Fokus utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini adalah memberikan dukungan kepada wajib pajak agar mampu bertahan selama masa pandemi. Hal ini disampaikan Kepala Seksi Bimbingan Penyuluhan dan Pengelolaan Dokumen Kanwil DJP Jawa Barat II Badarussama dalam webinar bertajuk Kebijakan Pajak di Masa Pandemi dan Kehadiran Pajak Melawan Covid-19  di Kanwil DJP Jawa Barat II, Bekasi (Selasa, 22/9). Webinar ini dihadiri 153 pelaku usaha dan tenant di Kawasan Jababeka & Co.

Saat ini, pemerintah memberikan beberapa insentif bagi wajib pajak yang terdampak Covid-19, antara lain insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), insentif pembebasan PPh Pasal 22 impor, insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25, insentif PPh Final UMKM DTP, pengembalian pendahuluan PPN. Terbaru dalam aturan PMK-110/PMK.03/2020, adanya insentif untuk PPh Final DTP pada sektor padat karya tertentu, dan terlebih lagi adanya pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%.

Lebih lanjut, Badarussama mengulas keenam jenis insentif pajak tersebut. Teknik penyampaian materi yang disampaikan cukup jelas dan lengkap, mulai dari kriteria penerima insentif, cara memperoleh insentif, waktu berlakunya insentif, sampai dengan laporan realisasi insentif. Dikatakan oleh Badarussama, insentif ini merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ia juga mengimbau wajib pajak untuk memanfaatkan insentif ini secara optimal. Menurutnya, sampai saat ini penyerapan insentif pajak belum sepenuhnya optimal.

Dalam webinar ini, Kanwil DJP Jawa Barat II juga mengundang Managing Partner DDTC Darussalam sebagai narasumber. Darussalam mengatakan bahwa pemerintah telah banyak mengeluarkan relaksasi kebijakan fiskal. Peran penting kebijakan fiskal pemerintah di kala pandemi ini harus fokus pada tiga hal yaitu mengatasi aspek kesehatan, membantu pihak yang terdampak pelemahan ekonomi dan mendorong aggregate demand.

Pemerintah secara sistematis telah mengubah arah kebijakan pajak dari kepentingan penerimaan menjadi stimulus bagi pelaku usaha. Menurutnya, terdapat tiga fase untuk perbaikan kontrak fiskal, pertama pemerintah memberikan banyak insentif seperti penangguhan pembayaran pajak dan percepatan restitusi. Pada fase ini, pemerintah mendapati dua tekanan yaitu turunnya penerimaan dan naiknya belanja perpajakan.

Jika fase pertama berjalan dengan baik, maka pekerjaan pemerintah akan semakin mudah untuk mulai mengembalikan paradigma kebijakan pajak sebagai instrumen pengumpulan penerimaan negara pada fase kedua. Melalui kebijakan yang bertahap dan ditambah tingkat kepercayaan wajib pajak yang semakin baik maka proses transisi tidak mendapatkan resistensi dari wajib pajak.

Selanjutnya, pada fase ketiga, arah insentif yang ditujukan untuk mendorong aktivitas investasi pembiayaan/pendanaan dan penyerapan tenaga kerja. Pada fase ini, hubungan saling percaya antara wajib pajak dan otoritas pajak yang disokong dengan pemberian insentif yang adil pada masa pandemi memiliki peranan penting.

Pemerintah bereaksi cepat melakukan pergeseran paradigma pajak, dari fungsi penerimaan (budgeter) menjadi fungsi mengatur (regulerend). Ada suatu kerelaan untuk mengorbankan penerimaan pajak dalam rangka menstabilkan kondisi ekonomi. Pajak, dengan fungsi regulerend, hadir untuk bahu membahu bersama semua pihak dan masyarakat Indonesia menghadapi kondisi ekonomi yang tidak mudah akibat Covid-19.

Darussalam menyebutkan fase pemberian insentif melalui kebijakan fiskal yang ekspansif masih akan terjadi pada 2021. Kemudian, konsolidasi fiskal diproyeksikan baru mulai berjalan secara bertahap pada 2022. "Jika hubungan sudah terbangun dengan baik, masa pascapandemi bisa menjadi momentum peningkatan tarif dan perluasan basis pajak karena mendapat dukungan dari wajib pajak," imbuhnya.

Selama tiga jam mulai pukul 09.00-12.00 WIB kegiatan webinar ini berlangsung dengan lancar dan mendapat atensi dari pelaku usaha, dan di akhir sesi narasumber membacakan berbagai pertanyaan yang masuk ke kolom chat. Salah satunya: "insentif PPh Pasal 22 Impor, sebelumnya wajib pajak tersebut telah mendapatkan insentif dengan diterbitkannya SKB PPh Pasal 22 Impor hingga bulan September 2020, apakah terdapat prosedur perpanjangan pengajuan SKB PPh Pasal 22 Impor mengingat insentif diperpanjang hingga bulan Desember 2020?”

Badarussama mengatakan bahwa wajib pajak cukup mencetak ulang SKB PPh Pasal 22 Impor laman www.pajak.go.id tanpa harus mengajukan permohonan yang baru. Di akhir sesi, kedua narasumber mengharapkan para wajib pajak dapat memahami dan memanfaatkan fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah.