Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala Daerah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. (Menurut ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004).
Berdasarkan ketentuan perpajakan, kepala daerah termasuk dalam kriteria pegawai yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri. Kepala daerah dikategorikan sebagai pegawai tetap karena menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. (PER-16/PJ/2016).
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP)
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPh)
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Kepala Daerah sebagai pegawai tetap menerima penghasilan berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. Atas penghasilan yang diterima oleh kepala daerah yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN/ APBD terutang PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah atas beban APBN atau APBD. Sedangkan atas penghasilan honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.
Pada dasarnya seorang Kepala Daerah mempunyai hak dan kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hak-hak dimaksud antara lain:
- Wajib Pajak berhak mendapatkan pelayanan yang baik dalam memenuhi ketentuan perpajakan
- Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak atau pengembalian atas pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
- Dalam hal dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak berhak antara lain:
- meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor
- meminta kepada Pemeriksa untuk menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan
- melihat tanda pengenal Pemeriksa
- mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
- meminta rincian atau penjelasan terkait perbedaan antara temuan hasil pemeriksaan dengan SPT
- menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
- hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
- mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
- Hak untuk mengajukan pembetulan atas SPT
- Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan apabila sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, sepanjang mulainya penyidikan belum disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
- Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT walaupun sedang dilakukan pemeriksaan, sepanjang pemeriksa belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
- Hak untuk mengajukan pembetulan, keberatan, banding dan peninjauan kembali
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar
- Hak untuk mengajukan pembatalan pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa melalui penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
- Hak untuk membayar atau melunasi kerugian pada pendapatan negara dalam tahap penyidikan maupun persidangan apabila Wajib Pajak sedang dilakukan tindakan penyidikan atau persidangan atas tindak pidana perpajakan.
- Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak yaitu:
- SPT, laporan keuangan dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak
- Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
- Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan Wajib Pajak yang berlaku
- Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak
- Hak untuk mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak
- Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pelaporan SPT Tahunan
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PBB
- Hak untuk diberikan pembebasan pajak, sesuai ketentuan yang berlaku
- Hak untuk mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
- Hak untuk mendapat pajak ditanggung pemerintah, sesuai ketentuan yang berlaku
- Hak untuk mendapatkan insentif pajak
Kewajiban Kepala Daerah dan Instansi Pemerintah sebagai pemotong PPh Pasal 21 antara lain sebagai berikut:
- Kepala Daerah wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 pada saat mulai bekerja. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya. (Pasal 22 PER-16/PJ/2016)
- Pemotong PPh Pasal 21 wajib menghitung, memotong, menyetorkan. dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender.Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasa l 26 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap Masa Pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal 22 PER-16/PJ/2016)
- Pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir. Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan paling lama 1 [satu] bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja. Pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh Pasal 21 selain Pegawai Tetap. Dalam hal dalam 1 (satu) bulan kalender , kepada satu penerima penghasilan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) bulan kalender. (Pasal 23 PER-16/PJ/2016)
- PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Pemotong PPh Pasal 21 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong PPh Pasal 21 terdaftar. paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. (Pasal 24 PER-16/PJ/2016)
- Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final. (Pasal 25 PER-16/P J/2016).
Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Kepala Daerah yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan akan dikurangkan dengan biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp500.000,00 sebulan atau Rp6.000.000,00 setahun.
Setelah itu dikurangkan dengan iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Akan didapatkan penghasilan neto dan penghasilan neto ini kemudian dikurangkan dengan PTKP untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikalikan dengan tarif untuk mendapatkan pajak penghasilan terutang. (Pasal 10 PER-16/PJ/2016)
Tarif yang dikenakan kepada Kepala Daerah adalah sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh yaitu sesuai dengan lapisan penghasilan kena pajak:
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak
- Sampai dengan 60.000.000 5%
- di atas 60.000.000 s.d. 250.000.000 15%
- di atas 250.000.000 s.d. 500.000.000 25%
- di atas 500.000.000 s.d. 5.000.000.000 30%
- diatas 5.000.000.000 35%
Untuk lebih jelasnya berikut bagan perhitungan PPh untuk Kepala Daerah:
Penghasilan Bruto Setahun |
|
xxx |
Biaya jabatan 5% x penghasilan bruto setahun (maksimal 500.000 sebulan atau 6.000.000 setahun) |
(xxx) |
|
Iuran tunjangan hari tua/jaminan hari tua |
(xxx) |
|
Iuran pensiun |
(xxx)+ |
|
|
|
(xxx) |
Penghasilan Netto |
|
xxx |
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
|
|
(xxx) |
Penghasilan Kena Pajak |
|
xxx |
Dilakukan tarif untuk setiap lapisan penghasilan: (0-60.000.000)x 5% (>60.000.000-250.000.000) x 15% (>250.000.000-500.000.000) x 25% (>500.000.000- 5.000.000.000) x 30% (>5.000.000.000) x 35% Didapatlah pajak penghasilan terutang |
|
xxx |
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD tersebut diatas, ditanggung oleh Pemerintah atas beban APBN atau APBD.
Pada akhir tahun, jumlah PPh terutang yang telah dipotong/ ditanggung oleh pemerintah dapat dikreditkan sebagai pengurang penghasilan dalam menghitung PPh 25/29 pada akhir tahun. (Pasal 25 PER-16/PJ/2016)
Sementara itu, atas penghasilan Kepala Daerah berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong PPh Pasal 21 bersifat final oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.
Contoh Kasus
Tuan Surya adalah seorang Kepala Daerah. Setiap bulan menerima penghasilan berupa gaji sebulan sebesar Rp10.000.000,00 dengan iuran pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Tuan Surya telah menikah dan belum memiliki anak. Berapakah PPh terutang atas Tuan Surya?
Penghasilan Bruto | Rp10.000.000 | |
Biaya jabatan 5% x Rp10.000.000 | (500.000) | |
Iuran pensiun | (200.000)+ | |
(Rp700.000) | ||
Penghasilan Netto | Rp9.300.000 | |
Penghasilan Netto Setahun Rp9.300.000 x 12 | Rp111.600.000 | |
PTKP -Untuk diri WP OP Rp54.000.000 -tambahan untuk WP Kawin Rp4.500.000 | (Rp58.500.000) | |
PKP | Rp53.100.000 | |
Dilakukan tarif untuk setiap lapisan penghasilan: (0-50.000.000)x 5% (>50.000.000 -250.000.000) x 15% PPh terutang sebulan 2.965.000 : 12 | 50.000.000 x 5% 3.100.000 x 15% |
Rp2.500.000 Rp 465.000
Rp247.083,33 |
- 2520 kali dilihat