Palu, 25 Mei 2022 – Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Palu menyelenggarakan ruing media dengan tema Ngobrol Soal Perpajakan Terkini (Ngopi) terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) khususnya klaster Program Pengungkapan Sukarela (PPS) bertempat di Aula KPP Pratama Palu, kota Palu. Dalam keterangannya, Kepala KPP Pratama Palu Bangun Nur Cahya Kurniawan menyampaikan maksud dan tujuan dari PPS yang salah satunya untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dengan cara mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh wajib pajak melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta.
“Kami juga sering menyampaikan kepada masyarakat bahwa sarana pelaporan DJP yaitu Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, jadi jika selama ini tidak jujur saat melaporkan, ini saatnya untuk mengungkapkan melalui PPS. Saat ini juga konsep perpajakan di Indonesia ialah Self Assesment, wajib pajak sendiri yang menghitung, membayar, dan melaporkan berdasarkan kesukarelaan wajib pajak. Fungsi kami adalah sebagai monitor kebenaran data yang disampaikan oleh wajib pajak, kami crosscheck dengan data yang ada pada DJP. Oleh karena itu pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) kami sediakan loket khusus layanan PPS serta terdapat Account Representative yang siap untuk membimbing wajib pajak agar terhindar dari sanksi perpajakan,” jelas Bangun.
Pada kesempatan ini, Bangun juga menjelaskan jangka waktu berakhirnya PPS yang jatuh pada tanggal 30 Juni 2022 sehingga masih terdapat kesempatan bagi wajib pajak yang masih terdapat harta yang belum dilaporkan untuk mengikuti PPS baik itu bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang telah mengikuti tax amnesty dan belum mengungkapkan seluruh harta saat mengikuti program tax amnesty. Untuk aturan pelaksanaan PPS, pemerintah pada tanggal 22 Desember 2021 melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.
Selain itu, terdapat dua kebijakan yang menjadi dasar pelaksanaan PPS yang membedakan antara wajib pajak yang telah mengikuti tax amnesty dengan wajib pajak yang belum pernah mengikuti tax amnesty. Kebijakan pertama yaitu PPS untuk wajib pajak yang telah mengikuti program tax amnesty berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 yang belum atau tidak seluruhnya mengungkapkan harta dalam Surat Pernyataan. Apabila data dan/atau informasi mengenai harta tersebut ditemukan oleh DJP, maka akan dianggap sebagai penghasilan dan dikenai PPh Final 25% (badan), 30% (orang pribadi), atau 12,5% (Wajib Pajak tertentu) dari harta bersih yang ditemukan dengan tambahan sanksi 200%. Sanksi tersebut akan diberikan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) oleh DJP, sehingga, baik wajib pajak yang tidak mengikuti tax amnesty ataupun mengikuti namun tidak jujur akan dikenakan sanksi sesuai dengan tarif yang berlaku.
Kebijakan kedua yaitu PPS untuk wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020, apabila data dan/atau informasi mengenai harta tersebut ditemukan oleh DJP dapat dianggap penghasilan dan dikenakan PPh Final dari harta bersih tambahan dengan tarif 30% ditambah sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15%.
KPP Pratama Palu juga telah melakukan berbagai upaya dalam menyebarluaskan informasi dan memberikan edukasi terhadap wajib pajak wilayah Kota Palu diantaranya melalui kelas pajak rutin yang terjadwal dari Penyuluh Pajak Palu, Kampanye Simpatik PPS, layanan helpdesk daring dan luring khusus PPS, pemasangan baliho dan spanduk PPS di titik strategis wilayah Kota Palu.
Di akhir kegiatan, Bangun juga menegaskan bahwa seluruh pegawai KPP Pratama Palu berkomitmen untuk selalu menjaga integritas serta layanan yang diberikan kepada wajib pajak tidak dipungut biaya.
- 10 kali dilihat