
Tahun 2020, Ditjen Pajak akan memperluas layanan otomasi dengan menambah tujuah layanan yang akan diotomasi. Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo dalam acara "Dialog Perpajakan bersama Dirjen Pajak" di Aula Cakti Buddhi Bhakti Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta (Selasa, 10/12).
Total akan ada 45 jenis layanan perpajakan yang akan diotomasi sampai dengan 2024. "Ke depan, kita ingin mengurangi interaksi petugas pajak dan wajib pajak," ungkap Suryo Utomo tentang alasan memperluas layanan otomasi perpajakan.
Lebih jauh dalam upaya meningkatkan kepatuhan sukarela, Suryo memaparkan mengenai 3C (Click, Call and Counter). Ia menyampaikan bahwa peningkatan otomasi layanan akan mengurangi administration cost wajib pajak. 3C sendiri adalah sebuah inisiatif strategis dari Ditjen Pajak untuk mengotomasi layanan perpajakan.
Dari sisi pengawasan dan penegakan hukum, Ditjen Pajak akan menambah 18 KPP Madya baru, yang saat ini berjumlah 19 KPP Madya di seluruh Indonesia. "Kita akan fokuskan pengawasan wajib pajak penentu penerimaan di KPP Madya," ujar Suryo.
Suryo menjelaskan bahwa pembentukan KPP Madya tambahan ini dimaksudkan untuk melakukan pengawasan yang efektif terhadap wajib pajak sehingga pemeriksaan nantinya dapat berkurang di KPP Madya. Sedangkan KPP Pratama nantinya akan berbasis kewilayahan yang akan difokuskan untuk menjaring wajib pajak baru yang belum terdaftar.
Sebelumnya, Suryo juga menerangkan mengenai pemanfaatan data. Saat ini Ditjen Pajak memiliki beberapa jenis data yang dapat dimanfaatkan, yang terdiri dari: data internal Ditjen Pajak, data ILAP (Instansi, Lembaga Pemerintahan, Asosiasi dan berbagai Pihak Lainnya) yang diwajibkan memberikan data secara berkala, dan data financial account (baik dari dalam dan luar negeri) yang diperoleh secara otomatis.
Suryo menegaskan bahwa dalam sistem self-assessment, wajib pajak memiliki hak untuk melaporkan sendiri, berapa pun yang dilaporkan akan dianggap benar oleh Ditjen Pajak. Sebagai penyeimbang dari sistem self-assessment, Ditjen Pajak akan memberitahukan kepada wajib pajak jika Ditjen Pajak dari pihak ketiga mendapatkan data dan informasi yang menunjukkan bahwa apa yang dilaporkan oleh wajib pajak adalah tidak benar.
"Pun, pada saat data disampaikan ke wajib pajak sifatnya mengimbau, bukan memeriksa. Kalau memang datanya benar, silahkan disampaikan pembetulan SPT," imbuh Suryo.
Suryo juga menyinggung soal kebijakan Omnibus Law. "UU ini dimunculkan karena adanya keinginan menstimulasi perekonomian," ujar Suryo.
Beberapa poin utama dari RUU tersebut juga turut disampaikan oleh Suryo, seperti: turunnya tarif PPh badan, insentif atas pajak deviden, relaksasi pengkreditan pajak masukan bagi PKP, pengurangan besaran sanksi dan juga terakhir hal yang sedang marak yaitu pengenaan pajak atas transaksi elektronik terhadap Subyek Pajak Luar Negeri untuk menciptakan “fair play”. (ToR)
- 1603 kali dilihat