Oleh: Andi Zulfikar, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Di bulan Ramadan ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang diharapkan dapat menjadi pendorong perekonomian. Salah satunya adalah aturan tentang kewajiban pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) pada tahun 2019 yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini merupakan kabar gembira baik bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun bagi para pegawai swasta.

Bagi kalangan pengusaha sendiri, THR diharapkan menjadi stimulus perekonomian yang meningkatkan daya beli masyarakat khususnya kalangan menengah. Dengan puluhan triliun anggaran yang dikeluarkan pemerintah, maka akan ‘menghangatkan’ sektor perdagangan dan jasa yang ada di Indonesia. Konsumsi masyarakat akan meningkat. Akibat lainnya, konsumsi masyarakat yang meningkat seharusnya ekuivalen dengan peningkatan penerimaan pajak. Harapannya pertambahan penerimaan pajak ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Aturan tentang THR dilegalkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2019. PP tersebut kemudian diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 58 Tahun 2009 diatur tentang teknis pelaksanaan pemberian THR kepada PNS, prajurit TNI, anggota kepolisian, pejabat negara, penerima pensiun yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam pasal 3 aturan PMK tersebut disebutkan bahwa besar THR adalah sebesar penghasilan satu bulan pada dua bulan sebelum bulan Hari Raya. Dalam aturan tersebut disebutkan juga pembayaran THR dilakukan paling cepat sepuluh hari kerja sebelum tanggal Hari Raya.

Kewajiban THR bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut disebutkan pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih. THR tersebut diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja baik waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu. Besaran THR bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja dua bulan secara terus menerus atau lebih diberikan satu bulan upah, sedangkan bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus tapi kurang dari dua belas bulan, diberikan proporsional sesuai masa kerja.

Ada Kewajiban Pajak

Sebagai penghasilan, THR adalah objek pajak yang di dalamnya terdapat kewajiban pajak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Pembayaran THR sebagai penghasilan sesuai dengan definisi penghasilan dalam pajak yang disebutkan dalam pasal 4 UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008. Oleh karenanya, baik bagi bendaharawan maupun pihak perusahaan tidak boleh melupakan pemotongan pajak PPh Pasal 21 atas THR tersebut. Ketentuannya diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ./2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi.

Sebagai negara yang mengandalkan penerimaannya melalui pajak, melaksanakan kewajiban ini merupakan satu ikhtiar untuk menjaga stabilitas negara. Pemotongan pajak ini pada hakikatnya akan kembali lagi kepada seluruh warga negara. Pajak yang terkumpul akan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penggunaan pajak, baik secara kasat mata maupun tidak, selalu kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Secara kasat mata, kita melihat manfaat pajak melalui pembangunan jalan, rumah sakit, sekolah jembatan, dan banyak lagi yang lainnya. Penggunaan pajak dalam sektor keamanan negara adalah manfaat yang patut kita  syukuri. Pemotongan pajak yang dilakukan atas THR juga akan dipergunakan untuk meningkatkan harkat hidup mereka yang tidak mampu misalnya melalui pemberian beasiswa bidikmisi. Hal itu selaras dengan semangat berbagi di bulan Ramadan yang berkah ini.

Mudik, Budaya Lokal Bermanfaat

Bangsa Indonesia memiliki salah satu budaya yang khas menjelang  perayaan Hari Raya Idulfitri. Budaya tersebut adalah mudik atau pulang ke kampung halaman. Mereka yang mudik, khususnya para PNS dan pegawai swasta yang telah menerima THR, akan membawa dana tersebut untuk sebagian dipergunakan di kampung halaman mereka. Ramadan memang momentum yang tepat untuk berbagi.

Tradisi ini membawa dampak ekonomi tentunya. Dengan adanya perpindahan dana dari kota ke desa, maka terjadi pemerataan ekonomi. Apalagi hal tersebut dilakukan dengan waktu yang relatif bersamaan. Penggunaan THR dalam tradisi mudik tersebut juga akan mendorong peningkatan omzet usahawan kecil, karena sepanjang perjalanan umumnya para pemudik akan mengeluarkan dana untuk belanja dan makan.

Tradisi mudik berarti juga masyarakat telah menggunakan hasil infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah. Pembangunan ini adalah berasal pajak. Dengan demikian, diharapkan timbul kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya pajak bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, ketika mereka melakukan tradisi ini, secara langsung masyarakat telah ikut merasakan manfaat pajak yang dikumpulkan selama ini. Mudik, selain bermanfaat untuk pemerataan ekonomi, juga dapat meningkatkan kepekaan dan kecerdasan pajak. Apalagi bila manfaat itu bisa memberi kesan kepada generasi dini yang selalu gembira dengan datangnya Hari Raya, maka di masa depan diharapkan mereka akan menjadi generasi yang sadar pajak.

Ramadan, memang menjadi momentum perbaikan bukan hanya diri pribadi namun juga untuk bangsa kita. Pesan Ramadan selalu relevan untuk diaplikasikan. Pesan kedamaian dan berbagi untuk sesama. Mudik kita adalah kembali ke rindu. Rindu atas kemandirian bangsa dan kesejahteraan yang dapat dirasakan oleh seluruh bangsa. Salah satu ikhtiarnya adalah terkumpulnya penerimaan pajak yang dipergunakan untuk kepentingan bersama.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.