definisi

Menurut  UU Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004  Tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya. Ada beberapa istilah jabatan terkait notaris antara lain :

  1. Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia, diberhentikan, atau diberhentikan sementara.
  2. Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris.

Kewenangan Notaris antara lain :

    1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang
    2. Notaris juga berwenang untuk:
  1. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  2. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  3. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
  4. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
  5. memberikan penyuluhan hukum sehubungan    dengan pembuatan akta;
  6. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
  7. membuat akta risalah lelang
  8. kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau Penasihat Hukum. PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi pengacara atau advokat, pegawai negeri, atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah.

dasar hukum

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP).
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPh).
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPN)
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No­mor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN sebagaimana telah diubah dengan Peratur­an Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2017.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pera­turan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehu­bungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
  9. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemoton­gan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghas­ilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
  10. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  11. Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-1/PJ/2023 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Royalti yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

objek

  1. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
  2. Berdasarkan PP 55 Tahun 2022, Notaris termasuk dalam kriteria tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
  3. Penghasilan sehubungan dengan jasa Notaris antara lain honorarium yang besarnya didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya, dengan ketentuan:
    1. Nilai ekonomis ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:
      1. sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
      2. di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau
      3. di atas Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 % (satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya.
    2. Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
  4. Penghasilan selain dari pekerjaan Notaris, yaitu:
    1. Penghasilan dari kegiatan usaha, misalnya Penghasilan dari Toko, memiliki Pom Bensin.
    2. Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final, antara lain:
      1. komisi, hadiah atau imbalan lain, misalnya klien yang memberikan hadiah secara pribadi diluar fee yang dibayarkan klien kepada persekutuan (firma) tempat Notaris bekerja;
      2. royalti;
      3. sewa harta selain tanah/bangunan;
      4. penghargaan dan hadiah; dan/atau
      5. keuntungan dari penjualan/pengalihan harta.
    3. Penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final, antara lain:
      1. bunga tabungan atau deposito;
      2. dividen;
      3. penjualan saham di bursa efek;
      4. sewa tanah dan/atau bangunan.
    4. Penghasilan dari luar negeri.

hak

Secara umum hak Notaris sebagai wajib pajak meliputi:

  1. Wajib Pajak berhak mendapatkan pelayanan yang baik dalam memenuhi ketentuan perpajakan
  2. Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak atau pengembalian atas pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
  3. Dalam hal dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak berhak antara lain:
    1. meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor
    2. meminta kepada Pemeriksa untuk menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan
    3. melihat tanda pengenal Pemeriksa
    4. mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
    5. meminta rincian atau penjelasan terkait perbedaan antara temuan hasil pe­meriksaan dengan SPT
    6. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
    7. hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang diten­tukan
    8. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
  4. Hak untuk mengajukan pembetulan atas SPT
  5. Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan apabila sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, sepanjang mulainya penyidikan belum disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
  6. Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT walaupun sedang dilakukan pemeriksaan, sepanjang pemeriksa belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
  7. Hak untuk mengajukan pembetulan, keberatan, banding dan peninjauan kembali
  8. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
  9. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
  10. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar
  11. Hak untuk mengajukan pembatalan pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa melalui penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
  12. Hak untuk membayar atau melunasi kerugian pada pendapatan negara dalam tahap penyidikan maupun persidangan apabila Wajib Pajak sedang dilakukan tindakan penyidikan atau persidangan atas tindak pidana perpajakan.
  13. Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak yaitu:
    1. SPT, laporan keuangan dan dokumen lainn­ya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak
    2. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
    3. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan Wajib Pajak yang berlaku
  14. Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak
  15. Hak untuk mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak
  16. Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pelaporan SPT Tahunan
  17. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25
  18. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PBB
  19. Hak untuk diberikan pembebasan Pajak, sesuai ketentuan yang berlaku
  20. Hak untuk mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
  21. Hak untuk mendapat pajak ditanggung pemerin­tah, sesuai ketentuan yang berlaku
  22. Hak untuk mendapatkan insentif pajak
  23. Hak untuk memperoleh imbalan bunga sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya surat ketetapan pajak atas pemeriksaan SPT LB (Pasal 17B UU KUP) terlambat diterbitkan

kewajiban

    Sebagai wajib pajak dalam negeri, Notaris memiliki kewajiban sebagai berikut:

    1. mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
    2. wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai sebagai Pengu­saha Kena Pajak (PKP) apabila peredaran usahanya melebihi 4,8 milyar dalam satu Tahun Pajak.
    3. kewajiban pembayaran, pemotongan/pemungutan dan pelaporan pajak:
      1. melakukan pembayaran PPh Pasal 25
      2. melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21 apabila memiliki karyawan.
      3. melakukan  pemotongan atas PPh Pasal 4 ayat 2 apabila Konsultan sebagai penyewa den­gan pemilik tempat adalah Orang Pribadi serta ditunjuk sebagai pemotong.
      4. menyampaikan Surat Pemberitahun SPT PPh.
      5. Konsultan sebagai wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas diwajib­kan untuk melakukan pembukuan, apabila Konsultan memiliki penghasilan dibawah Rp 4.8 milyar maka diperbolehkan untuk memilih menggunakan pencatatan.
      6. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 jika ditunjuk sebagai pemotong PPh 21.
      7. memungut, menyetor, dan menyampaikan SPT Masa PPN apabila telah dikukukan sebagai PKP.

    Catatan:

    Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, kosultan, notaris, PPAT, penilai dan aktuaris 

    dpp

    1. Notaris yang menggunakan pembukuan (wajib pembukuan apabila peredaran bruto telah mencapai 4,8 milyar), maka penghitungan penghasilan nettonya yaitu:

    Penghasilan Netto =Penghasilan Bruto - Biaya Usaha
    Biaya Usaha meliputi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

    1. Apabila Notaris melakukan pencatatan yang diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan pertama tahun pajak (boleh dilakukan jika peredaran bruto masih kurang dari 4,8 milyar), maka penghitungan penghasilan nettonya yaitu:
      Penghasilan neto  = Norma x Penghasilan Bruto

    Penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 dikurangi PTKP untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak.

    Untuk menentukan pajak terutang, Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif PPh pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh yaitu:

    Lapisan Penghasilan Kena Pajak

    Tarif Pajak

    Sampai dengan Rp60.000.000,00

      5%

    di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00

    15%

    di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00

    25%

    di atas Rp500.000.000,00 sampai dengan Rp5.000.000.000,00

    30%

    di atas Rp5.000.000.000,00

    35%

    1. Pengguna jasa notaris harus melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan kriteria penerima penghasilan Bukan Pegawai. Tarif yang dikenakan ada 2 jenis, yaitu Berkesinambungan dan tidak berkesinambungan.
      1. Apabila Notaris yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan sudah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu Pemotong PPh 21 maka pemotongannya adalah sebagai berikut:

    DPP = (50% X Penghasilan Bruto) – PTKP per bulan
    PPh terutang = Tarif Pasal 17  x DPP

      1. Apabila Notaris menerima/memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan, atau menerima penghasilan yang berkesinambungan tetapi tidak memenuhi persyaratan terkait kepemilikan NPWP atau memperoleh penghasilan lain, maka pemotongannya adalah sebagai berikut:

    DPP = (50% x Penghasilan Bruto)
    PPh terutang = Tarif Pasal 17 x DPP

    1. Notaris akan mendapatkan bukti potong PPh Pasal 21 yang dapat dipergunakan sebagai kredit pajak pada SPT PPh tahunan.
    2. Apabila Wajib Pajak merupakan Notaris asing maka pemberi kerja diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 26 sesuai dengan peraturan perpajakan dari tax treaty yang berlaku di antara keduanya.
    3. Apabila Notaris memberikan jasa ke luar negeri, maka bukti potong atas penghasilan jasa luar negeri dapat dikreditkan selama sesuai dengan peraturan perpajakan.

    contoh

    Contoh 1

    Danny Siregar adalah seorang notaris. Danny Siregar mendapatkan fee sebesar Rp450.000.000,00 dari PT Manis Manja atas pembuatan akta.

