Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang (KPP Madya Semarang) mengadakan kegiatan sosialisasi perpajakan membahas Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) secara daring di studio KPP Madya Semarang, Semarang (Selasa, 30/11). Nara sumber acara yang dimulai pukul 10.00 WIB sampai dengan 12.00 WIB adalah Penyuluh Pajak KPP Madya Semarang Wahyono dan Fungsional Pemeriksa Pajak Galuh Ken Sandjaja.

Kepala Seksi Pelayanan KPP Madya Semarang Ratna Herawati dalam sambutannya menjelaskan bahwa UU HPP ini mengubah Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN), dan Undang-Undang Cukai.

“Selain itu ada aturan baru yaitu program pengungkapan sukarela (PPS) dan pajak karbon. Pajak karbon itu untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batu bara,” imbuhnya.

Galuh Ken Sandjaja yang akrab disapa Ken menyampaikan bahwa UU PPh mulai berlaku tahun pajak 2022, UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, UU KUP dan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan. “Undang-Undang sudah disahkan oleh Presiden, nomor 7 Tahun 2021, aturan teknis nya masih kita tunggu,” papar Ken.

“PPS berlaku mulai 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, waktu yang cukup singkat karena hanya 6 bulan. Terus pajak karbon, ini adalah sesuatu yang baru, berlaku 1 April 2022, dihitung Rp30,00 per kilo gram nya,” jelas Ken.

Lebih lanjut, kedua nara sumber memaparkan materi Undang-Undang nomor 7 Tahun 2021 mulai dari bab I yaitu azas, tujuan, dan ruang lingkup sampai dengan bab VII tentang cukai.

Antusiasme ratusan peserta yang mengikuti acara ini sangat tinggi. Tercatat puluhan pertanyaan disampaikan oleh peserta baik secara langsung maupun ditulis dalam kolom percakapan.

Beny, salah satu peserta menanyakan kepada nara sumber tentang barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN, contohnya adalah gula. “jadi apakah gula termasuk dalam barang yang dibebaskan? Kemudian aturan pelaksanaan nya apakah telah terbit?” sambung Beny.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Wahyono menjelaskan bahwa fasilitas pembebasan PPN diberikan salah satunya terhadap barang kebutuhan pokok. “Nah, kriteria barang nya seperti apa, peraturan pelaksanaan seperti apa, masih kita tunggu,” jelasnya.

“Tapi prinsipnya, ketika PPN dibebaskan, faktur pajak masukan tidak boleh dikreditkan, kemudian wajib membuat faktur pajak, itu administrasinya,” imbuh Ken.

Lain hal dengan Aris, perwakilan PT Roberta. Ia menanyakan apakah NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Wahyono membenarkan hal tersebut. Sesuai dengan UU HPP, NPWP orang pribadi menggunakan NIK. “Teknis nya, akan kami sampaikan segera,” tegasnya.

Peserta lain, Bambang Tri menanyakan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan peredaran usaha dibawah 500 juta dibebaskan dari pembayaran PPh dan apakah tarif PPh final apabila peredaran usaha di atas 500 juta tersebut sama dengan tahun lalu.

“500 juta digunakan oleh WP OP itu sesuai PP 23 2018, tarifnya 0,5%, ketika lebih, anggap saja 600juta, maka omset sampai dengan 500 juta tidak dikenakan pajak, 100 juta nya baru dikenakan PPh final. Semacam PTKP,” jawab Ken.

Akhir acara, kedua nara sumber berjanji akan memberikan edukasi terkait aturan pelaksanaan bila sudah diterbitkan. Acara ditutup dengan pemberian bingkisan kepada lima peserta peraih nilai post test tertinggi.