Oleh: I Nengah Brate, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Menjadi bebas secara finansial dan bisa memiliki dana pensiun di usia tua hampir menjadi mimpi semua orang. Banyak orang mewujudkan hal tersebut dengan cara berinvestasi. Investasi yang dilakukan dapat berupa investasi emas, investasi tanah/properti, investasi reksa dana, investasi saham dan investasi bentuk lainnya. Dengan berinvestasi kita dapat mulai mempersiapkan kebutuhan keuangan kita di masa depan dengan memanfaatkan dana yang kita miliki saat ini.

Jika dulu investasi hanya familiar di telinga orang tua, namun saat ini anak muda sudah mulai sadar akan pentingnya investasi. Generasi milenial saat ini sedang gemar berinvestasi di saham dan reksa dana. Hal ini ditunjukan dari data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang mencatat populasi kalangan muda (usia di bawah 30 tahun) mendominasi jumlah investor pasar modal. Generasi muda ini disebut memenuhi hampir 50 persen dari total populasi investor pasar modal hingga pertengahan November 2020.

Perkembangan teknologi saat ini juga telah memudahkan masyarakat dalam melakukan investasi. Saat ini berinvestasi di pasar modal sudah sangat dimudahkan, masyarakat dapat melakukannya secara daring di rumah saja tanpa perlu repot harus datang ke bank atau ke tempat lain. Mereka hanya perlu duduk manis di depan gawai mereka, kemudian mendaftar secara daring dan mereka sudah bisa menjadi seorang investor. Untuk saat ini, jika ingin berinvestasi di saham atau reksa dana, modal yang harus dikeluarkan juga tidak terlalu besar. Kurang dari seratus ribu rupiah saja, kita sudah dapat berinvestasi di instrumen saham maupun reksa dana. Beda dengan beberapa tahun yang lalu, perlu modal jutaan rupiah apabila ingin berinvestasi di instrumen saham atau reksa dana.

Dengan segala kemudahan dalam berinvestasi ini, tidak heran bila jumlah investor domestik di Indonesia semakin meningkat. Banyak orang memilih berinvestasi di reksa dana dan saham. Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), per 19 November 2020, jumlah investor pasar modal sudah tercatat sebanyak 3,53 juta. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 42 persen jika dibandingkan dengan data per 31 Desember 2019 yang sebesar 2,48 juta. Hal ini tentu membuat kita bangga atas kenaikan data ini. Dengan meningkatnya data investor pada pasar modal ini menandakan literasi finansial masyarakat terhadap pentingnya investasi pada pasar modal semakin meningkat.

Perbedaan Reksa Dana dengan Saham

Reksa dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat penanam modal atau investor. Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito. Pada instrumen reksa dana terbagi atas beberapa jenis yakni, reksa dana saham, reksa dana campuran, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang dan lain sebagainya. Setiap jenis reksa dana mempunyai potensi keuntungan yang berbeda-beda, semakin tinggi risikonya, semakin tinggi pula potensi keuntungannya. Karena dana dikelola oleh manajer investasi, maka akan dikenakan biaya untuk agen pengelola tersebut. Selain itu, biasanya juga akan dikenakan potongan setiap melakukan penarikan dana.

Berbeda dengan saham, saham adalah surat berharga bukti kepemilikan seseorang terhadap suatu badan usaha atau perusahaan atau bisnis. Saat kita membeli saham suatu perusahaan, maka kita berarti memiliki bagian kepemilikan dalam suatu perusahaan tersebut. Keuntungan investasi saham disebut dengan dividen, biasanya rutin dibayarkan per kuartal atau tahunan. Kita juga bisa mendapat keuntungan dengan cara menjual kembali saham ke pasar bursa efek. Margin keuntungan akan kita dapatkan ketika harga beli lebih rendah daripada harga jual. Berinvestasi di saham lebih berisiko dibandingkan dengan investasi reksa dana, karena saat berinvestasi di saham semua keputusan investasi datang dari tangan sang investor sendiri tanpa campur tangan manajer investasi.

