Terbitnya peraturan perpajakan terbaru, mau tidak mau menggelitik rasa keingintahuan masyarakat, terutama wajib pajak yang kesehariannya bergelut dengan hitungan pajak yang njlimet bahkan membuat pening kepala.  Peraturan terbaru yang diluncurkan oleh Kementerian Keuangan berupa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023). Peraturan tersebut terbit pada akhir Desember 2023 dan harus diimplementasikan Januari 2024. Tentu bukanlah perkara mudah terlebih lagi terkait dengan aplikasi yang memerlukan penyesuaian dan sinkronisasi saat pengimplementasiannya.

Ada sosok menarik yang menginspirasi sekaligus membuat kita kagum, apabila bapak tersebut datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Dua Jakarta Timur --kami biasa menyebut dengan KPP Madujati. Saya baru tahu kalau nama bapak yang saya jadikan tulisan ini bernama Hendra. Nama beliau saya ketahui setelah beberapa kali melayaninya terkait dengan pelaporan e-bupot pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang belum juga bisa upload atau datanya masih error sehingga belum bisa melaporkan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa). Bapak Hendra datang mengunjungi KPP untuk berkonsultasi dibantu oleh petugas hepldesk yang berbeda-beda sesuai dengan jadwal piketnya. Bapak Hendra adalah satu dari beberapa wajib pajak yang datang untuk berkonsultasi ke KPP terkait dengan aplikasi terbaru dan masih menjadi hot news sampai saat ini di kalangan wajib pajak, terutama bagi pemungut pajak/perusahaan.

Usianya sudah 75 tahun. Beliau bukanlah sosok yang muda, tetapi kegigihan beliau untuk dapat menjalankan tugas yang diamanahkan kepadanya adalah hal yang patut mendapat apresiasi. Membuat dan menginput data pegawai yang begitu banyak serta mengoperasikan aplikasi e-bupot PPh Pasal 21 layak diacungi jempol. Hal ini karena beberapa anak muda atau  wajib pajak yang datang ke KPP yang  usianya jauh di bawah Pak Hendra yang sering saya temui masih kesulitan dalam melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi yang lebih sederhana dibandingkan dengan aplikasi e-bupot unifikasi PPh Pasal 21. Atau bahkan dari mereka masih kurang akrab dengan kecanggihan teknologi. Hal inilah yang menginspirasi saya untuk menulis kisah ini.

Saya sempat berbincang-bincang dengan Pak Hendra. Beliau menangani finance di perusahaan yang bergerak di bidang Aktivitas Penyeleksian dan Penempatan Tenaga Kerja dalam Negeri yang terdaftar di KPP Madya Dua Jakarta Timur. Dengan jumlah pegawai sekitar 700 orang, bukanlah jumlah yang sedikit, sehingga mau tidak mau Pak Hendra harus segara dapat mengoperasikan aplikasi e-bupot unifikasi PPh Pasal 21. “Aplikasi baru telah membantu saya menjadi lebih mudah karena penghitungannya PPh menjadi lebih sederhana, namun dalam pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 masih menemui kendala karena tenggang waktu implementasi yang terlalu mepet yaitu satu bulan dari diterbitkannya aturan baru tersebut dan jumlah karyawan yang banyak yang menjadi kendala saat ini, ” tutur Pak Hendra.

Pada awal peluncuran aplikasi e-bupot PPh Pasal 21, masih timbul beberapa permasalahan dalam pengoperasiannya karena memang masih tahap pengembangan. Pak Hendra patut menjadi contoh mulai dari peluncuran e-bupot unifikasi sampai saat ini masih terus wira-wiri lebih dari delapan kali ke KPP. Hal ini karena masih ada kendala dalam membuat laporan e-bupot unifikasi PPh Pasal 21 karena jumlah karyawan yang banyak sekitar 700 pegawai tentunya bukan perkara mudah karena memerlukan ketelitian dan kecermatan dalam menghitung besaran pajak yang terutang dan cara pelaporannya yang masih memerlukan penyesuaian.

“Saya jadi tidak enak makan dan tidak bisa tidur karena laporan saya belum beres. Hari ini saya datang ke KPP lagi mohon dibantu karena saya sudah membayar untuk jumlah PPh yang terutang tetapi belum bisa melaporkan SPT karena masih ada data yang belum sinkron datanya,” ujar Pak Hendra.

Ketika kami cek atas pelaporan SPT PPh Pasal 21, ternyata memang masih ada yang keliru ketika menginput data pegawai yang berjumlah sekitar 700 pegawai,  seharusnya diinput sebagai pegawai tetap namun diinput sebagai pegawai penerima pensiun dan Pak Hendra harus menghapus data tersebut satu persatu.

Berkat kegigihan dan semangat dan tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaannya, Pak Hendra bisa melaporkan kewajiban perpajakannya, kendati terlambat pada pelaporan PPh Pasal 21 Masa Januari 2024. Keterlambatan melapor ini lantaran masalah teknis terkait aplikasi.

Kami bisa belajar banyak dari sosok Pak Hendra mengenai ketekunan dan kegigihan dalam mengemban tugas. Kendala-kendala yang dihadapi Pak Hendra dalam mengoperasikan aplikasi baru, merupakan ilmu dan pembelajaran bagi kami. Dari beliaulah, kami juga dapat langsung mempraktekan aplikasi yang baru, mengetahui kendala-kendala yang terjadi dan membantu untuk mengatasinya.

Akhir kata Pak Hendra mengatakan sangat puas dengan pelayanan yang diberikan oleh teman-teman di KPP Madya Dua Jakarta Timur dan mengatakan terima kasih atas pelayanan yang diberikan.

Saya senang dan lega, akhirnya pelaporan SPT PPh Pasal 21 sudah selesai, saya puas atas pelayanan yang telah diberikan oleh teman-teman di KPP. Semoga untuk pelaporan selanjutnya tidak ada kendala, pungkas Pak Hendra.

 

Pewarta: Sri Jerri Lestari
Kontributor Foto: Dwi Aprilyanto
Editor: Lilis Maryati

*) Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.