Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Utara melalui delapan kantor pelayanan pajak (KPP) di bawahnya merencanakan kegiatan blokir terhadap rekening para penunggak pajak secara serentak di Jakarta Utara tanggal 26 Juni sampai 4 Juli 2025. Untuk kelancaran kegiatan tersebut dilaksanakan Forum Group Discussion (FGD) dengan peserta person in charge (PIC) beberapa bank terkait di Aula Kanwil DJP Jakarta Utara, Jakarta (Rabu, 11/6).

Sebanyak 878 surat permintaan blokir direncanakan untuk diajukan pada 17 s.d. 19 Juni 2025. Seluruh surat tersebut terdiri dari 139 wajib pajak penunggak pajak dengan nilai tunggakan pajak sebesar Rp176.405.802.346,00 (seratus tujuh puluh enam miliar empat ratus lima juta delapan ratus dua ribu tiga ratus empat puluh enam rupiah). Kegiatan dilakukan dengan mengajukan permintaan pemblokiran rekening wajib pajak dan penanggung pajak kepada 53 kantor pusat dan daerah lembaga jasa keuangan (LJK) sektor perbankan.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara, Wansepta Nirwanda, mengatakan, “sebagai salah satu tindakan penagihan (pajak) aktif, pemblokiran dilakukan untuk memberikan efek jera kepada wajib pajak yang tidak kooperatif. Sebelumnya, kami telah melakukan berbagai upaya persuasif dan memberikan edukasi, tetapi wajib pajak tidak memiliki iktikad baik untuk melunasi utang pajaknya sehingga terpaksa rekeningnya diblokir,” ungkapnya.

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan hingga menjual barang yang telah disita. Salah satu tindakan penagihan aktif yaitu pemblokiran rekening wajib pajak dan penanggung pajak.

Blokir serentak merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan peningkatan kepatuhan pajak yang diinisiasi Kanwil DJP Jakarta Utara demi mengamankan penerimaan negara di tahun 2025 melalui pencairan piutang pajak. Sebelum dilakukannya pemblokiran, juru sita pajak negara (JSPN) telah melakukan serangkaian tindakan penagihan aktif lainnya, dimulai dari pemberitahuan surat teguran dan penyampaian surat paksa, tetapi penanggung pajak tidak melunasi tunggakan pajaknya.

DJP memiliki kewenangan untuk meminta bank memblokir rekening nasabahnya sebagai langkah awal sebelum dilakukannya tindakan penyitaan. Ketentuan ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Tata cara pemblokiran diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara menegaskan bahwa penanggung pajak yang rekeningnya diblokir masih memiliki kesempatan untuk melunasi tunggakan pajak. “Blokir rekening masih dapat dicabut dan tidak dilanjutkan dengan penyitaan jika penanggung pajak dapat memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Ayat (1) PMK Nomor 61 Tahun 2023,” imbuh Wanda.

Lebih lanjut, Wanda menyampaikan bahwa tindakan penegakan hukum berupa penagihan pajak merupakan suatu bentuk keadilan bagi wajib pajak yang telah menjalankan kewajiban pajak sesuai ketentuan. Penegakan hukum mendorong wajib pajak lainnya untuk lebih patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 

Pewarta: Dara Fakhirah
Kontributor Foto: Muhammad Fathur
Editor: Gusmarni Djahidin

*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.