Sistem Baru DJP Untuk Mendongkrak Tingkat Kepatuhan

Oleh: Alfian Nur Huda, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Teknologi internet telah mencapai masa kejayaannya dalam satu dekade terakhir ini. Internet kini dapat mengubah perilaku dan kehidupan manusia secara cepat. Sebagai contoh, dengan internet kita dapat mencari informasi apapun yang kita inginkan melalui fitur pencarian seperti Google. Bukan hanya dalam sistem pencarian, internet juga memudahkan manusia untuk berinteraksi jarak jauh menggunakan beberapa aplikasi seperti WhatsApp, Zoom, dan Telegram.
Tidak berhenti sampai media komunikasi saja, kini internet juga memudahkan penggunanya dalam berbelanja. Seseorang hanya perlu memesan dari aplikasi atau beberapa fitur lain melalui internet tanpa harus datang ke lokasi atau toko yang dituju. Kemudahan ini difasilitasi internet untuk mengurangi mobilitas manusia dan mengemasnya dalam bentuk yang lebih praktis dan efisien.
Beragam aplikasi telah menyediakan fasilitas untuk berbelanja daring seperti Gojek, Grab, Shopee, Tokopedia, dan masih banyak lagi. Masyarakat dapat membeli barang atau makanan dengan mudah melalui ponsel mereka. Semuanya dikemas secara efisien sehingga semakin banyak orang yang menggunakan jasa internet untuk kebutuhan mereka sehari-hari.
Awal Amazon berdiri, CEO dari perusahaan tersebut yaitu Jeff Bezos telah meramalkan bahwa internet akan digunakan oleh masyarakat dunia dan ketika itu pula perusahaannya akan tumbuh pesat secara eksponensial. Benar saja, setelah perusahaannya merugi belasan tahun akhirnya sukses menjadi raksasa teknologi dengan nilai perusahaan terbesar nomor empat di dunia. Hal itu disebabkan karena pertumbuhan basis pelanggan Amazon berasal dari pengguna internet yang pada saat itu meningkat secara masif dari berbagai penjuru dunia.
Seiring pesatnya perkembangan teknologi internet ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengembangkan berbagai aplikasi untuk memudahkan sistem administrasi perpajakan di Indonesia. Aplikasi ini bisa kita temui melalui situs www.pajak.go.id. Di dalam situs web tersebut terdapat berbagai fitur mulai dari pendaftaran NPWP secara daring dengan aplikasi e-Regristration.
Aplikasi tersebut memudahkan pendaftaran NPWP agar masyarakat tidak perlu lagi datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk membuat NPWP. Kemudian kita juga dapat membuat kode pembayaran pajak melalui aplikasi e-Billing dan melaporkan pajak kita melalui aplikasi e-Filing. Berbagai fitur daring tersebut tentunya sangat memudahkan wajib pajak khususnya yang telah melek teknologi.
Dengan adanya aplikasi perpajakan terkini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pajak masyarakat sehingga penerimaan pajak meningkat yang berdampak pada capaian rasio pajak. Hal ini merupakan tanggung jawab yang besar bagi DJP karena penerimaan pajak berperan besar bagi perekonomian Indonesia. Maka dari itu, kemudahan penggunaan aplikasi menjadi korelatif terhadap tingkat kepatuhan dan penerimaan pajak di Indonesia.
Pada bulan November tahun 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah membentuk Tim Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) melalui KMK 483/KMK.03/2020. Tim PSIAP ini akan membangun sistem administrasi perpajakan yang lebih canggih yaitu coretax system. Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) ditargetkan akan rampung pada tahun 2024.
Dengan adanya sistem yang baru ini diharapkan DJP mampu meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak dan rasio pajak. Sistem yang dibarui akan menggunakan big data sehingga DJP nantinya dapat memiliki data yang sangat masif. Big data yang dimaksud merupakan berbagai macam jenis data seperti data e-commerce, telekomunikasi, perbankan, transportasi, keuangan dan masih banyak lagi.
