Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama anggota Komisi XI DPR-RI dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) atau Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memberikan edukasi kepada para wajib pajak tentang Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Kantor Pusat DJP, Jakarta (Selasa, 14/12).

Dirjen Pajak Suryo Utomo menuturkan, UU HPP ini merupakan bagian dari ikhtiar reformasi perpajakan yang telah dilakukan sejak 1983. Lebih lanjut, Ketua Komisi XI DPR-RI Dito Ganinduto menerangkan, UU HPP ini memuat 6 kelompok materi utama yang terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal.

“Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan UU perpajakan, seperti UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU Cukai, Pogram Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, dan pengenaan pajak karbon,” katanya.

Terkait pengaturan KUP, kata Dito memerinci, UU HPP memuat aturan mengenai integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan NPWP, asistensi penagihan pajak global yang bersifat resiprokal, pengaturan tentang kuasa wajib pajak, relaksasi sanksi administratif terkait pemeriksaan, keberatan dan banding sesuai amanat UU Cipta Kerja dan program sukarela wajib pajak untuk mendorong kepatuhan pajak.

Kemudian dalam pengaturan PPh, dilakukan perbaikan pengaturan lapisan tarif PPh OP yang berpihak pada lapisan penghasilan terendah (Rp60 juta) dan kenaikan tarif menjadi 35% untuk kelompok atas, penambahan threshold peredaran bruto tidak kena pajak untuk UMKM, pengaturan ulang tarif PPh Badan sebesar 22% untuk mendukung penguatan basis pajak, pengaturan tentang penyusutan dan amortisasi.

Sementara itu, terkait pengaturan PPN Dito menegaskan, UU ini berkomitmen keberpihakan pada masyarakat bawah dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan dan jasa pelayanan sosial, skema PPN Final untuk sektor tertentu, penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan 2025.

Dito juga menuturkan terkait pengaturan carbon trading, Indonesia memiliki potensi dan infrastruktur untuk dapat memiliki pasar karbon domestik. Untuk itu, Ia berharap pemerintah bersama OJK dan bursa efek Indonesia harus benar-benar merumuskan mekanisme dan instrumen pelaksanaan pasar karbon domestik, sehingga dapat diimplementasikan sesuai roadmap yang disusun pemerintah.

“Kami di Komisi XI DPR RI akan terus mengawal untuk memberikan kebermanfaatan terhadap lingkungan dan perekonomian,” tambahannya.

Dito juga berpesan kepada pemerintah agar menindaklanjuti pengesahan UU HPP ini dengan segera menerbitakan peraturan pelaksanaan dengan tetap konsisten pada filosofi dan suasana kebatinan UU HPP yang memperhatikan kondisi masyarakat dan dunia usaha, serta keperbihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.


"Ke depan, DPR-RI akan terus bekerja sama, tidak hanya pada saat pembuatan UU-nya saja, tetapi juga saat pelaksanaanya. Melakukan pengawasan sehingga tujuan pembentukan UU untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat benar-benar tercapai. Kolaborasi juga akan kita lakukan untuk mendorong masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam program program yang ditawarkan oleh UU HPP," kata Dito mengakhiri sambutannya.