Tiga Syarat Jadi Pemenang
Oleh: Suparnyo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan ada tiga tantangan yang akan menentukan nasib sebuah negara ke depan. Tiga tantangan itu adalah pandemi, perubahan iklim, dan teknologi digital. Lalu, apa peran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas ketiga tantangan tersebut? Mari kita kupas satu per satu, dan yang pasti ini bukanlah ilmu cocoklogi.
Yang pertama adalah pandemi. Sejak mulai adanya bencana nasional Covid-19 sampai sekarang, pajak selalu terlibat. Contoh yang masih berjalan sampai sekarang yaitu insentif pajak yang ada dalam Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Banyak sekali dana yang dikeluarkan untuk program tersebut. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru saja disahkan oleh DPR juga memberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibebaskan terhadap kegiatan yang mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional.
Yang kedua adalah perubahan iklim. UU HPP juga sudah mengakomodir terkait hal ini. Dalam UU HPP telah diatur mengenai pajak karbon yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Penerimaan dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.
Dan yang terakhir adalah teknologi digital. Hal ini sudah dan akan selalu menjadi perhatian DJP. Bahkan dalam rencana jangka pendek, menengah, dan panjang selalu ada target yang harus dicapai (milestones). Peta jalan reformasi sistem administrasi DJP juga sedang berjalan, mulai dari perbaikan mutu layanan kepada wajib pajak, perbaikan kualitas pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak, hingga perbaikan efektivitas penegakan hukum. Tujuannya agar para wajib pajak mudah dalam menjalankan kewajiban perpajakannya dan penerimaan pajak dapat terkumpul dengan optimal secara efektif dan efisien.
Sri Mulyani mengatakan negara yang tidak mampu berpartisipasi dan menghadapi tiga fenomena tersebut akan dianggap sebagai pecundang (loser). Sedangkan negara yang mampu menghadapi ketiganya dikategorikan sebagai pemenang (winner). Dalam lingkup yang lebih luas, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan banyak kebijakan, aturan-aturan, dan bermacam slogan tentang itu semua.
Pandemi jadi masalah tersulit yang akan dihadapi karena masalah ini tidak ada yang tahu kapan akan berakhir dan tidak dimungkiri akan datang lagi. Sri Mulyani dalam rilis APBN 2021 menyampaikan bahwa APBN 2021 menjadi tonggak untuk menyeimbangkan berbagai tujuan, yaitu mendukung kelanjutan penanganan pandemi, mendorong pemulihan ekonomi, serta mengonsolidasikan fiskal.
APBN 2021 melalui upaya reformasi strukturalnya akan meletakkan pondasi perekonomian yang kokoh, kompetitif, produktif, dan inovatif dalam mewujudkan transformasi ekonomi menuju Indonesia Maju. Strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak juga tertuang dalam UU HPP.
Perubahan iklim tak mengenal batasan negara. Untuk menghadapi tantangan ini, seluruh dunia harus kompak bekerja sama. Kebijakan pemerintah antara lain dengan pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup dan SDG Indonesia One yang bertujuan mempertemukan berbagai kegiatan maupun perubahan iklim dengan sumber dananya baik dari APBN, mitra pembangunan, badan usaha, filantropis, individu, dan lembaga multilateral.
Kemudian dalam bidang perpajakan, pemerintah memberikan kebijakan tax holiday guna mendukung investasi baru untuk pengembangan dan membangun energi terbarukan serta perbedaan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan berdasarkan emisi CO2. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juga menambahkan agar memuat informasi berupa produk ramah lingkungan hidup pada katalog elektronik.
Teknologi digital akan semakin berkembang di masa depan. Generasi milenial di Indonesia diharapkan dapat berkontribusi memberikan inovasi dan mengeksplorasinya. Arah kebijakan pengadaan nasional diantaranya adalah mengembangkan e-marketplace pengadaan dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik.
Sama dengan kebijakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam UU HPP. Arah kebijakan ini tentunya adalah pemanfaatan basis data bersama, membentuk Single Identity Number (SIN) misalnya. Contoh keren terbaru adalah dengan adanya kolaborasi salah satu dompet digital dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil demi transaksi digital yang aman dan nyaman. Jadi, SIN bukanlah sesuatu yang mustahil.
Secara intrinsik, kebudayaan dan masyarakat tidaklah jahat dan negatif. Keberadaannya bagaikan bulu-bulu indah dari burung-burung yang ditemukan di Papua Nugini dan Irian. Bulu-bulu indah yang dimiliki burung jantan dapat mengalihkan perhatian binatang buas dari burung betina dan anak-anaknya. Seleksi alam telah mengarahkan burung-burung ini untuk semakin memperbaiki dan memperbarui bentuk bulunya, hingga dalam perkembangannya ada burung yang justru tidak lagi dapat terbang.
Sampai di sini warna-warna yang menarik perhatian tidak lagi dapat melindungi spesies mereka. Inilah yang menyebabkan kita selalu menggali dan memperbarui masyarakat, kebudayaan, dan teknologi. Karena itu semua dapat membantu kita bertahan dan berkembang biak walaupun pada saat yang sama juga bisa menghancurkan kita. Begitulah teori Carl Rogers.
Hidup ini tidaklah mudah dan tidak pasti, perubahan sangat cepat dan dinamis, dan kita semua dituntut harus selalu adaptif. Masyarakat taat pajak, budaya ramah lingkungan, dan generasi melek teknologi adalah tiga syarat mutlak agar kita tidak jadi pecundang.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 207 kali dilihat