Sepenuh Hati Untuk UMKM Di Tengah Pandemi

Oleh: Laras Audina, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Masih ingatkah kalian akan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan dua tahun lalu terkait penurunan tarif pajak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)? Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu berlaku sejak 1 Juli 2018. Peraturan ini lebih dikenal dengan sebutan PP 23 dengan jargon “Setengah Persen, Sepenuh Hati”. PP 23 sampai saat ini masih menjadi acuan tarif pajak UMKM yaitu 0,5 % dari peredaran bruto per bulan yang sebelumnya dikenakan tarif 1 %. Tujuan dari penurunan tarif yaitu penggalian potensi wajib pajak UMKM mengingat banyaknya unit UMKM di Indonesia sekaligus bentuk dukungan pemerintah agar UMKM semakin berkembang.
Tak dapat dipungkiri, UMKM berperan serta dalam menggerakkan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan UMKM memiliki kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dalam kurun dua waktu terakhir yaitu tahun 2018 dan 2019, UMKM berkontribusi 60.3 % dan 60 % terhadap PDB. Untuk penyerapan tenaga kerja dari UMKM berdasarkan data Bank Indonesia pada tahun 2016 yaitu 97 %.
Namun di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) seperti ini terjadi penurunan yang signifikan pada omzet UMKM. Hal ini dikarenakan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan gaung melakukan aktivitas di rumah saja dalam rangka mengurangi resiko penyebaran Covid-19 sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat. Tak sedikit UMKM yang berada di ambang kritis dan merugi bahkan sebagian mau tidak mau harus gulung tikar karena perputaran modal biaya produksi yang tidak tercukupi. Begitu juga dengan sebagian karyawan yang ikut terkena imbasnya dan terpaksa dirumahkan.
Memang saat seperti ini segi kesehatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, pemerintah tidak tinggal diam dengan keadaan. Guna menjaga stabilitas dan memulihkan ekonomi nasional, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk tetap mendukung UMKM di masa pandemi. Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang merupakan amanat dari Perppu 1/2020 antara lain insentif pajak, subsidi bunga dan penjaminan modal kerja baru UMKM.
Melalui PMK Nomor 44/PMK.03/2020 pemerintah menggantikan PMK Nomor 23/PMK.03/2020 dengan memunculkan satu jenis insentif pajak baru yaitu PPh Final berdasarkan PP 23 Ditanggung Pemerintah (DTP). Latar belakang insentif pajak untuk PPh Final DTP ini merupakan upaya perluasan cakupan insentif pajak karena dampak Covid-19 yang turut menjangkau pelaku UMKM. Dengan adanya insentif pajak, pelaku UMKM dibebaskan dari pembayaran pajak PPh Final PP 23 selama masa pajak April 2020 sampai dengan September 2020. Untuk memanfaatkan insentif pajak tersebut wajib pajak UMKM melakukan pengajuan permohonan Surat Keterangan terlebih dahulu pada laman pajak.go.id. Setelah itu wajib pajak UMKM menyampaikan laporan realisasi PPh Final DTP meliputi PPh terutang atas penghasilan yang diterima/diperoleh dilampiri dengan SSP/cetakan kode billing. Laporan disampaikan setiap bulannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir melalui laman pajak.go.id menggunakan layanan eReporting Insentif Covid-19. Laporan harus disampaikan tepat waktu agar insentif dapat dimanfaatkan.
Selain insentif pajak, dalam rangka melaksanakan program PEN, pemerintah juga memberi subsidi bunga kredit dan penundaan pembayaran angsuran bagi UMKM. Untuk itu pemerintah memberi subsidi selama 6 bulan kepada 60,6 juta rekening. UMKM yang meminjam pada perbankan maupun non perbankan seperti lembaga pembiayaan, PMN, Pegadaian, koperasi maupun Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) semua mendapat subsidi bunga kredit termasuk UMKM yang meminjam di Bank Perkreditan Rakyat (BPR), bank umum dan perusahaan pembiayaan. Untuk UMKM yang meminjam di bawah Rp500 juta, mereka mendapat penundaan angsuran plus subsidi bunga sebesar 6% untuk 3 bulan pertama dan 3% untuk 3 bulan berikutnya. Sedangkan yang meminjam di bank Rp500 juta hingga Rp10 miliar, akan mendapat penundaan angsuran serta subsidi bunga sebesar 3% di tiga bulan pertama dan 2% selama 3 bulan berikutnya. Untuk UMKM yang meminjam dari Pegadaian, PIP, dan dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) diberikan penundaan cicilan pokok 6 bulan dan subsidi bunga diberikan penuh selama 6 bulan. Sedangkan untuk UMKM yang meminjam melalui koperasi, LPDB maupun UMKM di bawah Pemda mendapat relaksasi selama 6 bulan sebesar 6%.
Pemerintah dalam hal ini mendukung tetap berjalannya UMKM dengan rekstrukturisasi kredit atau penjaminan modal kerja. Penyaluran penjaminan kredit modal kerja bekerja sama dengan perbankan yang turut membantu mendorong pertumbuhan kredit perbankan di tengah lesunya permintaan. Kebijakan ini diharapakan mampu menjawab keresahan UMKM yang membutuhkan modal untuk biaya operasional. Dengan begitu selama pandemi, pelaku UMKM tetap dapat mempertahankan kelangsungan usahanya.
Seluruh kebijakan pemerintah untuk mendukung UMKM di tengah pandemi membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Masing-masing anggaran antara lain anggaran untuk insentif pajak PPh Pasal 21 dan PPh Final DTP berdasarkan PP 23 UMKM sebesar Rp28,06 T, anggaran untuk subsidi bunga sebesar Rp34,15 T, dan anggaran untuk penjaminan modal kerja baru UMKM sebesar Rp6 T. Anggaran yang dikeluarkan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mana 80% berasal dari penerimaan pajak. Jika selama ini UMKM turut membantu penerimaan pajak dengan membayar pajak dengan tarif setengah persen dan sepenuh hati maka, sudah saatnya pemerintah membantu UMKM dengan sepenuh hati juga. Semoga keadaan segera membaik sehingga antara keduanya, kesehatan dan ekonomi, dapat berjalan beriringan.
*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja
- 4394 kali dilihat