti halnya perusahaan air fryer yang mengeksekusi strategi pemasaran dengan mengadakan kompetisi yang mengharuskan para peserta membuat video tentang ketakutan orang-orang dalam menggoreng di sosial media bahkan memparodikan gaya menggoreng mereka dengan memakai helm dan menjadi populer. DJP juga membuat video tutorial maupun testimoni tentang kemudahan menggunakan e-filing untuk memancing minat masyarakat memakai e-filing. Meski nilai rupiah dari wajib pajak yang melaporkan kewajibannya menggunakan e-filing ini kecil namun hal ini merupakan peluang untuk memperkaya data base sekaligus mengurangi pekerjaan dalam perekaman atau scan SPT.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Small Data juga memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian suatu tujuan. Pengolahan Small Data untuk lebih menggali informasi dari sisi yang berbeda. Oleh sebab itu penangannannya juga memerlukan startegi yang berbeda dari Big Data. Dengan data jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas kelas menengah maka pengolahan Small Data menjadi penting.
Efektivitas Small Data
Pengolahan Small Data akan menjadi kurang efektif apabila dilakukan secara rutin. Penunjang pendapatan perusahaan tetaplah Big Data, jadi tidak masalah jika perusahaan tetap menggunakan Big Data setiap saat. Bila suatu waktu ditemukan ada kejanggalan pada Big Data atau masih diperlukan lagi pendorong untuk memperoleh pendapatan lebih maka Small Data dapat digunakan. Misal ada pelanggan sulit bayar, perusahaan bisa mulai mengambil data-data yang lain bukan data induk terkait pelanggan tersebut untuk menemukan letak kesalahan atau ketidakmampuan yang ada.
Di Indonesia tidak banyak pelanggan yang membeli pulsa langsung Rp.200.000 melalui suatu perusahaan provider, meski bila membeli nilai besar mendapat dsikon. Namun secara gambaran besar “Big Data” pelanggan lebih sering membeli pulsa Rp.20.000 selama 10 kali sebulan, alih-alih langsung membeli Rp.200.000 untuk satu bulan. Padahal tentu lebih hemat membeli pulsa Rp.200.000 per bulan karena harganya hanya Rp.198.500. Dari pengolahan Small Data dengan menanyakan pada konsumen, mengapa seperti itu. Jawabannya ternyata konsumen merasa takut ditipu bila langsung membeli banyak.
Menggali sisi lain dari pada pelanggan adalah hal penting juga. Kita tidak hanya tahu penghasilan dari pelanggan itu saja, namun kita juga perlu tahu tempat tinggal, jumlah keluarga, jenis usaha bahkan sampai ke hobi dari pelanggan tersebut. Suatu saat data kecil tersebut akan berguna untuk mencari cara mendekati pelanggan tersebut.
Di sisi lain, DJP juga perlu mendengar wajib pajak bicara, mungkin pimpinan DJP juga perlu mendengar secara langsung saat Account Representative berbicara dengan wajib pajak untuk mengingatkan mereka tentang pembayaran. Di sini kita bisa melihat bahwa wajib pajak ditiap golongan dan ditiap daerah mempunyai pendekatan yang berbeda dalam pelayanannya. Mungkin ada di suatu daerah atau golongan masyarakat yang tidak merasa nyaman saat diingatkan membayar pajak atau tagihan pajak. Di sini kita perlu Small Data untuk melakukan pendekatan kepada wajib pajak cara mengingatkan mereka akan membayar pajak.
Mungkin saat ini kita perlu menggali Small Data wajib pajak kita untuk meningkatkan penerimaan pajak. Ada satu sisi yang bisa kita sentuh dalam membayar pajak. Saat ini sudah saatnya kita bergerak dari retorika pendekatan formal dengan gaya bahasa yang formal, saat kita lebih mengenal wajib pajak kita.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 972 kali dilihat