
Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah menggelar gelar wicara dengan topik penyesuaian tarif PPN bersama dengan TA Radio di Surakarta (Rabu, 20/4). Hal ini bersempena dengan mulai berlakukanya tarif PPN yang baru.
Ketua tim penyuluh Kanwil DJP Jawa Tengah II Timon Pieter mengatakan ini merupakan bagian dari penyuluhan dua arah agar informasi penyesuaian tarif PPN bisa dipahami masyarakat dengan baik.
“UU HPP yang diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2021, antara lain mengatur tentang perubahan UU PPN. Nah khusus untuk kenaikan tarif PPN diatur melalui 2 mekanisme, yakni: per tanggal 1 April 2022 menjadi 11%, dan paling lambat 1 Januari 2025 naik menjadi 12%,” ungkap Timon.
Lebih lanjut Timon menjelaskan hal-hal yang mengalami perubahan di UU PPN itu antara lain adalah pengaturan kembali objek PPN (perubahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dan fasilitas PPN), kemudahan dan kesederhanaan, pengkreditan pajak masukan, dan kenaikan tarif.
Perubahan UU PPN, terutama kenaikan tarif PPN dilatarbelakangi karena Indonesia baru bisa mengumpulkan 63,58% dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut. Hal ini karena masih terdapat barang dan jasa yang belum masuk ke dalam sistem. Selain itu juga disebabkan masih banyaknya fasilitas PPN yang diberikan.
“Untuk memperluas basis pemajakan maka non BKP dan non JKP menjadi BKP dan JKP. Namun demikian perubahan dari Non BKP ke BKP dan Non JKP ke JKP bukan berarti langsung dikenakan 11% yang akan menambah harga dari BKP/JKP tersebut karena mendapatkan fasilitas dibebaskan,” papar Timon lebih lanjut.
Pada kesempatan selanjutnya Wieka Wintari menjelaskan bahwa kenaikan tariff PPN ini harus dilakukan untuk mendukung pemulihan ekonomi. Pemerintah terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi. Masyarakat yang tidak mampu dan rentan, termasuk UMKM mendapatkan dukungan. Di sisi lain upaya penyehatan keuangan negara dilakukan melalui reformasi perpajakan dan pungutan pajak yang adil.
“Reformasi dan konsolidasi penyesuaian tarif PPN dalam UU HPP merupakan bagian tak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal, sebagai pondasi penerimaan pajak yang optimal dan berkelanjutan,” ungkap Wieka.
Selain itu Wieka mengatakan bahwa pemerintah terus memberikan dukungan berupa insentif perpajakan melalui Program PEN dan UU HPP. Seperti untuk wajib pajak berpenghasilan menengah bawah yang dikenai tarif PPh 5% diberi pelebaran lapis penghasilan kena pajak dari Rp 50 juta menjadi Rp 60 juta. PTKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM sebesar Rp 500 juta setahun dan relaksasi sanksi administrasi yang fair dan meringankan. Seluruh fasilitas PPN eksisting dipertahankan dan komitmen memberikan fasilitas PPN dibebaskan untuk barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan; dan jasa pelayanan sosial, termasuk pengenaan PPN Final untuk kesederhanaan dan kemudahan.
- 51 kali dilihat