
"Halo, Guys! Rendy di sini," sapa Penyuluh Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Depok Sawangan Rendy Brayen Latuputty ketika tampil sebagai narasumber pada kegiatan edukasi perpajakan bertajuk InsTax Live. Mengusung tema "Jadi Influencer, Ada Pajaknya?", acara ini disiarkan secara langsung melalui akun Instagram @pajakdepoksawangan dari Depok (Rabu, 10/8).
Tema tersebut diusung lantaran di era kiwari banyak anak muda yang memilih pekerjaan sebagai content creator. Diharapkan, InsTax Live kali ini dapat memberikan pemahaman mengenai hak dan kewajiban perpajakan profesi yang mereka jalani.
Mendampingi Rendy, Aprilia Hari Widiana, Penyuluh Pajak KPP Pratama Depok Sawangan juga tampil sebagai narasumber pada gelaran yang telah menginjak episode kesebelas ini. Keduanya dipandu berbincang-bincang selama lebih kurang 30 menit oleh pemandu acara Della Pertiwi Anggraini.
Aprilia menegaskan, "Pajak content creator bukanlah jenis pajak baru. Sudah diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)," sambungnya.
Content creator, ucap Aprilia, merupakan orang yang bekerja membuat konten, bisa berupa tulisan, gambar, audio, video, maupun gabungannya, di berbagai platform media sosial. "Mereka juga biasa disebut sebagai influencer karena memiliki banyak pengikut dan dapat memengaruhi para pengikutnya. Nah, karena hal tersebut, para pengiklan kerap memakai jasa mereka untuk mempromosikan atau endorse produknya," paparnya.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang berprofesi sebagai content creator, termasuk influencer, kata Aprilia, tergolong sebagai wajib pajak yang melakukan pekerjaan bebas. "Masuk kategori pekerja seni, seperti halnya artis, penyanyi, dan seniman," terangnya.
Menurut Aprilia, terdapat empat kewajiban perpajakan bagi content creator, mulai dari mendaftar Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung PPh terutang, menyetorkan PPh ke kas negara, hingga melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
"Untuk menghitung PPh terutang, kita harus cari dulu penghasilan bersih. Kemudian, penghasilan bersih ini kita kurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga didapatlah penghasilan kena pajak. Nah, PPh terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak," beber wanita yang mengenakan busana ala remaja Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok (SCBD) tersebut.
Rendy menambahkan, untuk mendapatkan penghasilan bersih (neto), wajib pajak perlu mengurangkan penghasilan bruto dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. "Dalam ketentuan perpajakan, istilahnya menyelenggarakan pembukuan," ungkapnya.
Namun, lanjut Rendy, apabila penghasilan wajib pajak dalam setahun belum melebihi Rp4,8 miliar, ada alternatif lain yang dapat digunakan untuk mencari penghasilan bersih. "Bisa dengan mengalikan persentase tertentu dengan penghasilan bruto," jelasnya.
"Persentase tertentu tersebut merupakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Biasa kita sebut norma," imbuh Rendy.
Acara yang dimulai pukul 15.30 itu pun berakhir sekitar pukul 16.00 WIB. Meskipun demikian, rekaman video gelaran ini dapat disaksikan pada akun Instagram @pajakdepoksawangan.[rbl/djp]
Pewarta: Rendy Brayen Latuputty |
Kontributor Foto: Tim Dokumentasi KPP Pratama Depok Sawangan |
Editor: Mutia Ulfa |
- 148 kali dilihat