Sok Pamer Kekayaan dan Keteladanan Aparatur Negara
Oleh: Yacob Yahya, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Akhir Januari yang lalu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) merilis Surat Edaran Nomor 02 Tahun 2023 tentang Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Negara (LHKAN).
Ketentuan baru tersebut memberikan angin segar ihwal peran abdi negara dalam menunjukkan keteladanan mengenai tertib melaporkan harta kekayaan dan menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.
Pertama, penyederhanaan jenis LHK. Yang dimaksud LHK di sini adalah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk aparatur negara yang wajib melaporkan LHKPN dan/atau Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (SPT Tahunan WPOP) bagi aparatur negara yang bukan wajib lapor LHKPN.
Adapun batas waktu pelaporan baik SPT Tahunan WPOP dan LHKPN rutin adalah setiap 31 Maret untuk tahun berikutnya. Pegawai yang lalai melaporkan SPT Tahunan dan/atau LHKPN, diancam hukuman disiplin tingkat sedang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Kedua, surat edaran tersebut memperluas subjek pelapor harta kekayaan, dari yang awalnya hanya aparatur sipil negara (ASN), menjadi ASN, anggota TNI, dan anggota Polri. Ketiga golongan tersebut merupakan aparatur negara. ASN dalam hal ini meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sehingga, SE MenPANRB 02/2023 ini membarui ketentuan yang ada di dalam SE MenPANRB Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN).
Menurut data statistik terakhir, jumlah ASN sekitar 4,3 juta, anggota TNI hampir satu juta, dan anggota Polri sekitar 400 ribu personil. Tentu angka ini sangatlah signifikan untuk menyebarluaskan keteladanan dalam tertib melaporkan harta kekayaan serta melaporkan kewajiban perpajakan kepada khalayak luas.
Bagaimana dengan pegawai dan pejabat Kementerian Keuangan? Seluruh pegawai dan pejabat wajib melaporkan SPT Tahunan, juga LHK pada aplikasi ALPHA. Khusus kewajiban melaporkan LHK, pegawai yang wajib lapor LHKPN cukup melaporkannya di situs e-LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan praktis datanya akan termigrasi ke dalam ALPHA.
Kementerian Keuangan mengeklaim bahwa pegawai wajib lapor LHKPN telah 100% patuh melaporkan harta kekayaannya, pada tahun pelaporan 2018-2021. Adapun menurut data tahun pelaporan 2022, dengan batas waktu 31 Maret 2023, per 28 Februari yang lalu, melalui keterangan yang disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, sudah mencapai 99.99% pegawai wajib lapor yang telah menunaikan kewajiban pelaporannya.
Nilai Inti dan Nilai Antikorupsi
Beberapa waktu yang lalu, publik bereaksi keras atas kelakuan anak dari pegawai Kementerian Keuangan yang memamerkan harta mewahnya. Tentu hal ini mencederai rasa kepatutan dan kepantasan karena menurut KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terdapat indikasi kuat transaksi dan jumlah harta yang tidak wajar karena kurang sesuai dengan profil jabatan pegawai tersebut.
Tentu hal ini kurang sesuai dengan nilai inti (core value) ASN, yakni BerAKHLAK atau Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Nilai inti akuntabel ini meliputi melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta disiplin dan berintegritas tinggi, menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif dan efisien, dan tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.
Kementerian Keuangan juga memiliki nilai-nilai organisasi, yang meliputi integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan, yang sangat selaras dengan nilai inti BerAKHLAK itu tadi. Kelima nilai tersebut terjabarkan dalam Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2018.
Nilai integritas berarti seluruh pegawai harus berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh Kode Etik dan prinsip-prinsip moral. Terdapat 16 contoh kode etik dan kode perilaku nilai integritas, dan salah satunya adalah “tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Pegawai”.
Kita juga perlu menerapkan sembilan nilai antikorupsi, yakni jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras –atau lebih mudah disingkat menjadi Jumat Bersepeda, Kaka. Di lingkup terkecil, nilai antikorupsi atau nilai integritas tersebut mulai ditanamkan pada keluarga: pasangan dan anak-anak kita.
Dengan melaksanakan nilai-nilai antara lain kejujuran, kesederhanaan, dan kepedulian, tentu kita akan terhindar dari gaya hidup bermewah-mewahan, sok pamer (flexing), dan mengesampingkan rasa empati. Menyemaikan benih antikorupsi dimulai dari langkah kecil dalam skup terkecil, yakni keluarga kita sendiri. Memang seharusnya begitulah kita berperilaku.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 573 kali dilihat