Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II resmi menghentikan proses penyidikan terhadap tersangka tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh SSN yang mewakili perusahaan PT IDS (Rabu, 21/5). Penghentian tersebut dilakukan setelah tersangka memenuhi seluruh kewajiban pajak yang tertunggak, termasuk pembayaran pokok pajak dan denda administratif yang dibebankan.

Langkah penghentian ini diawali dengan gelar perkara yang dilaksanakan pada Rabu, 30 April 2025 dengan sebelumnya telah melakukan rapat bersama yang melibatkan berbagai instansi penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, serta Direktorat Penegakan Hukum DJP Pusat. Rapat tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa semua ketentuan penghentian penyidikan telah dipenuhi dengan tepat.

Dalam gelar perkara yang dilaksanakan di Kanwil DJP Jawa Tengah II, penyidik menjelaskan bahwa langkah penghentian penyidikan ini didasari oleh permohonan tersangka SSN yang telah melakukan penyetoran kewajiban perpajakan, serta upaya untuk meningkatkan penerimaan negara. Permohonan ini diajukan kepada Menteri Keuangan, yang kemudian diteruskan kepada Jaksa Agung.  "Keputusan ini menggambarkan efektivitas penegakan hukum yang berbasis pada pemulihan kerugian negara dan dorongan untuk kesadaran wajib pajak," ungkapnya.

Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 2025, tertanggal 21 April 2025, Jaksa Agung menyetujui penghentian penyidikan atas tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh SSN, mengingat peran penting kepatuhan wajib pajak dalam mendukung stabilitas fiskal negara.

Kasus ini berawal dari tindakan tersangka SSN melalui PT IDS  yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, yaitu dengan sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Tindakan ini juga mencerminkan pendekatan hukum yang berlandaskan pada asas ultimum remedium, yaitu penggunaan jalur hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah semua opsi penyelesaian lain telah dipertimbangkan.

Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II, Etty Rachmiyanthi, menambahkan bahwa penghentian ini menunjukkan kerja sama dan sinergi yang solid antara berbagai aparat penegak hukum untuk mencapai penyelesaian sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 44B UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan terhadap tindak pidana perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan, dengan syarat bahwa wajib pajak atau tersangka telah melunasi semua kerugian negara.

"Pengajuan penghentian penyidikan dapat dilakukan setelah wajib pajak atau tersangka melunasi kerugian pada pendapatan negara yaitu jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan/atau jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah pajak tersebut," imbuh penyidik pajak.

DJP berharap langkah ini akan memberikan efek jera dan memperkuat kesadaran para wajib pajak akan pentingnya mematuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tepat, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Pewarta: Drajad Ulung Rachmanto
Kontributor Foto: Uki Tenny Wiharjo
Editor: Waruno Suryohadi

*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.