“Belanja jasa yang nilainya kecil, misalnya belanja perbaikan laptop yang hanya menghabiskan dana Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), apakah juga diotong pajak?” tanya Dhita Munjayana, salah satu peserta sosialisasi Bendahara Desa se-Kecamatan Wuryantoro di Balai Desa Mlopoharo, Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri (Kamis, 16/3).

Menanggapi pertanyaan tersebut, Penyuluh Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo Arum Setyo Mestuti menjelaskan bahwa belanja jasa dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Berbeda dengan PPh Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan atas belanja dengan nilai lebih dari Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah), belanja jasa tidak ada batasannya. Berapapun nominal belanja jasanya, tetap dikenakan PPh Pasal 23.

Tarif PPh Pasal 23 adalah 2% dikalikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP merupakan nilai belanja tidak termasuk PPN.

“Jika rekanan tidak memiliki NPWP, maka tarif PPh Pasal 23 menjadi 100% lebih tinggi, atau menjadi 4%,” ungkap Arum.

Misalnya, belanja servis laptop dengan nilai belanja Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), maka PPh Pasal 23 yang diptotong yaitu 2% dikali Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), hasilnya Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah). Namun, jika rekanan tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 23 yang dipotong menjadi 4% dikali Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), yaitu Rp 4.000,00 (empat ribu rupiah).

“PPh Pasal 23 disetorkan menggunakan NPWP bendahara desa. Bendahara desa wajib menerbitkan bukti potong untuk diberikan kepada rekanan,” tutup Arum.

Pewarta: Supriyanto
Kontributor Foto: Sri Muryani
Editor: Waruno Suryohadi