Penyuluh Pajak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat III Lala Krisnalia dan Akbar Sutrisno melakukan Gelar Wicara di Radio Megaswara untuk menggaungkan peringatan Hari Pajak Tahun 2024 yang bertajuk “Tetap Tegar Walau Tantangan Menghampar”, Bogor (Kamis, 18/7).
“Wewenang pemungutan pajak pusat ada di Direktorat Jenderal Pajak. Seperti PPN, PPh, PPnBM, Bea Meterai,” sebut Lala Krinsnalia. “Sedangkan pajak daerah contohnya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran itu pengelolaannya ada di pemerintah daerah setempat,” sambungnya.
Pajak pusat yang telah disetorkan masyarakat akan didistribusikan kembali ke masyarakat melalui pemerintah pusat dan pemerintah daerah, antara lain digunakan negara untuk kesejahteraan masyarakat, memberi subsidi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan membayar utang-utang negara.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan negara sebagian besar ditopang dari penerimaan perpajakan yang terdiri dari penerimaan pajak dan kepabeaan dan cukai. Pada Tahun Anggaran 2024, presentase penerimaan perpajakan mendominasi 82,4 % dari pendapatan negara, yaitu sebesar Rp2.309,9 Triliun.
“Oleh karena itulah, ketika kita sebagai wajib pajak membayar pajak, hal tersebut bukan hanya merupakan kewajiban seperti yang tertuang di UU namun membayar pajak juga merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional,” ucap Akbar.
Selanjutnya, Lala Krisnalia juga menyampaikan menyampaikan kilas balik sejarah terjadinya Hari Pajak yang diperingati setiap tanggal 14 Juli sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa dan jati diri organisasi Direktorat Jenderal Pajak.
"Pada bulan September 2017, Arsip Nasional RI akhirnya membuka secara terbatas dokumen otentik BPUPKI-PPKI koleksi AK Pringgodigdo yang dirampas Belanda (Sekutu). Penelusuran dokumen Pringgodigdo yang baru dibuka tersebut menunjukkan bahwa sejarah pajak dan negara ternyata terkait dengan proses pembentukan negara," sebut Fungsional Penyuluh Pajak Fitria Murty.
Ia melanjutkan, "Pada 2 Juni sampai dengan 9 Juli 1945, kata pajak pertama kali disebut oleh Ketua BPUPKI Radjiman Wediodiningrat dalam suatu sidang panitia kecil bidang keuangan dalam masa reses BPUPKI. Dari lima usulan Radjiman, pada butir yang keempat menyebut, pemungutan pajak harus diatur hukum," sambung Fitria.
Kata pajak muncul dalam Rancangan Undang - Undang Dasar Kedua yang disampaikan pada 14 Juli 1945 pada Bab VII HAL KEUANGAN - PASAL 23. Pada butir kedua, disebutkan “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”.
Lala mengungkapkan, kegiatan ini dilaksanakan guna meningkatkan pemahaman wajib pajak di dunia perpajakan untuk mendorong keterlibatan dalam mewujudkan pembangunan bangsa yang sejahtera dan mendukung keberlanjutan pembangunan.
Pewarta: Faridha D F |
Kontributor Foto: Tim Dokumentasi |
Editor: Erin Johana S N |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 6 kali dilihat