
Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat menggelar acara Dialog dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) serta Sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) secara hybrid, luring dan daring, di Aula Harmoni Jalan Tomang Raya Jakarta Barat (Rabu, 15/12).
Kegiatan yang juga disiarkan secara langsung di kanal Youtube Kanwil DJP Jakarta Barat ini diikuti oleh 33 Wajib Pajak secara luring dan sekitar 870 Wajib Pajak secara daring yang merupakan Wajib Pajak Besar di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Barat.
Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat Suparno dalam sambutannya menyampaikan bahwa sampai dengan saat ini penerimaan pajak di wilayah kerja Kanwil DJP Jakarta Barat masih didominasi oleh Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 55 % dari total Peneriman Pajak Kanwil DJP Jakarta Barat. Melalui dialog ini diharapkan akan menghasilkan kerja sama yang baik antara Kanwil DJP Jakarta Barat dengan para Pengusaha yang tergabung dalam APINDO dan KADIN.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Suryadi Sasmita menyampaikan bahwa pengusaha Indonesia harus kerja keras untuk sukses. Pemerintah sudah sangat support dengan kebijakan-kebijakan insentif dan fasilitas. Suryadi mengajak pengusaha untuk segera mengikuti Program Pengungkapan Sukarela sejak awal serta tidak lupa meminta pengusaha untuk bersatu membayar pajak agar Indonesia bisa menjadi negara maju.
Sementara itu Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal memaparkan materi Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Yon Arsal menyampaikan bahwa di tengah upaya mewujudkan Indonesia maju pada tahun 2045, diperlukan penguatan reformasi struktural yang didukung dengan reformasi fiskal untuk penguatan fondasi ekonomi dengan memanfaatkan faktor demografi yang dijadikan momentum reformasi.
Pandemi Covid-19 mengguncang perekonomian dan menimbulkan tekanan fiskal yang signifikan. Sampai dengan saat ini, APBN telah bekerja keras untuk menahan agar pemburukan tidak terjadi terlalu dalam. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi dampak pemulihan perekonomian pascapandemi yang masih dibayangi ketidakpastian, reformasi perpajakan yang mendorong sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel menjadi semakin diperlukan. Untuk itulah, UU No.7 Tahun 2021 atau disebut UU HPP lahir.
UU HPP sendiri adalah suatu bekal untuk meneruskan perjalanan Indonesia maju yang mengalami disrupsi yang luar biasa akibat Covid-19. Reformasi yang dilakukan pada masa pandemi ini diharapkan menjadi momentum yang tepat untuk mengantisipasi dampak ketidakpastian ekonomi global dan diharapkan dapat menjadi instrumen multidimensional objektif, yaitu fungsi penerimaan pajak yang dibarengi dengan pemberian insentif untuk mendukung dunia usaha pulih, tetapi tidak menjadikan administrasinya semakin sulit.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak diproyeksikan mampu meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak menyampaikan SPT. PPS merupakan pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela. Program ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.
Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui:
1. Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak; dan
2. Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor menyampaikan Semangat dari diterbitkannya UU HPP ini, negara bersama dengan unsur-unsur stakeholder, berusaha memanfaatkan momen dgn melakukan reformasi regulasi untuk meningkatkan perekonomian yang sempat terpuruk akibat pandemi.
Mudah-mudahan keperpihakan kepada masyarakat menengah ke bawah maupun semangat gotong royong para pengusaha yang lebih beruntung untuk bisa menjadi subsidi silang untuk kita bisa menghasilkan penerimaan negara yang sustainable sehingga kita bisa melaksanakan pembangunan negara yang lebih baik.
- 16 kali dilihat