Di kabupaten Sambas, terdapat dua klaster besar jasa konstruksi. Pertama, pengusaha jasa konstruksi yang bertransaksi dengan pemerintah atau bendahara. Kedua, pengusaha jasa konstruksi yang bertransaksi dengan non-bendahara, misalnya perusahaan-perusahaan kelapa sawit, baik perkebunan maupun pabrik.

"Banyak pertanyaan terkait mengapa yang ikut tender/lelang mewajibkan PKP, padahal omset para pengusaha tidak ada yang melampaui Rp4,8 milyar setahun. Beberapa wajib pajak menganggap bahwa pengukuhan PKP terhadap para pengusaha dengan omset di bawah Rp4,8 miliar tersebut menyalahi ketentuan," kata Kasi Pengawasan dan Konsultasi II  KPP Pratama Singkawang Andreas Joko Putranto pada kegiatan sosialisasi kepada peserta sosialisasi di Aula Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sambas (25/4).

Terkait kewajiban PKP, dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPN dinyatakan bahwa pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Namun, bukan berarti pengusaha dengan omset di bawah itu tidak boleh dikukuhkan menjadi PKP. Yang patut diingat adalah Pasal 3A ayat (1a) undang-undang yang sama menyatakan bahwa Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Sebagai konsekuensinya, maka sesuai dengan Pasal 3A ayat (2), pengusaha tersebut wajib melaksanakan ketentuan yang mengatur mengenai PKP, baik itu menerbitkan faktur, memungut PPN, membayar, dan melaporkan PPN.

Dengan adanya penjelasan dari KPP ini, diharapkan tidak akan terjadi polemik lagi terkait syarat dikukuhkan menjadi PKP.