Sejauh ini belum ada peraturan perpajakan yang mendefinisikan pengertian artis. Pengertian artis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ahli seni; seniman, seniwati (seperti penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama). Seniman sendiri memiliki makna sebagai orang yang mempunyai bakat seni dan berhasil menciptakan dan menggelarkan karya seni (pelukis, penyair, penyanyi, dan sebagainya). Apabila mengacu kepada definisi KBBI di atas maka artis adalah orang pribadi dan oleh karena itu dalam kacamata perpajakan seseorang yang berprofesi artis adalah Wajib Pajak Orang Pribadi.
Tetapi terdapat peraturan yang menjelaskan terkait kegiatan usaha Artis yaitu Pasal 56 PP 55 Tahun 2022 yang menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas adalah pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru lilm, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, dan penari.
Apakah artis juga Wajib Pajak?
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP, sehingga apabila seorang Artis telah memenuhi dua persyaratan tersebut maka dia harus mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukannya untuk diberikan NPWP. Sesuai PMK-147/PMK.03/2017, Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib mendaftarkan diri paling lama 1 (satu) bulan setelah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mulai dilakukan.
Apakah artis juga harus membayar pajak dan berapa besarnya akan diulas dalam tulisan ini.
Bagaimana jika artis adalah seorang anak yang belum dewasa?
Dalam hal ini kita dapat merujuk setidaknya kepada dua ketentuan. Pertama, penjelasan Pasal 8 UU PPh yang menyebutkan bahwa sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Kedua, penjelasan Pasal 8 ayat (4) yang menyatakan bahwa penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orangtuanya dalam tahun pajak yang sama. Apabila seorang anak belum dewasa, tetapi orangtuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP)
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPh)
- Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 Tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-1/PJ/2023 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Royalti yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
UU PPh menyebutkan dalam Pasal 1 bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Sedangkan dalam Pasal 4 disebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Berdasarkan jenis kegiatannya penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
- Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
- Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
- Penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
- Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Terkait profesi artis, secara umum dapat disimpulkan bahwa profesi ini merupakan penghasilan dari pekerjaan bebas. Sehubungan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, penghasilan dari pekerjaan bebas tidak termasuk sebagai penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final.
Namun yang perlu diperhatikan, apabila Artis memiliki penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha lain selain yang dikecualikan untuk dikenakan PPh Final, maka atas kegiatan usaha ini dapat menggunakan skema PPh final sebagaimana diatur PP No. 55 Tahun 2022.
Berikut ini akan diuraikan penggolongan objek pajak yang biasanya dimiliki oleh seorang artis.
- Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas
- Penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha
- Penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan dari Pemberi Kerja / Pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak
- Penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, misalnya dalam bentuk royalti.
Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas
Dalam PP No. 23 Tahun 2018 diatur bahwa:
- Pasal 2 ayat (3) huruf a, tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- Pasal 2 ayat (4) huruf b, jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi: huruf a, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
Dengan demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh Artis dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Final dalam PP No. 23 Tahun 2018, sehingga dalam penghitungan pajaknya akan menggunakan Tarif Pasal 17 UU PPh.
Penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha
Selain penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, beberapa kategori artis yang memproduksi dan menjual barang-barang seni seperti pelukis, pemahat, pematung dan sejenisnya dapat memperoleh penghasilan atas penjualan barang seni tersebut.
Sehingga berdasarkan PP no. 23 Tahun 2018, atas penghasilan dari kegiatan usaha tersebut dapat dikenakan PPh Final sesuai PP No. 23 Tahun 2018 atau menggunakan perhitungan tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008, tergantung dari jumlah peredaran bruto dalam 1 tahun pajak dan pilihan dari artis itu sendiri. Demikian juga untuk kegiatan usaha lainnya selain barang seni yang dimiliki oleh artis tersebut.
Misal, artis memiliki usaha penjualan kue atau salon. Atas kegiatan usaha tersebut, dapat dikenakan PPh final sesuai dengan PP 23 untuk omzet dari penjualan kue atau salon tidak lebih dari 4,8 miliar.
Penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan dari Pemberi Kerja / Pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak
Artis juga dapat memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan dari pemberi kerja yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana tertuang dalam penjelasan pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dikategorikan sebagai Bukan Pegawai yang objek penghasilannya berupa honorarium dari pemberi kerja.
Penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, misalnya dalam bentuk royalti.
Dalam Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa :
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan.
Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Huruf H UU 36 Tahun 2008: Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas: Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa lainnya;
Dalam hal Artis memperoleh Royalti atas transaksi dengan pihak-pihak sebagaimana tersebut di atas, maka Artis akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dan bersifat tidak final.
Hak profesi artis pada dasarnya mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hak-hak dimaksud antara lain:
- Wajib Pajak berhak mendapatkan pelayanan yang baik dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
- Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak atau pengembalian atas pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
- Dalam hal dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak berhak antara lain:
- meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor
- meminta kepada Pemeriksa untuk menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan
- melihat tanda pengenal Pemeriksa
- mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
- meminta rincian atau penjelasan terkait perbedaan antara temuan hasil pemeriksaan dengan SPT
- menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
- hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
- mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
- Hak untuk mengajukan pembetulan atas SPT.
- Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan apabila sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, sepanjang mulainya penyidikan belum disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT walaupun sedang dilakukan pemeriksaan, sepanjang pemeriksa belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan.
- Hak untuk mengajukan pembetulan, keberatan, banding dan peninjauan kembali
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar
- Hak untuk mengajukan pembatalan pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa melalui penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
- Hak untuk membayar atau melunasi kerugian pada pendapatan negara dalam tahap penyidikan maupun persidangan apabila Wajib Pajak sedang dilakukan tindakan penyidikan atau persidangan atas tindak pidana perpajakan.
- Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak yaitu:
- SPT, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak.
- Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
- Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan Wajib Pajak yang berlaku.
- Hak untuk mengajukan penundaan pembayaran pajak.
- Hak untuk mengajukan pengangsuran pembayaran pajak.
- Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pelap oran SPT Tahunan.
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25.
- Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PBB.
- Hak untuk diberikan pembebasan Pajak, sesuai ketentuan yang berlaku.
- Hak untuk mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
- Hak untuk mendapat pajak ditanggung pemerintah, sesuai ketentuan yang berlaku.
- Hak untuk mendapatkan insentif pajak.
- Hak untuk memperoleh imbalan bunga sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya surat ketetapan pajak atas pemeriksaan SPT LB (Pasal 17B UU KUP) terlambat diterbitkan.
Kewajiban wajib pajak profesi artis secara umum pada dasarnya sama dengan wajib pajak yang lain, yaitu mendaftar, menghitung, menyetor dan melapor yang secara lebih detail meliputi:
- Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
- Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Khusus bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan.
- Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan Surat Pemberitahuan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Apabila Artis menerima atau memperoleh penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto Fiskal – PTKP
Untuk memperoleh Penghasilan Neto Fiskal, dapat dilakukan dengan 2 cara berikut:
-
- dalam hal melakukan pembukuan:
Penghasilan Neto Fiskal = Penghasilan Bruto – Biaya -/+ Koreksi Fiskal - dalam hal melakukan pencatatan:
Penghasilan Neto Fiskal = Penghasilan Bruto x %Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PER-17/PJ/2015)
- dalam hal melakukan pembukuan:
- Apabila Artis menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha
- dalam hal kegiatan usaha tersebut selain dari pekerjaan bebas dan memenuhi ketentuan dikenakan PPh Final sesuai PP No. 55 Tahun 2022
PPh Final= Peredaran Bruto x Tarif PPh Final 0,5%
-
- dalam hal kegiatan usaha tersebut selain dari pekerjaan bebas dan memilih untuk dikenakan PPh sesuai Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto Fiskal – PTKP
