Catatan Redaksi: Rubrik Feature atau Karangan Khas merupakan jenis konten yang disediakan untuk liputan berita atau peristiwa ihwal tugas dan fungsi layanan administrasi perpajakan, dengan menitikberatkan tema human interest, yang dikemas dengan gaya bahasa yang lebih ringan, renyah, dan luwes, yang berbeda dari gaya bahasa berita lempang (straight news). Feature dapat berupa kisah yang inspiratif, menyentuh hati, lucu, dan menggelitik.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap para pegawai Direktorat Jenderal Pajak peserta lomba esai integritas dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2023 di lingkungan Kementerian Keuangan, kami telah menyeleksi sejumlah esai yang layak dimuat di situs pajak.go.id. Secara berkala, kami akan menayangkan tulisan terpilih dimaksud, di rubrik Feature. Kami mengedit seperlunya tanpa mengubah substansi naskah asli. Dengan berbagai pertimbangan, nama penulis, tokoh, dan tempat kejadian tidak kami cantumkan. Semoga bermanfaat.

---

“Istirahat dulu, jangan lupa makan siang.”

Pengingat dari salah satu rekan kerja itu tidak akan pernah aku lupakan. Makan siang, yang sejatinya menjadi kebutuhan utama, sering kali tertunda atau terlewat dengan alasan “tanggung” atas pekerjaan yang rasanya sedikit lagi selesai. Tak ayal, penyakit asam lambung atau gerd menjadi “langganan”. Namun selain penyakit, menunda makan siang menjadi penyebab ujian integritas datang menghampiri di awal pengabdianku sebagai seorang AR (Account Representative).

Hampir tepat satu tahun dari tulisan ini dibuat, aku mengabdi sebagai AR di KPP yang katanya menjadi ujung tombak penerimaan kantor. Latar belakang sebelumnya sebagai pelaksana pendukung tak pernah mendidikku untuk terjun langsung dengan pekerjaan menghimpun penerimaan dan bertemu dengan wajib pajak dalam rangka menggali potensi.

Hari itu aku ingat ada sebuah janji dengan wajib pajak untuk membahas SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan) yang menjadi senjata utama AR dalam menggali penerimaan dari wajib pajak. Hari itu Pak Z, panggilanku untuk wajib pajak tersebut, datang jauh-jauh dari pulau seberang hanya untuk memenuhi panggilan negara. Walau tentu saja, waktu pertemuan yang dijadwalkan pukul 10 pagi menjadi ngaret hampir 2 jam dikarenakan keterbatasan beliau di usia yang tak lagi muda.

Dengan senyum lebar aku menyapa dengan terlebih dahulu memperkenalan diri dan sedikit basa basi mengenai kondisi perjalanan ke sini karena aku tahu bukan hal mudah melintasi laut. Namun terasa sedikit berbeda ketika Pak Z mulai terbuka dan bercerita mengenai latar belakang keluarga dan kondisi usahanya saat ini. Bukan tanpa alasan, ketika membaca nama kontakku yang tertera di SP2DK. Setelah beliau memastikan bahwa aku memang terlahir di kota asal beliau, Makassar, beliau menjadi lebih terbuka dan banyak bercerita mengenai pengalaman di tanah rantau. Aku pun mulai merasa antusias mendengarkan karena di pulau ini banyak perantau dari tanah Sulawesi. Namun mendengar beliau yang berjuang dari nol di negeri minoritas seperti di daerah ini sedikit banyak memunculkan ikatan persaudaraan di antara kami siang itu.

Awalnya, pikirku tiada salah sekadar bercengkerama dan meluangkan waktu mendengar keluh kesah wajib pajak saat bertemu. Dibutuhkan pendekatan personal yang kadang dilatarbelakangi kesamaan budaya untuk menyatukan persepsi dan menghindari kesalahpahaman. Karena itulah ketika bertemu dengan Pak Z, aku merasa bisa menjadi diri sendiri dan tidak merasa asing dengan bahasa serta merasa dekat seperti baru bertemu dengan saudara jauh. Tak jarang pertemuan kami diwarnai dengan bertukar cerita dan keluh kesah menjadi perantau. Rasa rindu akan kampung halaman terasa sedikit terobati apalagi saat beliau bercerita mengenai ragam kuliner khas daerah yang tentu saja menggugah selera dan memancing rasa rindu akan rasa yang dulu pernah ada.

Membayangkan cerita tentang kelezatan Sop Saudara, semangkuk Coto, dan nikmatnya ikan bakar ditambah kesegaran dari segelas es Markisa dan es pisang Ijo dengan sirup DHT asli Makassar dari Pak Z sukses besar menjadi topik utama obrolan kami siang itu. Apalagi kondisi cuaca panas khas daerah pesisir di daerah ini dan Makassar yang hampir mirip jadi pelengkap sempurna penggugah selera dan membuat rasa lapar menyerang. Teringat waktu pertemuan kami yang seharusnya di jam istirahat kantor karena keterlambatan Pak Z.

