Jakarta, 31 Juli 2025 – Realisasi Penerimaan neto Kanwil DJP Wajib Pajak Besar/ Kanwil LTO hingga 31 Juni 2025 menurut Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Yunirwansyah, mencapai 35,80% atau Rp263,03 triliun dari target APBN Rp734,714 triliun dengan rincian sebagai berikut:

  • Dari sisi jenis pajak, mayoritas pajak utama mengalami kontraksi dibandingkan tahun 2024, diantaranya disebabkan karena Tax Effective Rate (TER), Volatilitas harga komoditas, Penerimaan deterministik terkait subsidi dan kompensasi, Kenaikan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), dan setoran pajak yang tidak berulang.
  • Dari sisi sektor usaha utama, sejumlah sektor mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya, namun realisasi sejumlah sektor usaha menunjukkan pertumbuhan positif diantaranya aktivitas keuangan dan asuransi (+0,68% yoy), pengadaan listrik, gas, dan uap/ air panas (+47,26% yoy), pengangkutan dan pergudangan (+23,93% yoy), konstruksi (+17,42% yoy), dan pertanian, kehutanan, dan perikanan (+79,02% yoy).

Dalam arahannya, Yunirwansyah menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk melakukan upaya pengamanan penerimaan sebagaimana telah diberikan guideline oleh Kantor Pusat DJP serta melakukan effort secara optimal dari setiap rumpun tusi, khususnya yang mengampu penerimaan pajak melalui Komite Kepatuhan. Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan adalah (1) optimalisasi Pengawasan Pembayaran Masa (PPM), (2) optimalisasi pengawasan Pengujian Kepatuhan Material (PKM), dan (3) optimalisasi peran Fungsional Penyuluh dan Fungsional Penilai. Menurut dia “tidak ada masalah yang besar, karena kita punya Alloh Yang Maha Besar.”

Dalam Montly Report Asset Liabilities Committee (ALCo) Regional DKI Jakarta versi Newsletter atau Regional Fiscal in Brief Vol.VI/Juni/2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb), menyampaikan beberapa hal:

  1. Perkembangan fiskal dan ekonomi makro pada Juni 2025 diwarnai sejumlah tantangan eksternal dan domestik. Ketidakpastian global akibat kebijakan moneter negara maju, konflik geopolitik, dan penurunan harga komoditas berdampak pada neraca perdagangan Jakarta.
  2. Neraca perdagangan Jakarta hingga akhir Juni 2025 menunjukkan surplus US$0,906 miliar walaupun di Juni terjadi defisit US$1,19 miliar. Hal ini dipicu oleh penurunan ekspor terutama kendaraan bermotor dan bahan baku industri khususnya mobil, sepatu dan alas kaki, serta tingginya impor.
  3. Kondisi sektor fiskal, realisasi penerimaan negara menunjukkan tren positif terutama pajak dan bea cukai. Namun, penerimaan PNBP terkontraksi akibat turunnya kontribusi dari sumber daya alam dan BUMN. Belanja negara, khususnya belanja non-K/L seperti TKD tumbuh positif, sementara belanja K/L mengalami akselerasi pada belanja barang dan subsidi. Penerimaan PBB, PPh Migas, dan PPN tumbuh positif, yang mencerminkan peningkatan aktivitas ekonomi domestik meskipun di tengah tekanan global.
  4. Sektor riil Jakarta yakni perekonomian yang tumbuh 4,95% (yoy) di Triwulan I 2025, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penjualan eceran tetap menunjukkan level optimis. Hal ini ditopang oleh inflasi yang terkendali dalam rentang sasaran 2,07% (yoy) dan IHK sebesar 107,28. Investasi tumbuh melambat 2,84% (yoy) seiring perlambatan PMA dan PMDN meski tetap tumbuh positif, didorong oleh peningkatan realisasi PMA 11,70% (yoy). Kesejahteraan petani membaik, tumbuh 2,46% (yoy) dan 0,69% (m-to-m) seiring naiknya harga tanaman pangan.
  5. Risiko-risiko utama yang dihadapi ke depan meliputi inflasi bahan pangan dan energi yang masih fluktuatif, perlambatan investasi, serta kerentanan terhadap gejolak eksternal. Dalam konteks ini, rekomendasi ALCo DKI Jakarta diarahkan untuk menjaga stabilitas fiskal melalui akselerasi belanja produktif, peningkatan pendapatan negara, serta kebijakan antisipatif.

Policy Responses

Terdapat 4 (empat) respon kebijakan sebagai kebijakan antisipatif atas risiko-risiko utama yang akan dihadapi, yaitu (1) Sektor Perpajakan adalah terkait dengan tingginya restitusi, moderasi harga komoditas, dan peralihan sistem perpajakan, (2) Kepabeanan dan Cukai adalah optimalisasi kinerja kepabeanan dan cukai, (3) Kekayaan Negara melakukan optimalisasi penagihan piutang, dan (4) Penguatan Koperasi Merah Putih di Jakarta.

Pajak Tumbuh Indonesia Tangguh!

 

***

Pajak Kuat, APBN Sehat!

#PajakKitaUntukKita