    Perhitungan dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21:

    50% x Rp 450.000.000,00 = Rp 225.000.000,00

    Besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar:

    5% x Rp 60.000.000,00 

    :

    Rp  3.000.000,00

    15% x Rp 165.000.000,00

    :

    Rp 24.750.000,00

     

     

    Rp 27.750.000,00

    Dalam hal Danny Siregar tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang menjadi sebesar:  

    120% x 5% x Rp 60.000.000,00

    :

    Rp  3.600.000,00

    120% x 15% x Rp 165.000.000,00

    :

    Rp 29.700.000,00

     

     

    Rp 33.300.000,00

    Contoh 2

    Fadly, S.H.,M. Kn selaku Notaris mengadakan kerja sama dengan PT. BCD, suatu perusahaan pengembang perumahan untuk membuat akta notaris Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) antara PT. BCD dengan konsumennya. Disepakati honorarium jasa Notaris atas pembuatan 1 (satu) buah PPJB adalah sebesar Rp2.000.000,00. Selama tahun 2022, jumlah PPJB yang telah ditandatangani adalah sebagai berikut:

    Bulan

    Jumlah PPJB

    Jumlah Honorarium Notaris

    Januari

    40

    Rp80.000.000

    Februari

    45

    Rp90.000.000

    Maret

    32

    Rp64.000.000

    April

    25

    Rp50.000.000

    Mei

    25

    Rp50.000.000

    Juni

    18

    Rp36.000.000

    Juli

    18

    Rp36.000.000

    Agustus

    33

    Rp66.000.000

    September

    45

    Rp90.000.000

    Oktober

    50

    Rp100.000.000

    November

    50

    Rp100.000.000

    Desember

    10

    Rp20.000.000

     

    391

    Rp782.000.000

    Fadly, S.H., M.Kn, belum menikah dan telah menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT. BCD dan Fadly, S.H., M.Kn tidak memperoleh penghasilan lain selain dari PT. BCD. Berikut perhitungan PPH Pasal 21 yang dipotong oleh PT. BCD atas honorarium Fadly, SH., M.Kn:

    Bulan

    Penghasilan Bruto

    50% Penghasilan Bruto

    PTKP

    Penghasilan Kena Pajak (PKP)

    Kumulatif PKP

    Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh

    PPh Pasal 21 Terutang

    Januari

    80.000.000

    40.000.000

    4.500.000

    35.500.000

    35.500.000

    5%

    1.775.000

    Februari

    90.000.000

    45.000.000

    4.500.000

    24.500.000

    16.000.000

    60.000.000

    76.000.000

    5%

    15%

    1.225.000

    2.400.000

    Maret

    64.000.000

    32.000.000

    4.500.000

    27.500.000

    103.500.000

    15%

    4.125.000

    April

    50.000.000

    25.000.000

    4.500.000

    20.500.000

    124.000.000

    15%

    3.075.000

    Mei

    50.000.000

    25.000.000

    4.500.000

    20.500.000

    144.500.000

    15%

    3.075.000

    Juni

    36.000.000

    18.000.000

    4.500.000

    13.500.000

    158.000.000

    15%

    2.025.000

    Juli

    36.000.000

    18.000.000

    4.500.000

    13.500.000

    171.500.000

    15%

    2.025.000

    Agustus

    66.000.000

    33.000.000

    4.500.000

    28.500.000

    200.000.000

    15%

    4.275.000

    September

    90.000.000

    45.000.000

    4.500.000

    40.500.000

    240.500.000

    15%

    6.075.000

    Oktober

    100.000.000

    50.000.000

    4.500.000

    9.500.000

    36.000.000

    250.000.000

    286.000.000

    15%

    25%

    1.425.000

    9.000.000

    November

    100.000.000

    50.000.000

    4.500.000

    45.500.000

    331.500.000

    25%

    11.375.000

    Desember

    20.000.000

    10.000.000

    4.500.000

    5.500.000

    337.000.000

    25%

    1.375.000

    Jumlah

    782.000.000

    391.000.000

     

     

     

     

    53.250.000

    Contoh 3

    Harry, S.H., M.Kn adalah Notaris yang berkantor di Ibukota Jakarta. Fadly memiliki status K/2, selama tahun 2022 peredaran bruto dari profesinya sebagai Notaris adalah sebesar Rp4.250.000.000,00 (empat miliar dua ratus lima puluh juta Rupiah). Harry, S.H.,M.Kn telah mengangsur PPh Pasal 25 sebesar Rp5.225.300,00 per bulan, dengan total selama tahun 2018 sebesar Rp62.704.000,00. Harry, S.H., M.Kn memiliki bukti potong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang telah dipotong oleh kliennya sebesar Rp52.500.000,00. Besarnya PPh terutang yang masih harus dibayar oleh Harry, S.H., M.Kn adalah sebesar:

    A.

    Peredaran Bruto

    Rp.4.250.000.000,00

    B.

