Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II menggandeng Ria FM Solo  menggelar gelar wicara terkait Perubahan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Surakarta (Rabu, 13/4). Wieka Wintari dan Surono, Fungsional Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Tengah II menjadi narasumber dalam gelar wicara kali ini.

“Perubahan tarif PPN menjadi salah satu poin perubahan UU PPN yang masuk dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku pada 1 April 2022 dan 12% mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025,” kata Wieka membuka gelar wicara kali ini.

Wieka kemudian menjelaskan bahwa Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) antara lain mengatur tentang perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). Perubahan UU PPN itu antara lain pengaturan kembali objek PPN, kemudahan dan kesederhanaan, pengkreditan pajak masukan, dan kenaikan tarif. 

Sebagai informasi, UU HPP setidaknya mengatur 2 kebijakan baru terkait pajak atas konsumsi tersebut. Pertama, UU HPP mengurangi pengecualian dan fasilitas PPN baik dalam hal barang kena pajak (BKP) maupun jasa kena pajak (JKP). Kendati demikian, ia mengatakan barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya akan diberikan fasilitas dibebaskan PPN. Kedua, tarif PPN naik secara bertahap, yaitu menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

Ia mengatakan kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, tarif PPN di Indonesia yang sebelumnya 10% relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang menerapkan VAT/GST.

Surono pada sesi berikutnya menjelaskan bahwa untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi. Masyarakat yang tidak mampu dan rentan, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mendapatkan dukungan. Di sisi lain upaya penyehatan keuangan negara dilakukan melalui reformasi perpajakan dan pungutan pajak yang adil.

“Penyesuaian tarif PPN dalam UU HPP merupakan bagian tak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal, sebagai pondasi penerimaan pajak yang optimal dan berkelanjutan,” kata Surono
.
Pada sesi terakhir Surono menjelaskan bahwa seluruh fasilitas PPN yang ada dipertahankan dan pemerintah berkomitmen memberikan fasilitas PPN dibebaskan untuk barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa pelayanan sosial. Termasuk pengenaan PPN final untuk kesederhanaan dan kemudahan.

“Memang pemerintah menaikan tarif PPN, namun di sisi lain untuk memperkuat prinsip gotong royong, dalam UU HPP untuk wajib pajak berpenghasilan menengah bawah yang dikenai tarif PPh 5% diberi pelebaran lapis penghasilan kena pajak dari Rp 50 juta menjadi Rp 60 juta; PTKP untuk WP OP UMKM sebesar Rp 500 juta setahun; dan relaksasi sanksi administrasi yang fair dan meringankan,” pungkas Surono.