Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menggelar acara "Dialog Perpajakan bersama Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak)" dengan 250 wajib pajak penentu penerimaan nasional di Aula Cakti Buddhi Bhakti Gedung Mar'ie Muhammad Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta (Selasa, 10/12).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan bahwa institusinya mendorong adanya kesepahaman dalam memahami peraturan perpajakan, mengurangi sengketa (dispute), dan membangun kepercayaan publik. "Bukan lembaga yang ditakuti, namun yang dipercaya dan kredibel," ungkap Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam sambutannya pada acara tersebut.

Senada dengan Suryo, pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan bahwa perpajakan Indonesia hendaknya menyongsong era baru dengan filosofi yang lebih terbuka, transparan, adil, dan sederhana. "Wajib pajak tidak perlu merasa ketakutan dan seperti dikerjar-kejar, di satu sisi Ditjen Pajak juga harus adil," ujarnya.

Selanjutnya Yustinus mengatakan, dari sisi praktik perpajakan perlu menerapkan nilai 3C, yaitu clarity (kejelasan arah kebijakan perpajakan), certainty (kepastian hukum) dan consistency (konsistensi dalam pelaksanaan ketentuan dan kebijakan perpajakan).

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa dari sisi paradigma, saat ini perubahan kebijakan perpajakan banyak didorong dari inisiatif internal Ditjen Pajak. "Ini merupakan hal yang bagus," terangnya. Hal ini menandakan bahwa Ditjen Pajak secara institusi terus berinistiatif mendorong perbaikan sistem perpajakan.

Yustinus mencontohkan beberapa inisiatif yang dilakukan yaitu penerapan Compliance Risk Management untuk meningkatkan sistem pengawasan perpajakan yang adil, transparan dan objektif. Dia juga menyebut usulan draft Undang-Undang Omnibus Law sebagai salah satu instrumen untuk mendorong perekonomian dan kemudahan investasi.

Selanjutnya, direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu juga mendorong agar Nomor Induk Kependudukan (NIK) harus menjadi identitas tunggal (single identification). "Sistem ini akan mendukung meningkatnya kepatuhan pajak," ungkapnya.

Dengan identitas tunggal, Ditjen Pajak akan lebih mudah dalam mendapatkan dan memanfaatkan data internal dan eksternal. Dampaknya, pengawasan kepada wajib pajak lebih efektif.

Sebelumnya, Suryo mengatakan dialog ini diperlukan sebagai sarana untuk menyampaikan kondisi perpajakan terkini dan arah kebijakan perpajakan di masa depan, khususnya di 2020. Suryo berharap dialog ini dapat memperkuat sinergi dan membangun kepercayaan yang lebih baik antara Ditjen Pajak dan wajib pajak serta publik secara luas. (dhna)