    Persentase NPPN

    51%

    C.

    Penghasilan Netto (huruf A x huruf B)

    Rp.2.167.500.000,00

    D.

     

     

     

     

    Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

    1. Wajib Pajak Rp.54.000.000,00

    2. Wajib Pajak Kawin Rp.4.500.000,00

    3. Anak 2 Orang Rp.9.000.000,00

    Total PTKP

     

     

     

     

    Rp.67.500.000,00

    E.

    Penghasilan Kena Pajak (huruf C - huruf D)

    Rp.2.100.000.000,00

    F.

     

     

     

     

    PPh terutang Tarif Pasal 17 UU PPh:

    5% x Rp.60.000.000,00 = Rp.3.000.000,00

    15% x Rp.190.000.000,00 = Rp.28.500.000,00

    25% x Rp.250.000.000,00 = Rp.62.500.000,00

    30% x Rp.1.600.000.000,00 = Rp.480.000.000,00

     

     

     

     

    Rp.574.000.000,00

    G.

     

     

     

    Kredit Pajak:

    1. Angsuran PPh Pasal 25: Rp.62.704.000,00

    2. PPh Pasal 21 yang sudah dipotong: Rp.52.500.000,00

    Total Kredit Pajak

     

     

     

    Rp.115.204.000,00

    H.

    PPh terutang Pasal 29 (huruf F - huruf G)

    Rp.458.796.000,00

    PPh Pasal 29 tersebut wajib dibayarkan oleh Harry, SH., M.Kn sebelum Harry, SH., M.Kn menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh-nya.

    Contoh 4

    Gunawan, S.H., M.Kn adalah Notaris yang berkantor di Ibukota Jakarta. Gunawan memiliki status K/2, selama tahun 2022 peredaran bruto fiskal dari profesinya sebagai Notaris adalah sebesar Rp5.250.000.000,00 (lima miliar dua ratus lima puluh juta Rupiah) dan karenanya Gunawan, S.H.,M.Kn menyelenggarakan pembukuan. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilannya (biaya 3M) selama tahun 2022 yang dapat menjadi pengurang peredaran bruto fiskal adalah sebesar Rp2.000.511.000,00 (dua miliar lima ratus sebelas ribu Rupiah). Gunawan, S.H., M.Kn telah mengangsur PPh Pasal 25 sebesar Rp5.225.300,00 perbulan, total selama tahun 2018 sebesar Rp62.704.000,00. Gunawan, S.H., M.Kn memiliki bukti potong PPH Pasal 21 atas penghasilan yang telah dipotong oleh kliennya sebesar Rp52.500.000,00. Besarnya PPh terutang yang masih harus dibayar oleh Gunawan, S.H., M.Kn adalah sebesar:

    A.

    Peredaran Bruto Fiskal

    Rp.5.250.000.000,00

    B.

    Biaya 3M

    Rp.2.000.511.000,00

    C.

    Penghasilan Netto (huruf A - huruf B)

    Rp.3.249.489.000,00

    D.

     

     

     

     

    Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

    1. Wajib Pajak Rp.54.000.000,00

    2. Wajib Pajak Kawin Rp.4.500.000,00

    3. Anak 2 Orang Rp.9.000.000,00

    Total PTKP

     

     

     

     

    Rp.67.500.000,00

    E.

    Penghasilan Kena Pajak (huruf C - huruf D)

    Rp.3.181.989.000,00

    F.

     

     

     

     

    PPh terutang Tarif Pasal 17 UU PPh:

    5% x Rp.60.000.000,00 = Rp.3.000.000,00

    15% x Rp.190.000.000,00 = Rp.28.500.000,00

    25% x Rp.250.000.000,00 = Rp.62.500.000,00

    30% x Rp.2.681.989.000,00 = Rp.804.596.700,00

     

     

     

     

    Rp.898.596.000,00

    G.

     

     

     

    Kredit Pajak:

    1. Angsuran PPh Pasal 25: Rp.62.704.000,00

    2. PPh Pasal 21 yang sudah dipotong: Rp.52.500.000,00

    Total Kredit Pajak

     

     

     

    Rp.115.204.000,00

    H.

    PPh terutang Pasal 29 (huruf F - huruf G)

    Rp.783.392.000,00

    PPh Pasal 29 tersebut wajib dibayarkan oleh Gunawan, SH., M.Kn sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh-nya.

    Tags