Pemusik, musikus atau musisi adalah orang yang memainkan alat musik seperti gitar atau piano atau orang yang menyanyi. Seorang musikus juga seseorang yang menulis musik (Pencipta lagu/Penulis lagu), baik dirinya sendiri maupun diserahkan ke orang lain. Orang yang menulis musik disebut komponis. Biasanya bagian itu dihapus bila mereka juga memainkan atau menyanyikan musik yang ditulisnya, tetapi mereka tetaplah komponis karena mereka menulis musik. Hal lain yang termasuk Musisi antara lain penggubah lagu, pelatih music, pelatih paduan suara, guru music, dan musikolog. (Wikipedia)
Berdasarkan peraturan perpajakan, penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang berprofesi sebagai pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari termasuk dalam kriteria penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.(PER-16/PJ/2016 jo PP 55 Tahun 2022).
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP)
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPh)
- Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 Tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-1/PJ/2023 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Royalti yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Pasal 1 UU PPh menyebutkan bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Sedangkan dalam Pasal 4 UU PPh disebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Berdasarkan jenis kegiatannya penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
- Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
- Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
- Penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
- Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Terkait profesi musisi, secara umum dapat disimpulkan bahwa profesi ini merupakan pekerjaan bebas. Sehubungan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, penghasilan dari pekerjaan bebas tidak termasuk sebagai penghasilan dari usaha yang dikenai PPh final.
Namun apabila musisi memiliki penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha lain selain yang dikecualikan untuk dikenakan PPh final, maka atas kegiatan usaha ini dapat menggunakan skema PPh final sebagaimana diatur PP No. 55 Tahun 2022.
Berikut ini akan diuraikan penggolongan objek pajak yang biasanya dimiliki oleh seorang musisi.
- Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas
- Penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha
- Penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan dari pemberi kerja / pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak
- Penghasilan dalam bentuk royalti.
Wajib Pajak yang berprofesi sebagai musisi mempunyai hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan antara lain sebagai berikut:
- Wajib Pajak berhak mendapatkan pelayanan yang baik dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
- Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak atau pengembalian atas pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
- Dalam hal dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak berhak antara lain:
- meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor
- meminta kepada Pemeriksa untuk menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan
- melihat tanda pengenal Pemeriksa
- mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
- meminta rincian atau penjelasan terkait perbedaan antara temuan hasil pemeriksaan dengan SPT
- menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
- hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
- mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
- Hak untuk mengajukan pembetulan atas SPT.
- Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan apabila sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, sepanjang mulainya penyidikan belum disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT walaupun sedang dilakukan pemeriksaan, sepanjang pemeriksa belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan.
- Hak untuk mengajukan pembetulan, keberatan, banding dan peninjauan kembali
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar
- Hak untuk mengajukan pembatalan pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa melalui penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
- Hak untuk membayar atau melunasi kerugian pada pendapatan negara dalam tahap penyidikan maupun persidangan apabila Wajib Pajak sedang dilakukan tindakan penyidikan atau persidangan atas tindak pidana perpajakan.
- Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak yaitu:
- SPT, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak
- Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
- Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan Wajib Pajak yang berlaku
- Hak untuk mengajukan penundaan pembayaran pajak
- Hak untuk mengajukan pengangsuran pembayaran pajak
- Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pelaporan SPT Tahunan
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PBB
- Hak untuk diberikan pembebasan Pajak, sesuai ketentuan yang berlaku
- Hak untuk mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
- Hak untuk mendapat pajak ditanggung pemerintah, sesuai ketentuan yang berlaku
- Hak untuk mendapatkan insentif pajak
- Hak untuk memperoleh imbalan bunga sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya surat ketetapan pajak atas pemeriksaan SPT LB (Pasal 17B UU KUP) terlambat diterbitkan
Wajib Pajak yang berprofesi sebagai musisi pada dasarnya memiliki kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak yang lain antara lain:
- Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Khusus bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan.
- Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan Surat Pemberitahuan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Dalam hal musisi hanya bekerja sebagai pegawai tetap di perusahaan maka penghasilan neto adalah penghasilan dari pekerjaan seperti gaji, honorarium, dikurangi dengan biaya jabatan, iuran Jaminan Hari Tua, dsb. Perusahaan akan memotong PPh 21 atas gaji/ tunjangan/ bonus yang dibayarkan kepada karyawannya tersebut dan memberikan bukti potongnya. Apabila musisi tersebut tidak memperoleh penghasilan lain maka dapat melaporkan SPT Tahunan PPh orang pribadi dengan status Nihil.
