Kecerdasan Pajak Usia Dini, Seberapa Penting?

Oleh: Andi Zulfikar, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Saat ini, dana untuk pendidikan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebesar 20 persen. Hal ini berarti ada tanggung jawab besar dalam penggunaan dana sebesar itu, khususnya untuk membentuk generasi muda yang mempunyai kecerdasan pajak. Kurang lebih 70 persen penerimaan negara berasal dari pajak. Semakin banyak orang yang mempunyai kecerdasan pajak, maka tujuan kemakmuran akan lebih mudah tercapai.
Kecerdasan pajak adalah pemahaman komprehensif mengenai pajak. Saat ini para ahli membagi kecerdasan paling tidak dalam dua jenis, yakni kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Dua tipe kecerdasan itu adalah bekal penting yang menjadi perhatian dalam membangun suatu bangsa. Bangsa yang besar mendidik generasi muda bukan hanya dalam hal yang bersifat intelektual, namun juga melalui pembangunan karakter sehingga mereka dapat mengelola emosinya dengan baik.
Kecerdasan pajak adalah turunan dari dua kecerdasan umum tersebut. Kecerdasan pajak bukan hanya dalam hal teknis perpajakan atau pemenuhan ketentuan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment. Kecerdasan pajak juga datang dari kecerdasan emosional. Di mana masyarakat, bukan hanya pembayar pajak, namun juga pengguna pajak, memiliki kepekaan atas pentingnya pajak. Pembayar pajak akan memahami pentingnya pajak bagi kehidupan bangsa, sedangkan pengguna hasil perpajakan, baik itu mereka yang berada di sektor pendidikan, kesehatan, pengguna infrastruktur, dan lain sebagainya, akan menghargai buah dari pengumpulan pajak tersebut.
Kecerdasan pajak secara emosional, berarti adanya penghargaan terhadap pengumpulan pajak. Pajak harus dimaknai sebagai tulang punggung negara, sehingga akan timbul kesadaran dan motivasi untuk melaksanakan kewajiban maupun menjaga hasil perpajakan. Bila dilihat dari segi pendidikan, para pendidik akan berusaha mendidik para generasi penerus untuk memiliki karakter bela negara salah satunya melalui pajak. Hal ini disebabkan uang yang dikumpulkan untuk anggaran pendidikan, salah satunya berasal dari sektor perpajakan. Ini adalah amanah rakyat.
Para siswa akan dididik sejak kecil untuk memiliki ‘rasa’. ‘Rasa’ untuk menghargai hasil pajak yang salah satunya menjadi jalan bagi mereka untuk menempuh pendidikan, sehingga timbul keinginan untuk melakukan terbaik bagi masa depan mereka. Dengan memiliki kecerdasan emosional dalam pajak, mereka diharapkan tidak akan melakukan tawuran, perundungan, karena apa yang mereka jalani saat ini adalah bagian dari amanah pembayar pajak, yang bertujuan untuk mencapai kemakmuran negara.
Ala Bisa Karena Biasa
Kemakmuran bisa tercapai dengan membentuk karakter generasi penerus. Namun harus ada motivasi, kedisiplinan, keteguhan, dan sifat positif lainnya, yang lainnya dirangkum akan menjadi karakter. Proses pembentukan karakter selalu dimulai dengan pemberian informasi dan pembiasaan. Informasi akan memberikan motivasi untuk bertindak, sedangkan pembiasaan akan membuat mereka melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan dengan konsisten.
Di beberapa negara, ketika mereka membentuk karakter para generasi usia dini, memberikan memberikan informasi baik dengan sadar maupun melalui alam bawah sadar. Informasi melalui alam bawah sadar didatangkan melalui berbagai permainan dan hal-hal yang menyenangkan bagi mereka. Salah satu contoh melalui film kartun.
Pemberian informasi yang menimbulkan kesadaran emosional dan pembiasaan akan membentuk karakter sadar pajak. Yang terpenting bagi generasi usia dini bukanlah masalah kecerdasan intelektual mengenai pajak, namun kecerdasan emosional. Hal yang melekat dalam jiwa mereka, dan bisa terbawa ke kehidupan mereka selanjutnya. Kelak mereka akan menjadi generasi baru yang memiliki ‘rasa’. Semangat untuk menjadi yang terbaik, karena setiap bagian dalam kehidupan mereka di bangsa ini salah satunya berasal dari pajak.
Proses Panjang
Proses ini memerlukan waktu yang panjang, bukan hanya satu dua tahun saja. Proses ini harus dimulai dengan kesadaran, bahwa untuk bersaing dengan negara lain, kita harus fokus kepada generasi usia dini. Negara maju selalu memulai perencanannya dengan pembentukan karakter usia dini berpuluh-puluh tahun yang lalu. Hingga akhirnya mereka dapat merasakan hasilnya.
Dedaunan akan terus berjatuhan, namun bila tetap ada dedaunan baru yang menghijau, maka harapan akan selalu ada. Kelak di antar dedaunan dan ranting itu akan muncul buah-buah yang dari bijinya akan timbul lagi kehidupan baru. Kita bisa jadi adalah generasi yang berjalan di masa yang tak akan merasakan kesulitan yang mereka hadapi kelak. Oleh karenanya, kita wajib membekali mereka dengan kecerdasan. Kecerdasan yang akan membuat mereka menjadi tangguh menghadapi kesulitan berbeda dengan yang kita alami sekarang.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 573 kali dilihat