Untuk memperoleh Penghasilan Neto Fiskal, dapat dilakukan dengan 2 cara berikut:
-
-
- Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan:
Penghasilan Neto Fiskal = Peredaran Bruto – Biaya -/+ Koreksi Fiskal - Dalam hal Wajib Pajak melakukan pencatatan:
Penghasilan Neto Fiskal = Peredaran Bruto x %Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PER-17/PJ/2015)
- Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan:
-
- Apabila Artis menerima atau memperoleh Penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan dari Pemberi Kerja / Pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak
Atas imbalan jasa yang diterima atau diperoleh Artis tersebut dikategorikan sebagai imbalan jasa yang diterima Bukan Pegawai dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai ketentuan UU PPh yang diatur lebih lanjut dengan PMK Nomor 252/PMK.03/2008 dan Per-16/PJ/2016:
-
-
- Imbalan jasa yang bersifat tidak berkesinambungan
-
PPh 21= Tarif Pasal 17 X 50% dari Penghasilan Bruto
-
-
- Imbalan yang bersifat berkesinambungan
Imbalan kepada Bukan Pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada Bukan Pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Dalam perhitungannya, dapat dibedakan menjadi:- apabila hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya
- Imbalan yang bersifat berkesinambungan
-
PPh 21= Tarif Pasal 17 X jumlah kumulatif Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak = 50% dari Jumlah Penghasilan Bruto - PTKP per bulan
-
-
-
- apabila memiliki NPWP dan memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
-
-
PPh 21= Tarif Pasal 17 X jumlah kumulatif (50% dari Penghasilan Bruto)
- Apabila Artis memperoleh penghasilan berupa royalti maka akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan ketentuan sebagai berikut:
- Apabila Artis dalam menghitung Penghasilan Neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan menyampaikan Bukti Penerimaan Surat (BPS) pemberitahuan norma ke pemotong sebelum dilakukan pemotongan
PPh 23 atas royalti: 15% X 40% X Jumlah bruto royalti
(sesuai ketentuan Per-1/PJ/2023)
-
- Apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a
PPh 23 atas royalti = 15% X Jumlah bruto royalti.
Tama adalah Orang Pribadi yang berdomisili di Jakarta dengan status PTKP K/I/1 berprofesi sebagai pelukis dengan peredaran usaha pada tahun sebelumnya adalah Rp. 1.000.000.000,- dan memilih menggunakan pencatatan.
Pada tahun 2022, Tama beserta keluarga:
-
- Omzet hasil penjualan lukisannya senilai Rp600.000.000,00 dengan rincian per bulan sebagai berikut:
Bulan |
Penghasilan |
Januari |
Rp60.000.000 |
Februari |
Rp30.000.000 |
Maret |
Rp40.000.000 |
April |
Rp60.000.000 |
Mei |
Rp30.000.000 |
Juni |
Rp20.000.000 |
Juli |
Rp40.000.000 |
Agustus |
Rp50.000.000 |
September |
Rp20.000.000 |
Oktober |
Rp70.000.000 |
November |
Rp100.000.000 |
Desember |
Rp80.000.000 |
-
- Istri dari Tama bernama Ria juga memperoleh penghasilan dari profesinya sebagai artis film layar lebar televisi senilai Rp500.000.000,00. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, istri Tama memilih untuk digabungkan dengan penghasilan Tama sebagai satu kesatuan ekonomis. Adapun rincian penghasilan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Bulan |
Penghasilan |
Rumah Produksi |
Januari |
Rp50.000.000 |
PT. Nauli Kreasi |
Mei |
Rp100.000.000 |
PT. Indo Berkarya |
Agustus |
Rp175.000.000 |
PT. Gemilang Film |
November |
Rp175.000.000 |
PT. Creative Jaya |
-
- Selain itu, anak dari Tama bernama Andi yang berusia 2 Tahun juga membintangi sinetron sebanyak 2 episode dengan pembayaran untuk masing-masing episode senilai Rp2.500.000,00 dan dibayarkan pada bulan Juli dan September.
Atas penghasilan yang diperoleh oleh keluarga Tama tersebut, bagaimana perlakuan perpajakannya dan PPh yang terutang?
-
- Sebagaimana dijelaskan pada PP No. 55 Tahun 2022, atas kegiatan usaha menjual lukisan Tama dapat menghitung PPh Final senilai 0,5% dari omzet per bulan atau memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Dengan Tama memilih menggunakan PPh final sesuai PP No. 55 Tahun 2022
Maka PPh Final terutang atas penjualan lukisan:
Bulan |
Penghasilan |
PPh Final |
Januari |
Rp60.000.000 |
Rp300.000 |
Februari |
Rp30.000.000 |
Rp150.000 |
Maret |
Rp40.000.000 |
Rp200.000 |
April |
Rp60.000.000 |
Rp300.000 |
Mei |
Rp30.000.000 |
Rp150.000 |
Juni |
Rp20.000.000 |
Rp100.000 |
Juli |
Rp40.000.000 |
Rp200.000 |
Agustus |
Rp50.000.000 |
Rp250.000 |
September |
Rp20.000.000 |
Rp100.000 |
Oktober |
Rp70.000.000 |
Rp350.000 |
November |
Rp100.000.000 |
Rp500.000 |
Desember |
Rp80.000.000 |
Rp400.000 |
Sehingga PPh final yang harus disetorkan sendiri oleh Tama selama Tahun Pajak 2022 adalah Rp3.000.000,00.
