Penyuluh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Blitar memberikan sosialisasi kepada 68 bendahara pengeluaran dan operator keuangan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Blitar, Jawa Timur (Kamis, 20/6). Dalam pertemuan ini, Lina Budiarti, Penyuluh Pajak KPP Blitar memberikan edukasi terkait kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak yang harus dilakukan oleh bendahara instansi pemerintah setiap melakukan transaksi yang menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Salah satu kewajiban yang dibahas adalah pemotongan pajak yang harus dilakukan ketika terdapat transaksi belanja jasa.

“Selama ini kami sering menemui belanja jasa ini di-gebyah-uyah (diberikan perlakuan yang sama) yaitu dipotong Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 dengan tarif 2%. Padahal, tidak semua belanja jasa dipotong pajaknya dengan pasal 23, bisa jadi pasal 4 ayat (2), dan bisa juga pasal 21,” terang Lina.

Selanjutnya, Lina memaparkan bagaimana cara mengetahui pajak penghasilan apa yang harus dipotong atas belanja jasa.

“Untuk jasa yang terkait dengan konstruksi dikenakan PPh pasal 4 ayat (2) dengan tarif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Kemudian, kita lakukan identifikasi terhadap lawan transaksi kita. Jika yang memberikan jasa adalah orang pribadi maka dikenakan PPh pasal 21. Selain orang pribadi, maka dikenakan PPh pasal 23. Misalnya, untuk jasa katering jika penjualnya adalah orang pribadi maka dikenakan PPh 21 kategori bukan pegawai dengan tarif 5% dikali 50% dari nilai kateringnya. Namun jika transaksinya atas nama perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), koperasi, atau badan lainnya maka dikenakan PPh pasal 23 sebesar 2% dari nilai katering,” jelas Lina.

Lina menjelaskan bahwa PPh pasal 21 dan 23 tidak dikenakan apabila rekanan atau lawan transaksi dapat menunjukkan surat keterangan (suket) memenuhi kriteria sebagai wajib pajak peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

“Jika ada suket PP 55, bendahara tidak memotong PPh pasal 21 atau 23. Bendahara memotong PPh final dengan tarif 0,5% dari nilai jasanya. Namun, kita harus memastikan di suketnya bahwa suket tersebut masih berlaku saat transaksi,” tambah Lina. “Saya berharap bendahara dapat memotong pajak sesuai ketentuan dan jangan lupa juga untuk membuatkan bukti potong pajak untuk lawan transaksi. Mendapatkan bukti potong dari bendahara merupakan hak dari lawan transaksi bendahara,” pungkas Lina.

 

Pewarta: Pricillia Dewi M
Kontributor Foto: Pricillia Dewi M
Editor:

*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.