- Apabila musisi menerima atau memperoleh penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas (jasa musik)
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto Fiskal – PTKP
Untuk memperoleh Penghasilan Neto Fiskal, dapat dilakukan dengan 2 cara berikut:
-
- dalam hal melakukan pembukuan (wajib dilakukan jika omzet mencapai Rp4,8 milyar atau lebih):
Penghasilan Neto Fiskal = Penghasilan Bruto – Biaya -/+ Koreksi Fiskal - dalam hal melakukan pencatatan (boleh dilakukan jika omzet kurang dari Rp4,8 milyar):
Penghasilan Neto Fiskal = Penghasilan Bruto x %Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PER-17/PJ/2015)
- dalam hal melakukan pembukuan (wajib dilakukan jika omzet mencapai Rp4,8 milyar atau lebih):
- Apabila musisi menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha
- dalam hal kegiatan usaha tersebut selain dari pekerjaan bebas dan memenuhi ketentuan dikenakan PPh Final sesuai PP No. 55 Tahun 2022
PPh Final= Peredaran Bruto x Tarif PPh Final 0,5%
-
- dalam hal kegiatan usaha tersebut selain dari pekerjaan bebas dan memilih atau diharuskan untuk dikenakan PPh sesuai Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto Fiskal – PTKP
Untuk memperoleh Penghasilan Neto Fiskal, dapat dilakukan dengan 2 cara berikut:
-
-
- Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan:
Penghasilan Neto Fiskal = Peredaran Bruto – Biaya -/+ Koreksi Fiskal - Dalam hal Wajib Pajak melakukan pencatatan:
Penghasilan Neto Fiskal = Peredaran Bruto x % Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PER-17/PJ/2015)
- Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan:
-
- Apabila musisi menerima atau memperoleh Penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan dari Pemberi Kerja / Pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak
Atas imbalan jasa yang diterima atau diperoleh musisi tersebut dikategorikan sebagai imbalan jasa yang diterima Bukan Pegawai dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai ketentuan UU PPh yang diatur lebih lanjut dengan PMK Nomor 252/PMK.03/2008 dan Per-16/PJ/2016:
-
-
- Imbalan jasa yang bersifat tidak berkesinambungan
-
PPh 21= Tarif Pasal 17 X 50% dari Penghasilan Bruto
-
-
- Imbalan yang bersifat berkesinambungan
Imbalan kepada Bukan Pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada Bukan Pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Dalam perhitungannya, dapat dibedakan menjadi:- apabila hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya
- Imbalan yang bersifat berkesinambungan
-
PPh 21= Tarif Pasal 17 X jumlah kumulatif Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak = 50% dari Jumlah Penghasilan Bruto - PTKP per bulan
-
-
-
- apabila memiliki NPWP dan memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
-
-
PPh 21= Tarif Pasal 17 X jumlah kumulatif (50% dari Penghasilan Bruto)
- Apabila musisi memperoleh penghasilan berupa royalti maka akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan ketentuan sebagai berikut:
- Apabila musisi dalam menghitung Penghasilan Neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan menyampaikan Bukti Penerimaan Surat (BPS) pemberitahuan norma ke pemotong sebelum dilakukan pemotongan
PPh 23 atas royalti: 15% X 40% X Jumlah bruto royalti
(sesuai ketentuan Per-1/PJ/2023)
-
- Apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a
PPh 23 atas royalti = 15% X Jumlah bruto royalti
Aspek Perpajakan Atas Penghasilan Dari Pekerjaan Bebas
Tarif yang dikenakan kepada musisi sebagai bukan pegawai adalah sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh. Terdapat perbedaan perlakuan untuk imbalan yang bersifat berkesinambungan dan yang bersifat tidak berkesinambungan.
