oleh: Aza Audina, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Tanaman hias memang selalu memikat hati bagi beberapa kalangan wanita bahkan tak sedikit pula kaum laki-laki yang terpikat. Alasannya cukup beragam, mulai dari karena keunikan, manfaat, prestise hingga harga yang fantastis. Alasan tersebut menjadikan banyak dari kita yang berlomba-lomba untuk mengoleksinya di rumah.

Tanaman hias sangat beragam. Anda masih ingat dengan tanaman gelombang cinta? Yup, tanaman itu pernah viral pada tahun 2007-2008 silam. Tanaman yang memiliki nama latin anthurium ini sempat dibandrol dengan harga yang sebanding dengan harga satu unit mobil. Selain anthurium, masih terdapat beragam tanaman hias yang  diminati oleh para pecinta tanaman seperti aglonema, anggrek, mawar Juliet dan kadupul.

Munculnya permintaan atas tanaman hias tersebut, tentu membuka peluang usaha bagi para pedagang tanaman untuk berdagang tanaman hias. Mulai dari tanaman hias hasil perkebunan sendiri, hasil persilangan, hingga tanaman hias yang berasal dari luar negeri. Variasi harga yang ditawarkan pun bermacam-macam, ada yang dijual seharga puluhan ribu rupiah, tetapi ada juga yang dibandrol dengan harga puluhan sampai ratusan juta rupiah. Lalu apakah setiap tanaman hias yang diperjualbelikan terutang pajak?

Direktur Jenderal Pajak memberikan penegasan terkait Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 70P/HUM/2013 Mengenai Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Hasil Pertanian yang Dihasilkan dari Kegiatan Usaha di Bidang Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, bahwa barang hasil pertanian yang merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan, dan hasil hutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang semula dibebaskan dari pengenaan PPN berubah menjadi dikenakan PPN sehingga atas penyerahan dan impornya dikenai PPN dengan tarif 10%, sedangkan atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif  0%”.

Sehubungan dengan peraturan diatas, Wajib Pajak yang melakukan penyerahan tanaman hias tersebut wajib untuk memungut PPN dan wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengukuhan dapat dilakukan atas permohonan Wajib Pajak atau dilakukan secara jabatan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak tersebut dikecualikan bagi pengusaha yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-197/PMK.03/2013 tanggal 20 Desember 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. Dengan kata lain, Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan yang peredaran usahanya di bawah Rp4.800.000.000 dalam satu Tahun Pajak, tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai  Pengusaha Kena Pajak serta tidak wajib memungut PPN 10% dari setiap penyerahan tanaman hias.

 

Lalu bagaimana dengan penghasilan yang diperoleh penjual tanaman hias?

Jika dilihat dari harganya memang tanaman hias tertentu tidak seberapa mahal. Tapi ada jenis tanaman hias langka dan disukai orang yang harganya cukup mahal. Jika terjadi jual beli tanaman hias dan si penjual mendapat penghasilan. Lalau bagaimana dengan penghasilan tersebut? Kena pajak atau tidak?  

Misalnya, penjual tanaman hias “Thanos Jual Tumbuhan” pada 31 Januari 2019 telah menjual 5 buah tanaman Gelombang Cinta kepada Iron Man seharga Rp 15.000.000,00. Maka saat terutang pajak adalah saat diserahkannya 5 buah tanaman Gelombang Cinta kepada Iron Man. Si penjual tanaman hias “Thanos Jual Tumbuhan” wajib melakukan pencatatan untuk menghitung berapa total penghasilan bruto selama bulan Januari yang selanjutnya akan menjadi dasar perhitungan pajak.

 

Berapa pajak yang harus dibayar oleh “Thanos Jual Tumbuhan”?

Besaran pajak yang terutang adalah 0,5% dari penghasilan bruto dalam 1 bulan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tanggal 22 Juni 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Jadi misalkan Penjual Tanaman Hias “Thanos Jual Tumbuhan” memiliki penghasilan kotor bulan Januari tahun 2019 sebesar Rp100.000.000,00. Maka besaran pajak yang wajib dibayarkan oleh“ Thanos Jual Tumbuhan” adalah sebesar Rp100.000.000,00 x 0.5% yaitu Rp500.000,00 untuk bulan Januari 2019. Pajak 0,5% tadi disebut sebagai PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan bruto tertentu.

 

Lalu bagaimana cara membayar pajaknya?

Setelah mengetahui berapa pajak yang harus dibayar maka penjual tanaman hias tersebut harus membuat kode billing sebagai sarana pembayaran pajak. Cara yang paling mudah untuk membuat kode billing dapat dilakukan lewat anjungan tunai mandiri (ATM) bersamaan dengan pembayaran pajak. Selain itu pembuatan kode billing dapat dilakukan melalui situs web www.pajak.go.id, tetapi Wajib Pajak terlebih dahulu harus mempunyai  akun.

Direktorat Jenderal Pajak juga menawarkan kemudahan kepada wajib pajak dengan menghubungi call centre 1500200 untuk pembuatan kode billing. Selain itu banyak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang menawarkan pembuatan kode billing baik melalui sms, WA, maupun telepon langsung ke KPP terdaftar.

Pembayaran pajak dapat dilakukan melalui ATM, bank maupun kantor pos serta pelaku fintech dan e-commerce seperti Tokopedia, Finnet Indonesia, dan Bukalapak. Pembayaran ini harus dilakukan setiap bulan jika ada penghasilan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Untuk pembayaran PPh Final 0,5% setiap bulan tidak perlu dilaporkan dalam SPT Masa. Karena setiap pembayaran yang sudah diverifikasi dan ada Nomor Tanda Penerimaan Negara (NTPN) dianggap sudah lapor.  Pembayaran tersebut hanya perlu dilaporkan setiap tahun melalui SPT Tahunan PPh.

Perlu diketahui, jumlah penghasilan kotor (bruto) setiap bulan memiliki nilai yang berbeda tergantung dari seberapa banyak jumlah tanaman hias yang telah laku dijual. Semakin banyak tanaman hias yang terjual, tentu penghasilan dari penjual tanaman hias tersebut juga bertambah. Kita sebagai warga negara Indonesia yang baik, jangan sampai melupakan kewajiban untuk bayar dan lapor pajak. Tanaman hias selain memperindah suasana dan menghasilkan oksigen, ternyata kalau kewajiiban perpajakannya dipenuhi juga bisa menyelamatkan bangsa.

Ayo cintai pajak untuk kemajuan bangsa! Pajak Kuat, Indonesia Maju!

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.