Peranan coretax system dari DJP kian penting pada era digitalisasi ekonomi yang meningkat dari tahun ke tahun dengan sangat pesat. Pada awal tahun 2021, pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta dengan total jumlah penduduk di Indonesia adalah 274,9 juta. Hal tersebut dapat diartikan bahwa penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7%.
Jika kita bandingkan dengan awal tahun 2020 maka pertumbuhan pengguna internet telah meningkat sebesar 15,5%. Terlebih lagi sistem yang dibuat ini digadang-gadang menggunakan big data yang mampu menyimpan data dalam jumlah yang sangat besar.
Jika kita tarik lima tahun ke belakang, capaian rasio pajak Indonesia tidak mengalami kenaikan. Pada tahun 2015 capaian rasio pajak Indonesia sebesar 11,6%, kemudian turun menjadi 10,8% di tahun 2016. Tahun berikutnya capaian rasio pajak turun lagi menjadi 10,7% dan kembali naik pada angka 11,6% di tahun 2018. Namun, capaian rasio pajak kembali turun pada tahun 2019 menjadi 10,69%.
Capaian rasio pajak tahun 2020 dirasa tidak adil jika dijadikan pembanding dengan capaian tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 yang melanda di awal tahun 2020 sehingga mengakibatkan penurunan penerimaan pajak. Rendahnya rasio pajak ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti tarif pajak, pendapatan per kapita, tingkat kepatuhan wajib pajak dan lain sebagainya. Bila kita melihat dari segi tingkat kepatuhan wajib pajak maka hal ini dapat ditingkatkan dengan kemudahan dalam aplikasi administrasi perpajakan.
Jika melihat angka pertumbuhan tingkat kepatuhan wajib pajak dari SPT Tahunan maka hasilnya selama lima tahun terakhir ini sudah termasuk baik. Pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2017, realisasi rasio kepatuhan mengalami peningkatan yaitu sebesar 60,42%, 60,75% dan 72,58%. Namun, pada tahun 2018 realisasi rasio kepatuhan SPT Tahunan menurun menjadi 71,10%. Realisasi rasio kepatuhan tertinggi dicapai pada tahun 2019 yaitu sebesar 72,87%.
Namun, sampai dengan saat ini masih banyak wajib pajak yang kesulitan dalam melaporkan SPT Tahunan secara daring. Selain kurangnya literasi keuangan, nampaknya teknologi informasi memang belum tersebar secara merata di Indonesia. Lalu apakah sistem DJP yang baru dapat mengatasi permasalahan tersebut dan mendongkrak pertumbuhan kepatuhan wajib pajak secara eksponensial?
Berbicara mengenai big data yang dapat memproses data yang sangat banyak, dengan variasi yang berbeda-beda dan kecepatan yang tinggi akan sangat membantu pekerjaan DJP dalam mencapai target penerimaan dan kepatuhan. Seiring dengan meningkatnya literasi keuangan yang semakin luas dan jaringan internet yang merata maka bukan hal yang mustahil untuk meningkatkan kesadaran dan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam beberapa tahun mendatang.
Jika seluruh data keuangan telah terintegrasi maka DJP dapat mencari data wajib pajak dengan menggunakan banyak sekali pendekatan. Dengan kemudahan aplikasi nantinya wajib pajak mungkin tidak perlu lagi mengingat tanggal lapor dan menginput bukti potong. Pada aplikasi Gojek misalnya, ketika memasuki jam makan siang kita akan menerima pesan yang berbunyi “Udah jam 12 nih. Biasanya kamu pesan ayam geprek di sini, siang ini mau pesan lagi nggak?”.
Dengan pendekatan yang lebih personal seperti ini tentunya memberikan kesan yang menyenangkan bagi pengguna aplikasinya. Bayangkan jika wajib pajak hanya perlu menginstal aplikasi pajak dan memasukkan NPWP lalu pada saat masa pelaporan tiba wajib pajak akan mendapat pesan pengingat yang berbunyi “Kamu sampai sekarang belum lapor SPT Tahunan lho. Ayo laporin dulu biar nggak telat.” Pasti akan lebih bersemangat bukan?
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 1169 kali dilihat