No. | Jenis Penerima Penghasilan | Penghitungan PPh Pasal 21 |
1 | Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan | PPh Pasal 21 = Jumlah kumulatif PKP x Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008 |
|
| Pengurangan berupa PTKP dapat diperoleh sepanjang |
|
|
|
|
| Dasar hokum Pasal 9 ayat 1 huruf a angka 4 dan pasal 16 ayat (1) huruf a PER-16/PJ/2016 |
2 | Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan | PPh 21 = DPP x Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008 |
|
| DPP = 50% x Penghasilan Bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada Bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan |
Aspek Perpajakan Atas Penghasilan Dari Royalti
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
- Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian, atau karya ilmiah, paten, desain, atau model, rencana, formula, atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial, atau hak serupa lainnya;
- Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
- Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
- Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan dan atau hak menggunakan peralatan.perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:
- Penerimaan atau hak menerima rekaman gamabr atau rekaman suara atau keduanya yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat oprik, atau teknologi yang serupa;
- Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
- Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
- Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
- Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas Royalti atas hasil rekaman musik atau suara merupakan objek penghasilan Pasal 23 dan harus dipotong oleh pemotong PPh Pasal 23 oleh Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya (Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008).
Tarif PPh 23 Atas Royalti
Tarif yang dikenakan adalah sebesar 15% dari penghasilan bruto dan bersifat tidak final. Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23 tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang seharusnya (Pasal 23 ayat 1a UU 36 Tahun 2008)
Aspek Perpajakan Dari Kegiatan Usaha
Orang pribadi musisi yang melakukan kegiatan usaha jasa pendidikan musik yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pencatatan dan menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final, menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Pasal 1 PER-17/PJ/2015).
Tarif
Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum Pajak Penghasilan, terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto. (Pasal 6 PER-17/PJ/2015).
Daftar persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah sesuai lampiran PER-17/PJ/2015 dan dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut:
- 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
- Ibukota propinsi lainnya;
- daerah lainnya.
Untuk lebih jelasnya berikut bagan perhitungan PPh dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah sebagai berikut:
Penghasilan Bruto Setahun |
| XXX |
Penghasilan Neto |
|
|
( % Norma x Penghasilan Bruto Setahun) |
| XXX |
PTKP: |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| (XXX) |
PKP |
| XXX |
Dikalikan tarif untuk setiap lapisan penghasilan |
|
|
(0 - 50.000.000) x 5% |
|
|
( >50.000.000 – 250.000.000) x 15% |
|
|
( >250.000.000 – 500.000.000) x 25% |
|
|
( >500.000.000) x 30% |
|
|
Didapatlah Pajak Penghasilan Terutang |
| XXX |
Dalam hal musisi memiliki usaha kursus musik dengan peredaran bruto kurang dari 4,8 miliar dan mempekerjakan orang lain, maka penghasilan dari usaha tersebut bukan merupakan penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas dan dikenakan pajak final sesuai PP 23 Tahun 2018 (Penjelasan Pasal 2 ayat 4 PP No. 23 Tahun 2018).
Tarif adalah sebesar 0,5%.
DPP adalah peredaran bruto.
Contoh Orang Pribadi Yang Menggunakan Norma
Nona Amelia (TK/0) memiliki usaha jasa kursus musik di Jakarta dan mempekerjakan orang lain untuk usahanya tersebut. Peredaran usaha dari jasa tersebut adalah sebesar Rp1 miliar. Nona Adela telah menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak 3 bulan sejak awal Tahun Pajak 2022. Dalam hal ini Nona Amelia boleh menghitung penghasilan neto atas penghasilan yang diperolehnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto karena peredarannya kurang dari Rp4,8 miliar dan memilih untuk tidak dikenakan pajak UMKM.
Persentase penghasilan neto jasa pendidikan kebudayaan di kota Jakarta adalah sesuai dengan norma KLU 85420 untuk 10 ibukota provinsi yaitu sebesar 30%. Penghasilan Neto dari jasa pendidikan kebudayaan:
Penghasilan Neto 30% x Rp1.000.000.000,00 |
| = Rp300.000.000,00 |
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun untuk diri Wajib Pajak sendiri |
| = Rp 54.000.000,00 |
Penghasilan Kena Pajak |
| = Rp246.000.000,00 |
Pajak Penghasilan Terutang |
|
|
5% x Rp60.000.000,00 | = Rp 3.000.000,00 |
|
15% x Rp186.000.000,00 | = Rp27.900.000,00 |
|
Total PPh 25/29 terutang |
| = Rp30.900.000,00 |
Contoh Orang Pribadi Musisi Pegawai Tetap
Tuan Dika, adalah seorang musisi yang berada di bawah Manajemen Cahaya. Setiap bulan menerima penghasilan berupa gaji sebulan sebesar Rp5.750.000,00 dengan iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Tuan Dika telah menikah dan belum memiliki anak. Berapakah PPh terutang atas Tuan Dika?
