
"Saya ingin membuat NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang berbeda dengan suami," ungkap salah satu pengunjung kepada petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo di Sukoharjo (Kamis, 25/8). Calon wajib pajak yang bernama Linda Nurjanah ini ingin menjalankan kewajiban perpajakan terpisah dengan suami.
Menurut keterangan dari Linda, ia akan membuat NPWP untuk memenuhi persyaratan administrasi lamaran pekerjaan pada sebuah perusahaan swasta. Sebagaimana diketahui bahwa sistem pengenaan pajak di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Sebagai seorang istri yang suaminya sudah ber-NPWP, Linda dapat menggunakan NPWP suaminya. Namun, ia tetap memilih untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sendiri yang terpisah dari suaminya.
Menanggapi hal tersebut, Laurencia Lenny Widyawati, pegawai KPP Pratama Sukoharjo yang sedang bertugas di TPT, menjelaskan konsekuensinya jika seorang istri memilih menjalankan kewajiban perpajakan terpisah dengan suami. "Nanti lapor SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan-nya masing-masing ya, Bu," kata Lenny.
Lebih lanjut Lenny menjelaskan bahwa penghitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami-istri dan masing-masing memikul beban pajak yang sebanding dengan besarnya penghasilan neto. Dengan penjelasan tersebut, Linda tetap ingin mendaftar NPWP atas namanya sendiri.
Melalui laman ereg.pajak.go.id, Lenny mengunggah berkas wajib pajak berupa scan NPWP suami, scan buku nikah, dan scan surat pernyataan menghendaki menjalankan kewajiban perpajakan terpisah sebagai syarat yang harus dipenuhi. Setelah pendaftaran NPWP berhasil, ia mengingatkan kembali akan kewajiban pelaporan SPT Tahunan yang harus disampaikan oleh wajib pajak paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak, dalam hal ini 31 Maret tahun berikutnya.
Pewarta: Supriyanto |
Kontributor Foto: Febiani Widi Hastuti |
Editor: Muhammad Afif Fauzi |
- 4171 kali dilihat