-
- Atas penghasilan Ria sebagai pemain film layar lebar, yang didefinisikan sebagai jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, maka dalam menghitung Penghasilan Netonya adalah dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dengan Klasifikasi Usaha dengan Nomor KLU 90002 (Kegiatan Pekerja Seni) sebagaimana dimaksud Per-17/PJ/2015.
Adapun untuk Norma Penghitungan Penghasilan Netto atas KLU tersebut untuk daerah Jakarta adalah 50%.
Maka, Penghasilan Netto atas penghasilan Ria adalah sebagai berikut :
50% x 500.000.000 = Rp250.000.000,00
Selain itu, penghasilan Ria juga merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 dari para pemberi imbalan jasa sebagai Bukan Pegawai sesuai dengan Per-16/PJ/2016 dengan perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
Bulan |
Ph. Bruto |
DPP |
Rumus |
PPh Ps. 21 |
Pemotong |
Jan |
Rp50.000.000 |
50% x 50.000.000 |
5% x 25.000.000 |
1.250.000 |
PT. Nauli Kreasi |
Mei |
Rp100.000.000 |
50% x 100.000.000 |
5% x 50.000.000 |
2.500.000 |
PT. Indo Karya |
Agt |
Rp175.000.000 |
50% x 175.000.000 |
5% x 60.000.000 |
7.125.000 |
PT. Bintang Film |
|
|
|
15% x 27.500.000 |
|
|
Nov |
Rp175.000.000 |
50% x 175.000.000 |
5% x 60.000.000 |
7.125.000 |
PT. Kreatif Jaya |
|
|
|
15% x 27.500.000 |
|
|
Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong adalah Rp18.000.000,00 dan Ria berhak atas bukti potong PPh Pasal 21 yang akan menjadi kredit pajak dalam perhitungan PPh yang masih harus dibayar dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Tama.
-
- Sebagaimana halnya penghasilan Ria, penghasilan yang diperoleh Andi juga merupakan objek PPh yang dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sekaligus juga merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21. Oleh karenanya, dalam Penghitungan Penghasilan Netto sebagai berikut :
Rp5.000.000,00 x 50% = Rp2.500.000,00
Bulan |
Ph. Bruto |
DPP (50%) |
DPP Kumulatif |
Rumus (Tarifx DPP) |
PPh Pasal 21 |
Jul |
2.500.000 |
1.250.000 |
1.250.000 |
5% x 1.250.000 |
Rp62.500 |
Sept |
2.500.000 |
1.250.000 |
2.500.000 |
5% x 1.250.000 |
Rp62.500 |
Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong adalah Rp125.000,00 dan Andi berhak atas bukti potong PPh Pasal 21 yang akan menjadi kredit pajak dalam perhitungan PPh yang masih harus dibayar dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Tama
Dengan demikian, jumlah PPh Terutang yang harus dibayar Tama untuk Tahun Pajak 2022 adalah:
Tama harus harus melaporkan seluruh penghasilannya termasuk penghasilan istri dan anaknya serta menghitung PPh terutang dan PPh yang kurang/ lebih bayar dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan menggunakan Formulir 1770, dengan perincian sebagai berikut:
Atas penghasilan Tama |
|
|
PPh Final |
|
Rp3.000.000 |
|
|
|
Atas penghasilan Ria dan Andi |
|
|
Ph. Neto: 50% x 505.000.000 |
Rp252.500.000 |
|
PTKP (K/I/1) |
Rp117.000.000 |
|
Penghasilan Kena Pajak |
Rp135.500.000 |
|
PPh Terutang |
|
|
5% x 60.000.000 = 3.000.000 |
|
|
15% x 75.500.000 = 11.325.000 |
Rp14.325.000 |
|
Kredit Pajak |
|
|
PPh Pasal 21 Ria = 18.000.000 |
|
|
PPh Pasal 21 Andi = 125.000 |
Rp18.125.000 |
|
PPh Lebih Bayar |
|
(Rp3.800.000) |
- 20921 kali dilihat