
Kanwil DJP Jawa Barat I kembali mengadakan acara Bincang Pajak di studio PRFM Bandung (Jumat, 7/8). Kali ini topik yang diangkat adalah Aspek Perpajakan Content Creator.
Dua narasumber hadir dari KPP Pratama Cimahi yaitu Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III Indro Sadono dan Masykur, Account Representative Seksi Pengawasan dan Konsultasi II.
“Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak sektor usaha yang tidak dapat melangsungkan kegiatan perekonomian. Namun ada beberapa sektor yang tidak terdampak oleh adanya pandemi Covid-19 ini. Sektor tersebut pada umumnya merupakan sektor yang menjalankan usahanya dengan memanfaatkan media digital seperti content creator," kata Indro.
Content creator adalah profesi yang mendesain, memproses segala sesuatu dalam bentuk visual, dan/atau audio dengan media tayang yang dapat ditransmisi kepada pihak lain melalui jaringan internet. Adapun yang termasuk sebagai profesi content creator antara lain Desainer Grafis, Desainer Situs, Fotografer, Videografer, Selebgram, Youtuber, Web Developer serta Web Programmer.
"Seorang content creator mempunyai kewajiban perpajakan yang sama dengan profesi yang lain. Untuk memenuhi kewajiban perpajakan tersebut, hal pertama yang harus dilakukan ialah mendaftarkan diri ke KPP tempat wajib pajak tinggal," lanjut Indro.
Indro juga menyebutkan bahwa ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mendaftarkan NPWP. Yang pertama secara daring melalui situs ereg.pajak.go.id, dan yang kedua yaitu dengan mendaftarkan diri secara langsung ke KPP. Namun, dikarenakan kondisi pandemi maka saat ini pendaftaran NPWP hanya dapat dilakukan secara daring.
“Setelah terdaftar, langkah berikutnya yaitu menghitung jumlah pajak yang terhutang. Apabila content creator bekerja atas nama sendiri (pekerjaan bebas) maka penghitungan pajaknya dapat menggunakan norma penghitungan sebesar 50%,” tambah Masykur.
Contohnya seorang YouTuber mendapatkan penghasilan kotor sebesar 100 juta rupiah dalam satu tahun. Maka penghasilan nettonya adalah 50 juta rupiah. Penghasilan netto tersebut kemudian dikurangi dengan PTKP, didapatlah penghasilan kena pajak. Untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, penghasilan kena pajak tersebut dikalikan dengan tarif progresif sesuai dengan tarif progresif Pasal 17 UU PPh.
Pajak yang terutang terebut selanjutnya disetorkan ke bank persepsi dengan membuat billing terlebih dahulu. Billing dapat dibuat melalui djponline.pajak.go.id atau dengan datang langsung ke KPP/KP2KP tempat terdaftar.
"Setelah pajak disetorkan, langkah terakhir yang harus dilakukan yaitu melaporkannya pada SPT Tahunan paling lambat 31 Maret bagi Orang Pribadi dan 30 April bagi Wajib Pajak Badan," pungkas Indro. (AMH)
- 666 kali dilihat