Penghasilan Bruto |
|
|
Gaji Pokok |
| Rp 5.750.000,00 |
Pengurangan : |
|
|
Biaya Jabatan |
|
|
(5% x Rp5.750.000) | (Rp287.500,00) |
|
Iuran pensiun | (Rp200.000,00) + |
|
|
| (Rp 487.500,00) |
Penghasilan Neto |
| Rp 5.262.500,00 |
Penghasilan Neto setahun |
|
|
12 x Rp5.262.500,00 |
| Rp63.150.000,00 |
PTKP: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Total PTKP |
| (Rp58.500.000,00) |
Penghasilan Kena Pajak Setahun |
| Rp 4.650.000,00 |
PPh Pasal 21 Terutang |
|
|
(0 - 60.000.000) x 5% | 5%xRp4.650.000,00 | Rp 323.500,00 |
PPh Pasal 21 Terutang sebulan |
|
|
Rp232.500,00 : 12 |
| Rp 19.375,00 |
Contoh Royalti
Nona Kayla (ber-NPWP) adalah seorang musisi yang memiliki hak cipta atas rekaman lagunya dalam bentuk DVD, kaset, dsb. Atas setiap penjualan rekaman tersebut, Nona Kayla mendapat royalti sebesar 20%. Royalti yang didapat pada bulan Mei 2023 mencapai Rp100.000.000. Maka, PPh 23 yang dipotong atas royalti tersebut adalah sebesar:
- 15% x Rp100.000.000 = Rp15.000.000,00; atau
- 15%x 40% x Rp100.000.000 = Rp6.000.000,00 (jika Nona Kayla menghitung penghasilan neto menggunakan NPPN dan memberitahukan pemberitahuan penggunaan NPPN kepada pemotong)
Contoh Memiliki Kursus Musik
Nona Melodi, seorang musisi, memiliki kursus musik dengan peredaran bruto setahun sebesar 2 miliar Rupiah. Karena omzet Nona Melodi di bawah 4,8 miliar dan Nona Melodi memilih untuk dikenakan pajak final 0,5% sesuai PP 55 Tahun 2022, maka perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
Pajak terutang : 0,5% x Rp2.000.000.000,00 = Rp1.000.000,00
Contoh musisi yang menyerahkan jasa bermain musik
Tuan Hernawan (status TK/0) di Jakarta adalah seorang musisi yang hanya menyerahkan jasa bermain musik ke pihak lain baik perorangan atau perusahaan. Tuan Hernawan tidak mempunyai usaha lain selain jasa bermain musik tersebut. Selama tahun 2023 Tuan Hernawan memperoleh penghasilan sebagai berikut:
- Bulan Januari 2023 (dari PT A) Rp60.000.000,00
- Bulan Maret 2023 (dari PT B) Rp50.000.000,00
- Bulan September 2023 (dari PT C) Rp70.000.000,00
- Bulan Desember 2023 (dari perorangan) Rp40.000.000,00
Berapa Pajak Penghasilan yang dipotong oleh perusahaan?
- Dipotong PT A: 5% x 50% x 60.000.000= Rp1.500.000,00
- Dipotong PT B: 5% x 50% x 50.000.000= Rp1.250.000,00
- Dipotong PT C: 5% x 50% x 70.000.000= Rp1.750.000,00
- Tidak dipotong pajak oleh perorangan (kecuali yang ditunjuk sebagai pemotong)
Total pemotongan PPh Rp4.500.000,00
Berapa Pajak Penghasilan terutang?
Jasa musik termasuk dalam kriteria pekerjaan bebas sehingga walaupun omzet masih kurang dari Rp4.800.000.000,00 Wajib Pajak tidak boleh menghitung PPh terutang dengan menggunakan tarif PPh final 0,5%.
Tuan Hernawan bisa menghitung penghasilan neto dengan norma penghitungan penghasilan neto sebagai berikut:
Penghasilan neto = % Norma x peredaran bruto
(Norma KLU 85420 untuk 10 ibukota provinsi yaitu sebesar 30%)
Penghasilan neto = 30% x 220.000.000
= Rp66.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto – PTKP
= 66.000.000 – 54.000.000
= 12.000.000
PPh terutang = 5% x 12.000.000
= Rp600.000,00
PPh terutang lebih kecil dari PPh yang telah dipotong sehingga dalam pelaporan SPT Tahunan akan terjadi lebih bayar.
- 11220 kali dilihat