Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dan Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Eka Sila Kusna Jaya menjadi narasumber dalam kegiatan Third Legal Forum yang diselenggarakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Gedung PPATK Jakarta (Kamis, 31/03).

 Kegiatan tersebut mengangkat tema “Menyambut Pemberlakuan Pajak Karbon (Carbon Tax) Mewujudkan Green Economy Berintegritas melalui Upaya Disrupsi Pencucian Uang pada Pajak Karbon.”

Dalam kegiatan tersebut, Suryo Utomo dan Eka Sila Kusna Jaya menyampaikan materi terkait pengenaan pajak karbon dan risiko delik pidana terkait kewajiban pajak karbon. Berdasarkan Pasal 13 ayat (14) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon dikenakan atas aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dan pembelian barang yang mengandung karbon.

Subyek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang menghasilkan emisi karbon dan/atau orang pribadi atau badan yang melakukan pembelian barang yang mengandung karbon. Orang pribadi atau badan yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk ditetapkan sebagai wajib pajak yang mempunyai kewajiban menghitung, membayar, dan/atau melaporkan pajak karbon.

Wajib pajak yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dikenakan pajak karbon atas emisi karbon yang dihasilkan selama satu tahun pajak dan dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak karbon dengan dasar pengenaan pajak karbon. Wajib pajak yang menghasilkan emisi karbon wajib melaporkan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon untuk setiap unit penghasil emisi dalam satu SPT Tahunan pajak karbon yang meliputi seluruh unit penghasil emisi. Sedangkan pajak karbon atas pembelian barang yang mengandung karbon di dalam negeri terutang dan dipungut serta disetor oleh pemungut pajak karbon di tempat dilakukannya penjualan barang yang mengandung karbon. Pemungut pajak karbon ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pemungut pajak karbon wajib melaporkan SPT Masa pajak karbon pada KPP tempat pemungut pajak karbon terdaftar.

Pelaksanaan kewajiban pajak karbon juga tidak lepas dari risiko delik pidana yaitu:

  1. Sengaja tidak menyampaikan SPT pajak dan/atau SPT pajak karbon,
  2. Sengaja menyampaikan SPT pajak dan/atau SPT pajak karbon yang isinya tidak benar/tidak lengkap, dan/atau
  3. Sengaja tidak menyetorkan pajak dan/atau pajak karbon yang telah dipungut.

Potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dapat timbul dari hasil tindak pidana atas pajak karbon yang disamarkan atau disembunyikan.

Menghadapi hal tersebut, DJP telah memiliki kesiapan antara lain:

  1. DJP memiliki pengalaman dalam melakukan penyidikan TPPU. Selama lima tahun terakhir, DJP telah/sedang melakukan penyidikan TPPU terhadap 19 tersangka.
  2. DJP telah membentuk satgas asistensi penanganan TPPU yang terdiri dari DJP, PPATK, Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Polri berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, dan
  3. DJP telah dan akan terus melakukan workshop penelusuran aset dan asset recovery dengan narasumber dari Bareskrim Polri, PPATK, ILAP, dan praktisi asset recovery.