Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pajak kembali jadi sorotan. Kali ini harta kekayaan dan kehidupan glamor keluarga pegawai pajak menjadi buah bibir di masyarakat. Bola panas pun bergulir dari kasus yang awalnya berupa penganiayaan yang diduga dilakukan oleh anak pegawai pajak.

Dugaan penyelewengan jabatan mengemuka dan semakin menjadi bola liar di tengah-tengah masyarakat. Semakin berkembang, kondisi ini bahkan mulai mengarah pada ketidakpercayaan kepada institusi otoritas perpajakan di Indonesia.

Kampanye stop bayar pajak dan stop lapor Surat Pemberitahuan (SPT) mulai marak dan banyak dikumandangkan oleh oknum masyarakat. Pertanyaan yang muncul, apa yang terjadi jika masyarakat tidak lagi mau membayar pajak? Bijakkah menolak membayar pajak? Sebenarnya digunakan untuk apa uang pajak itu? Apakah untuk memperkaya pegawai pajak?

Alokasi Uang Pajak

Pertama, bukan rahasia lagi jika selama ini negara Indonesia sangat bergantung dari pajak sebagai sumber utama penerimaan negara. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 telah ditetapkan. Pendapatan negara telah dipatok di angka Rp2.463 triliun. Dari pendapatan negara tersebut, sebesar Rp2.021 triliun atau 82% merupakan penerimaan perpajakan.

Bayangkan jika banyak masyarakat yang tidak mau membayar pajak. Rencana penerimaan perpajakan berpotensi tidak tercapai. Imbasnya, negara tidak dapat membiayai pengeluaran yang dilakukan. Jika dipaksakan, bertambahnya utang negara boleh jadi menjadi hal yang mau tidak mau harus dilakukan.

Apa saja pengeluaran negara yang bisa terpengaruh? APBN mencatatkan fokus pengeluaran negara pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, akselerasi pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi, pemantapan efektivitas implementasi reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi, serta mendorong pembangunan dan pengembangan ekonomi hijau.

Porsi terbesar fokus pengeluaran negara ada pada sektor pendidikan, diikuti oleh perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur, ketahanan energi, kesehatan, dan pangan. Berkurangnya penerimaan negara berarti tidak terselenggaranya pembangunan di sektor-sektor tersebut secara optimal.

Pemerintah menganggarkan Rp612,2 triliun untuk sektor pendidikan. Jumlah ini termasuk diperuntukkan untuk subsidi pendidikan, beasiswa masyarakat berprestasi dan tidak mampu, dan bantuan lainnya di sektor pendidikan. Lalu, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp476 triliun untuk bantuan sosial, subsidi untuk masyarakat, dan perlindungan sosial lainnya.

Pemerintah juga sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur. Jalan tol, jembatan, jalan raya, dan infrastruktur lainnya disiapkan untuk dapat dinikmati oleh masyarakat. Untuk ini pemerintah mengalokasikan Rp392,1 triliun. Belum lagi untuk kesehatan, pemerintah mengalokasikan Rp178,7 triliun untuk bantuan kesehatan dan pengeluaran kesehatan lainnya.

Sektor-sektor lainnya seperti pangan dan ketahanan energi juga memerlukan dana yang tidak sedikit. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika masyarakat enggan membayar pajak. Dampaknya akan sangat luas dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Kedua, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otoritas perpajakan di Indonesia dan juga bagian dari Kementerian Keuangan mempunyai tugas utama untuk mengumpulkan penerimaan negara. Pengumpulan penerimaan negara ini dilakukan melalui kegiatan pelayanan dan edukasi perpajakan, pengawasan perpajakan, pemeriksaan pajak, penagihan pajak, dan penegakan hukum perpajakan.

Selanjutnya, apakah uang hasil pembayaran pajak itu dikelola langsung oleh DJP? Jawabannya juga tidak. DJP sama sekali tidak menerima pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. DJP hanya mengatur tata cara serta mekanisme pembayaran, pemotongan, dan pemungutan pajak. DJP juga memastikan bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penyetoran pajak dilakukan oleh wajib pajak di lembaga perbankan dan kantor pos sebagai tempat pembayaran pajak

Kemudian, apakah DJP juga yang mengalokasikan penggunaan uang pajak untuk membiayai pengeluaran negara? Kembali jawabannya adalah tidak. Uang pajak yang telah dibayarkan wajib pajak dan dikumpulkan di kas negara akan digunakan dan dimanfaatkan oleh lembaga dan instansi pemerintahan terkait di pusat dan daerah. Contohnya pengeluaran negara terkait pendidikan akan dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pengeluaran untuk perlindungan sosial dikelola oleh Kementerian Sosial. Kementerian Kesehatan bertanggung jawab untuk mengelola pengeluaran kesehatan. Demikian juga dengan kementerian dan lembaga pemerintah lainnya memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengelola pengeluaran negara yang terkait dengan bidang tugasnya.

Dari penjelasan di atas, menjadi tidak relevan jika kekhawatiran bahwa uang pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak digunakan untuk memperkaya pegawai pajak mengemuka sebagai salah satu alasan masyarakat enggan membayar pajak. Justru peran serta wajib pajak dalam membayar pajak dapat membuka ruang bagi wajib pajak untuk turut mengawasi penggunaan uang pajak oleh pemerintah.

Ketiga, DJP telah sejak lama menggelorakan komitmen pemberantasan korupsi. Sanksi tegas telah menanti untuk pegawai yang masih melakukan kecurangan dan penyalahgunaan wewenang. Berbagai sistem dan mekanisme penegakan disiplin pegawai juga telah dilakukan.

Segala bentuk pelanggaran integritas yang melibatkan pegawai pajak bukan hanya melukai hati masyarakat Indonesia. Lebih dalam lagi, setiap pelanggaran terhadap integritas meremukkan hati puluhan ribu pegawai DJP yang telah berkomitmen menjunjung tinggi integritas. Sebelum masyarakat luas merasakannya, puluhan ribu pegawai DJP sudah lebih dulu terluka.

 

Perjuangan Bersama

Akhirnya, kepercayaan masyarakat terhadap suatu instansi pemerintah sangat mahal harganya. Kepercayaan ini dengan mudah dapat tercoreng karena adanya perbuatan tidak terpuji. Untuk sejenak mari kita coba berpikir dengan jernih untuk tidak mengesampingkan langkah-langkah positif yang telah dilakukan pihak-pihak dalam membangun Indonesia dan mewujudkan masyarakat sejahtera.

Ini merupakan perjuangan bersama. Perjuangan yang tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh satu institusi atau lembaga pemerintah. Perjuangan yang tidak bisa dilaksanakan oleh satu golongan masyarakat saja. Jika ada segelintir pihak yang ingin merusaknya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, penegakan hukum harus dilaksanakan dengan adil dan jangan sampai mengganggu tatanan positif yang susah payah diperjuangkan.

Ajakan berjuang ini untuk seluruh institusi, lembaga pemerintah, badan usaha, perusahaan swasta, dan seluruh masyarakat. Pengelola uang pajak berjuang dengan komitmen tinggi untuk mempergunakan uang pajak untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pihak swasta dan masyarakat berjuang dengan kontribusi pajak sesuai aturan dan mengawasi penggunaannya.

Mungkin kita masih ingat dengan slogan pajak dulu “Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya”. ini yang harus menjadi perhatian kita bersama. Penggunaan pajak harus dalam pengawasan masyarakat. Segera laporkan jika ada penyalahgunaan. Pajak yang kita bayarkan nantinya harus dapat dinikmati hasilnya oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan pajak yang kuat, Indonesia akan maju. Insyaallah.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.