Toilet dan Pajak

Oleh: Hartono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada suatu perjalanan, kami melintas di ruas jalan berbayar atau tax on location (biasa disebut jalan tol) dan singgah di rest area untuk sekedar keperluan ke toilet. Banyaknya pengguna menyebabkan situasi antrean toilet cukup ramai. Inilah ujian untuk tetap sabar menunggu giliran dengan menahan laju buang air dan rasa sakit.
Pikiran saya melayang dan berharap penyelenggara jalan tol menyediakan sarana toilet yang nyaman dan banyak agar tidak perlu antre. Berfikir seperti itu rasanya wajar karena pengguna telah membayar tarif yang dibebankan.
Toilet (bahasa Inggris: WC - Water Closet) atau jamban merupakan perlengkapan rumah untuk tempat pembuangan kotoran manusia, yaitu urin dan feses. Kebutuhan toilet sangat mutlak kapan pun dan di mana pun. Bisa dibanyangkan, bagaimana kalau rumah atau tempat-tempat umum tidak dilengkapi dengan toilet? Padahal, jika kita keluar negeri, sangatlah lazim jika kita jumpai toilet umum di sudut taman kota, tepi jalan, atau pada sarana umum lainnya.
Sebagian orang tidak peduli atau menyepelekan peran penting toilet karena identik dengan hal kotor dan bau. Saat mendesain rumah, toilet selalu mendapat porsi dan anggaran relatif kecil dengan lokasi tersembunyi, meski nyatanya kebutuhan toilet selalu ada setiap harinya.
Nilai Pelajaran
Ada nilai pelajaran dari toilet ini, yaitu dihindari namun dicari. Sadar atau tidak sadar, nilai pelajaran toilet ini bisa diterapkan dalam banyak hal. Apa yang kita peroleh, harus ada bagian yang harus dikeluarkan atau dibagi kepada orang lain. Misalnya, kita membeli buah durian, daging buahnya dimakan sedangkan kulitnya harus dibuang dan harus dilupakan, meskipun kita membeli durian tersebut termasuk kulitnya.
Nilai pelajaran ini mirip dengan sedekah, infak, zakat, dan pajak yaitu mengeluarkan sebagian harta tanpa mengharapkan imbalan. Sedekah sebagai pemberian apa saja dan tidak hanya berupa harta, sedangkan infak hanya dalam bentuk harta. Pemberian kepada orang lain tersebut secara sukarela dan ikhlas dengan tidak mengharap balasan apapun kecuali pahala dari Allah. Kedua pemberian ini tidak dibatasi oleh waktu dan jumlah serta bebas kepada siapa saja.
Sementara zakat adalah kewajiban mengeluarkan sebagian harta yang ditentukan berdasarkan jumlah (nisab) dan waktu (haul) kepada yang berhak menerima (mustahik). Sedangkan pajak berdasarkan kondisi, jumlah dan waktu tertentu yang diberikan kepada negara.
Sedekah, infak, dan zakat merupakan perintah berdasarkan agama (Islam), sedangkan pajak merupakan perintah berdasarkan kesepakatan bersama --baca: bernegara. Membayar pajak sebagai kontribusi wajib orang pribadi atau badan kepada negara atas harta atau penghasilan yang diperoleh dan melebihi batas dan waktu tertentu. Kesepakatan tersebut berupa undang-undang perpajakan yang disusun oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Kenapa butuh kesepakatan? Lantaran sifat pajak yang memaksa warganya untuk membayar. Oleh karena itu, sebelum diberlakukan aturan perpajakan (dalam bentuk undang-undang), kudu memperoleh "restu" terlebih dahulu dari rakyat --melalui parlemen sebagai perwakilan-- yang bakal membayar pajak itu. Kita tentu harus ingat, kata pepatah yang kesohor, pemajakan tanpa kesepakatan dari perwakilan rakyat, sama saja dengan perampokan. Taxation without representation is robbery.
Sumber Pendapatan Negara
Pungutan pajak terdiri dari pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat antara lain PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai dan PBB-P5L yang merupakan penopang utama penerimaan APBN sekitar 83,5%. Sedangkan pajak daerah merupakan pendapatan asli daerah (PAD) bagi provinsi maupun kota atau kabupaten dengan proporsi berbeda-beda dan rata-rata menyumbang 32,65% dari total pemasukan APBD.
Pajak Provinsi antara lain, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok. Sedangkan pajak kabupaten atau kota terdiri atas: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB P2), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Pajak pusat diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedangkan pajak daerah dikelola oleh dinas pendapatan pemerintah daerah. Struktur DJP merupakan Unit Eselon I di bawah Kementerian Keuangan sedangkan dinas pendapatan dibawah pemerintah daerah baik provinsi maupun kota atau kabupaten.
DJP maupun Dinas Pendapatan hanya bertugas melaksanakan kebijakan untuk menghimpun, mengadministrasikan, dan mengawasi pelaksanaan kewajiban pajak masyarakat. Seluruh pajak yang terkumpul disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi. Selanjutnya pemerintah bersama DPR menetapkan distribusi dalam bentuk program dan kebijakan dalam APBN/APBD.
Alokasi Pajak
Pemerintah menggunakan pajak untuk membiayai pengeluaran biaya operasional negara, pengadaan sarana dan prasarana, berbagai subsidi dan bantuan sosial. Pengeluaran pemerintah berupa belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta soisal yang disalurkan berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) kementerian, instansi, badan dan lembaga negara serta pemerintah daerah.
DIPA Belanja pegawai untuk membayar pengeluaran gaji dan tunjangan ASN mulai dari presiden sampai pegawai negeri terendah, termasuk pimpinan dan anggota DPR, TNI & Polri, badan dan lembaga negara. Belanja barang dan jasa merupakan belanja perlengkapan operasional kerja pemerintah dan pengadaan berbagai sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan dan pelabuhan yang diperlukan masyarakat. Sedangkan belanja sosial untuk subsidi dan bantuan rakyat miskin, kesehatan dan pendidikan masyarakat kurang mampu dan lain sebagainya.
Pemerintah Pusat juga mentransfer pajak ke Pemerintah Daerah berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang merupakan komponen penerimaan dalam APBD untuk melaksanakan kebijakan dan program pemerintah daerah termasuk dana desa.
Pengelolaan yang efisien, efektif, adil, transparan dan akuntabel akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat. Masyarakat harus peduli dan ikut berperan aktif dalam mengawasi proses pengelolaan tersebut. Berbagi kepada sesama dalam bentuk apapun baik sedekah, infak, zakat dan pajak secara sukarela dan ikhlas merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan untuk kebaikan kita sendiri dan kemajuan bangsa.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 270 kali dilihat