Sebenarnya hal biasa bagi kami para AR untuk sekadar meluangkan waktu istirahat melayani wajib pajak, apalagi yang sudah datang jauh meluangkan waktu sekedar bertemu. Namun karena terbawa suasana, percakapan ramah tamah kami yang harusnya menjadi basa basi malah berakhir lebih dari 1 jam.

Terpaksa kualihkan topik membahas sedikit SP2DK dan bersiap mengisi lembar Berita Acara walau sedikit kurang fokus. Beruntungnya Pak Z sangat kooperatif dan langsung berjanji akan membayar jumlah pajak yang seharusnya terutang tanpa banyak bertanya. Pendekatan personalku berhasil, pikirku. Kusodorkan lembar kode billing dan diarahkan ke petugas loket pos dan mesin EDC Bank Persepsi yang memang tersedia di loket pelayanan kantor kami. Namun tawaran sederhana dari Pak Z membuatku hampir tak mampu menolak.

Di dekat kantor sini saya tau tempat makan coto dan pisang ijo yang enak. Makan ki’ dulu, sambil lanjut cerita yang tadi toh”.

Ajakan makan siang dari Pak Z membuat rasa lapar yang sedari tadi menyerang mulai menggoda akal sehatku. Tidak ada salahnya makan siang dengan saudara jauh seperantauan apalagi urusan sudah selesai, pikirku sesaat. Maksudnya juga baik, beliau mungkin tidak tega melihatku sedari tadi sudah terlihat antusias saat bercerita. Apalagi Berita Acara sudah ditandatangani dan Pak Z bersedia membayar seusai nominal yang disetujui. Namun untungnya beberapa ingatan sekilas mengenai nilai-nilai antikorupsi sejak semasa kuliah dulu bergelantung di benakku. Kami menyebutnya ujian integritas.

Hal sesederhana makan siang bersama WP yang sudah serasa seperti saudara bisa jadi malapetaka. Siapa yang sangka hal apa yang terjadi setelah makan siang. Berbagai kemungkinan dan overthinking akhirnya mengurungkan niatku. Kutegaskan kembali kepada diri tentang posisiku dan Pak Z bukan sebagai saudara setanah rantau, tetapi sebagai petugas pajak dan wajib pajak. Masih ada konflik kepentingan yang begitu besar bahkan setelah selesai melaksanakan tugas.

Mau tak mau harus kugadaikan rasa persaudaraan demi menjalankan kewajiban. Tak pantas rasanya diri ini terbawa suasana hanya karena rasa lapar dan rindu kampung halaman. Demi makan siang, tak berarti harus menggadai integritas, bukan?

Dengan halus kutolak tawaran Pak Z siang itu. Alasan ibadah menjadi paling kuat kuajukan, aku ingat belum menunaikan ibadah zuhur. Tuhan masih membantuku keluar dari ujian saat itu. Segera kubereskan meja konsultasi dan kusalami Pak Z beserta cucunya. Tak lupa kuucapkan banyak terima kasih dan kuselipkan doa agar usaha Pak Z selalu dilancarkan dan dimudahkan sehingga semakin banyak berkontribusi bagi negeri ini. Setelah mengucap salam, kuambil langkah tergesa menelpon penjaga kantin untuk memesan makan siang sebelum beranjak ke tempat ibadah.

Ujian integritas memang bisa datang kapan saja dan di mana saja. Sejak saat itu, aku berjanji tak akan pernah meninggalkan makan siang dan kusarankan wajib pajak agar tidak bertemu saat jam istirahat. Bukan tidak mungkin, hal sesederhana makan siang menjadi penyebab integritas tergadaikan. Jadi jangan lupa makan siang, ya.

"Saya menyatakan esai ini merupakan hasil pengalaman atau pemikiran dan pemaparan asli saya sendiri, dengan kontribusi, referensi, atau ide dari sumber lain dinyatakan secara implisit maupun eksplisit pada tubuh dan/atau lampiran esai. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia didiskualifikasi dari perlombaan ini."

---

“Saya menyatakan esai ini merupakan hasil pengalaman atau pemikiran dan pemaparan asli saya sendiri, dengan kontribusi, referensi, atau ide dari sumber lain dinyatakan secara implisit maupun eksplisit pada tubuh dan/atau lampiran esai. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia didiskualifikasi dari perlombaan ini.”

Pewarta:-
Kontributor Foto:-
Editor: Arif Miftahur Rozaq

*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.