Sisi Pajak

Saat ini, reksa dana bisa dibilang sebagai satu-satunya jenis investasi yang tidak dikenakan pajak secara langsung atas hasil keuntungannya. Jika berinvestasi di reksa dana, maka keuntungan yang diperoleh tidak termasuk dalam objek pajak, sehingga imbal hasil tersebut bebas pajak. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 ayat 3 huruf i yang berbunyi, "Yang dikecualikan dari objek pajak adalah bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif."

Reksa dana sebagai subjek pajak memiliki nilai aktiva bersih (NAB). NAB ini merupakan hasil selisih dari perhitungan total aset reksa dana (berupa kas, deposito, saham, dan obligasi) dikurangi dengan kewajiban atau beban reksa dana. Kewajiban reksa dana ini meliputi biaya manajer investasi, bank kustodian, broker efek, pelunasan pembelian aset, dan pajak. Pada perhitungan NAB tersebut, pajak juga menjadi salah satu kewajiban yang dibayarkan oleh reksa dana dalam suatu pengelolaan portofolio reksa dana oleh manajer investasi. Sehingga dalam hal ini, sebenarnya investor telah membayar pajak atas hasil investasi pada aset reksa dana secara tidak langsung.

Berbeda jika kita berinvestasi saham, maka akan dikenakan tarif pajak final sesuai dengan UU PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham di bursa efek (hal ini biasanya sudah termasuk dalam biaya penjualan saat kita melakukan transaksi penjualan saham). Selain itu jika menerima dividen, maka akan ada kewajiban perpajakan yang muncul yakni pemotongan PPh atas dividen mengacu pada pasal 17 ayat 2 huruf c yakni sebesar 10% dari penghasilan bruto (hal ini biasanya juga otomatis sudah dipotong juga pada saat dividen tersebut dibayarkan).

Cara Pelaporan Pajak

Baik reksa dana maupun saham tetap wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan. Meski sudah dipotong ataupun tidak termasuk objek pajak, penghasilan atas investasi ini haruslah tetap dilaporkan dalam SPT Tahunan. Untuk reksa dana yang dilaporkan adalah keuntungan dari transaksi penjualan. Hal ini didapat dari harga penjualan reksa dana dikurangi harga waktu membeli reksa dana (harga perolehan). Misalkan harga perolehan reksa dana Rp100 juta, kemudian investor menjualnya senilai Rp120 juta, sehingga ada keuntungan Rp20 juta. Maka, yang dilaporkan adalah sebesar Rp20 juta sebagai penghasilan lainnya yang tidak termasuk objek pajak (formulir SPT Tahunan Orang Pribadi, 1770-III Bagian B.6). Namun jika reksa dana Anda mengalami kerugian, maka tidak perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Sementara itu untuk pelaporan saham dalam SPT Tahunan untuk pajak transaksi yang bersifat final dicatat dalam formulir SPT Tahunan Orang Pribadi 1770-III Bagian A penghasilan pajak yang dikenakan Pajak Final pada poin 3 dan poin 16. Jika Anda belum menjual kepemilikan saham, maka Anda tidak akan dikenakan pajak apa pun. Artinya jika misalnya membeli saham pada tahun 2015 dan belum dijual sampai dengan sekarang, maka Anda tidak akan dikenakan pajak, cukup melaporkan jumlah kepemilikan saham yang dimiliki dalam kolom harta pada akhir tahun. Yang perlu diperhatikan dalam pelaporan SPT Tahunan adalah seluruh harta dilaporkan dan pertambahan harta selaras dengan penghasilan yang dilaporkan.

Setelah mengenal perbedaan antara saham dan reksa dana melalui melalui gambaran di atas, Anda dapat melihat kelebihan serta kekurangannya, keduanya sama-sama memiliki risiko yang berbeda-beda. Semuanya memiliki potensi untuk keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Semakin tinggi risikonya, semakin tinggi pula potensi keuntungannya (high risk, high return). Dengan memahami seluk beluk pajak atas reksa dana dan saham tentu akan membuat Anda semakin matang dalam menentukan investasi terbaik bagi diri pribadi Anda ke depannya. Jadi pertanyaan terakhirnya adalah, sudah siapkah Anda berinvestasi?

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.