Oleh: Edmalia Rohmani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Setiap bulannya, sebagian besar wajib pajak terutama yang berbentuk badan mempunyai kewajiban melaporkan pajak masa. Semakin kompleks transaksinya, jenis pajak yang dilaporkan juga beragam. Hal ini menyebabkan biaya administrasi yang cukup tinggi bagi wajib pajak.

Untuk melaporkan pajak tersebut, wajib pajak harus menggunakan beberapa jenis aplikasi yang berbeda. Hal ini tak jarang menimbulkan kesulitan bagi wajib pajak, sebab tak semua pengguna mampu menguasai dan mengoperasikan aplikasi dengan baik.

Bilamana terjadi galat saat aplikasi digunakan, wajib pajak harus bolak-balik ke kantor pajak untuk berkonsultasi dan meminta bantuan teknis aplikasi. Apabila terjadi keterlambatan pelaporan pada beberapa jenis pajak, wajib pajak juga harus menanggung sanksi administrasi yang lebih besar.

Kelemahan lainnya, bukti potong yang dibuat oleh pemotong pajak belum terhubung secara langsung dengan sistem DJP. Akibatnya penerima penghasilan maupun petugas pajak tidak dapat secara langsung memvalidasi kebenaran data penerbitannya, kecuali pemotong pajak telah melaporkannya secara elektronik.

Apabila pelaporan pajak dilakukan secara manual tanpa data elektronik, waktu yang diperlukan untuk melakukan verifikasi data akan lebih lama. Padahal, bukti potong ini sangat penting untuk pengakuan kredit pajak dalam SPT Tahunan penerima penghasilan.

Tak jarang pula ditemui di lapangan, penerbit bukti potong tidak menyerahkan bukti pemotongan pajak kepada penerima penghasilan. Akibatnya, baik penghasilan maupun kredit pajaknya tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan sebab lalai atau terlupa. Hal ini tidak hanya menimbulkan permasalahan pada kepatuhan namun juga penerimaan pajak.

Padahal, sistem perpajakan yang baik seharusnya mampu menyediakan data yang real time, valid, dan mempunyai kredibilitas tinggi sehingga mampu mendorong meningkatnya kepatuhan pajak baik formal maupun material.

Sistem pelaporan unifikasi adalah solusi dari semua permasalahan di atas. Dengan satu kanal pelaporan untuk beberapa jenis SPT Masa, wajib pajak akan dimudahkan dalam melapor pajak. Biaya administrasi yang ditanggung wajib pajak juga bisa ditekan. Karena sifatnya yang menggabungkan beberapa jenis pajak, sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan juga lebih ringan.

 

Apakah Unifikasi SPT?

Unifikasi SPT adalah proses penyatuan atau penyeragaman berbagai jenis SPT ke dalam satu SPT. Dasar hukum dari unifikasi SPT adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2020 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.

Ada lima jenis SPT Masa yang dilakukan unifikasi, yaitu: Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Adapun untuk jenis PPh Pasal 21 belum dilakukan unifikasi.

Menurut PER-23/PJ/2020, bukti potong unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi dapat berbentuk dokumen kertas dan dokumen elektronik. Untuk kanal pembuatan dan pelaporan dokumen elektronik dilakukan melalui aplikasi e-Bupot unifikasi yang dapat diakses melalui akun wajib pajak di www.pajak.go.id.

Adapun kriteria wajib pajak yang wajib menggunakan aplikasi e-Bupot unifikasi yaitu: membuat lebih dari 20 bukti potong unifikasi dalam satu masa pajak; terdapat bukti potong unifikasi dengan nilai dasar pengenaan pajak lebih dari Rp100 juta dalam satu masa pajak; membuat bukti potong unifikasi untuk objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI, giro, dan transaksi penjualan saham; sebelumnya telah menyampaikan SPT Masa secara elektronik; atau terdaftar di KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, atau KPP Madya.

Untuk implementasi tahap pertama penggunaan SPT PPh unifikasi sendiri sebenarnya telah dimulai sejak Februari 2020, namun terbatas pada wajib pajak tertentu. Implementasi tahap kedua dilakukan pada Januari 2021 di lima kantor pajak terpilih. Rencananya, implementasi secara nasional akan dilakukan pada Oktober 2021.

Saat ini, sebagian besar wajib pajak telah menggunakan sistem pelaporan elektronik sehingga nantinya wajib menggunakan aplikasi e-Bupot unifikasi. Ada beberapa keunggulan pelaporan elektronik dibandingkan dengan secara manual menggunakan kertas.

Pertama, wajib pajak hanya perlu mengakses satu kanal. Kedua, bukti potong yang diterbitkan langsung terhubung dengan sistem DJP dan dapat dicetak. Ketiga, validitas data tidak perlu diragukan lagi. Keempat, data bukti potong yang telah terbit secara sistem akan diolah dan menjadi data prepopulated (siap saji) yang akan muncul secara otomatis dalam formulir SPT Tahunan penerima bukti potong.

Aplikasi e-Bupot unifikasi juga akan memudahkan aparat pajak dalam mengawasi kebenaran pelaporan SPT Tahunan. Apabila ada penghasilan yang belum dilaporkan akan segera terdeteksi karena data bukti potong secara otomatis akan muncul pada sistem pengawasan.

Tingkat akurasi juga lebih tinggi sebab tak lagi ditemui kesalahan manusia dalam memasukkan data. Selain itu, data berbentuk XML (extensible markup language) melalui aplikasi ini lebih mudah diolah daripada yang berbentuk CSV (comma separated value) sebagaimana pada aplikasi sebelumnya.

Muaranya, kemudahan dalam mengolah data ini akan menambah efektivitas dan mengurangi biaya adminstrasi pengumpulan penerimaan pajak. Tingkat kepatuhan pajak pun pada akhirnya akan turut terdongkrak.

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.