Oleh: Ahmad Dahlan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Semua orang yang hadir duduk tepekur. Di sebuah lapangan luas. Seribu lebih kepala menunduk. Takzim mendengarkan lantunan doa-doa. Sedu-sedan sang pendoa memanjatkannya. Menambah haru suasana.

Itu bukan suasana di Mina. Atau tempat-tempat lain di Mekkah dan Madinah sebagaimana berlangsung hari ini dan beberapa hari sebelumnya, dalam rangkaian ibadah haji. Tapi terjadi di komplek pajak Kalibata. Di sebuah lapangan parkir yang dijadikan tempat berkumpul para pegawai pajak di jajaran kantor wilayah DJP Jakarata Khusus. Adalah dalam rangka memperingati Semarak Zulhijah dan Syukuran Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-74.

Acara yang berlangsung Selasa 13 Agustus 2019 mengambil tema “Semangat Kemerdekaan Dengan Memegang Teguh Integritas dan Profesionalisme untuk Mewujudkan SDM yang Tangguh dan Rela Berkorban Menuju Indonesia Maju.” Acara ini dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, Budi Susanto, beserta para pejabat eselon di jajarannya.

Hari Raya Kurban kali ini memang tergolong istimewa. Jatuh pada Agustus, bulan kemerdekaan bangsa Indonesia. Maka oleh para pegawai kanwil khusus itu diperingati dengan cara istimewa pula. Diinisiasi oleh Kepala KPP Minyak dan Gas Bumi Imanul Hakim. Dieksekusi oleh Kepala KPP PMA Satu (Rosmauli) dengan dibantu oleh pejabat lainnya. Dan “diketok palu” oleh Kakanwil. Sehingga acara yang sebelumnya belum pernah diadakan itu pun terjadi. Seluruh pegawai dalam jajaran kanwil khusus (kecuali yang bertugas melayani wajib pajak) berkumpul dan mendengarkan pengarahan dari bapak kakanwil.

Ada beberapa rangkaian agenda dalam rangka memperingati hari besar keagamaan sekaligus hari besar kebangsaan itu. Pada Kamis malam Jumat sebelumnya, di Masjid Salahudin Kalibata diadakan Mabit (Malam Bina Iman dan Takwa), dengan diisi buka puasa sunah bersama, kajian keislaman, dan sahur puasa Arofah bersama dini harinya.

Pagi hari sebelum acara di lapangan itu dimulai, ada pemotongan hewan kurban berupa 10 ekor sapi titipan para pegawai kanwil khusus. Dagingnya dibagikan kepada para petugas keamanan, para cleaning service, dan masyarakat di seputaran komplek pajak Kalibata. Sebelum dan setelah hari itu, juga ada agenda pertandingan olah raga antar unit kantor dan antar seksi/lantai di masing-masing kantor. Acara hari itu, ditutup makan bersama yang dananya berasal dari iuran paguyuban para pegawai.

"Ini adalah acara makan-makan terbesar yang pernah saya ikuti,” berkata Budi Susanto dalam sambutannya.

Dalam doanya, Ridwan Mubarok dari KPP PMA Satu, menceritakan Nabi Ibrahim demi ketaatan kepada Tuhannya, rela membawa istri dan anaknya yang masih bayi ke sebuah tempat yang gersang.

"Ya Allah yang tiada Tuhan selain Engkau. Dulu, bapak kami, Ibrahim as, atas titahMu membawa istri dan anak bayinya ke lembah yang sangat gersang, yang tiada satu pohon pun yang bisa tumbuh di sana, di dekat rumahMu yang suci."

Pada akhirnya, dengan sifat belas kasih Tuhan, negeri yang semula gersang dan tandus itu, berubah menjadi negeri yang makmur.

"Namun dengan sifat RahmanMu, Engkau perkenankan doa nabiyulloh Ibrahim As untuk merubah lembah kering dan tandus itu menjadi negeri yang aman dan makmur. Maka sungguh kami sangat yakin, Engkau maha mampu menjadikan negeri ini aman, adil, dan makmur," Ridwan melanjutkan doanya.

Dan sebagaimana kita lihat sekarang, negeri tandus itu, Mekkah (dahulu disebut Bakkah), menjadi negeri yang tak pernah kekurangan pangan. Jamaah haji dan umrah yang datang silih berganti terus berdampak positf terhadap ekonomi. Jutaan orang yang datang sepanjang tahun tidak hanya untuk beribadah, tetapi juga untuk berniaga. Sehingga, Mekkah selalu hidup, siang dan malam.

Itu semua bermula, adanya sebuah pengorbanan dari seorang Nabi Ibrahim as. Berkorban meninggalkan istri dan bayi Ismail yang sangat dicintainya di sebuah negeri, menuju negeri lain, Palestina. Padahal anak satu-satunya itu telah ditunggu kehadirannya selama puluhan tahun. Tidak hanya sampai di situ. Menginjak masa remaja, anaknya itu diperintah oleh Allah untuk disembelih. Namun karena ketaatan dan keihlasan Sang Nabi, remaja Ismail digantikan seekor domba oleh Allah.

Memperingati hari kemerdekaan, hakekatnya juga untuk mengenang sebuah pengorbanan. Pengorbanan  para pahlawan pendahulu. Mereka ikhlas mengorbanan jiwa, harta, dan raganya demi bangsa yang kemerdekaannya bisa kita nikmati hari ini.

Makna kurban, menurut Budi Susanto dalam pengarahannya, yang pertama adalah kedekatan atau ketakwaan.

"Kita wujudkan dalam bentuk mengambil rezeki kita, membeli hewan kurban. Sebagai tanda bahwa kita bertakwa kepada Yang Di Atas," jelas Budi Susanto dalam memaknai kurban yang pertama itu.

Makna lainnya, menurut Busan, begitu bapak kakanwil itu biasa dipanggil, dengan berkurban, kita dilatih untuk ikhlas. Ikhlas atas apa yang kita lakukan. Dan ikhlas atas apa yang kita berikan. Makna ketiga, menurut pejabat berwajah hitam manis itu, adalah sosial. Jadi ada hubungan silaturahmi, hubungan sosial yang dapat kita jalankan bersama-sama.

Sebagai peneutup, bapak kakanwil menyampaikan, ada dua alternatif dalam kita bekerja. Yang pertama, katanya, kita bekerja dengan baik demi tukin (tunjangan kinerja) yang tinggi. Alternatif kedua, kita bekerja dengan baik, demi kepentingan orang banyak, sehingga bermakna ibadah, maka kita akan bahagia. Dan beliau menyarankan agar para pegawai mengambil alternatif yang kedua.

"Karena kalau mengambil alternatif yang bertama, maka kita akan cenderung arogan, menzalimi, dan sewenang-wenang. Maka berarti pajak itu sudah melanggar esensinya, dipaksakan berdasarkan aturan yang tidak jelas," terang beliau, menjelaskan alasan sarannya.

“Berkurban” (menggunakan huruf “u”) juga berarti berkorban (menggunakan huruf “o”). “Kurban” menurut KBBI, adalah persembahan kepada Allah sebagai wujud ketaatan muslim kepada-Nya. Sedangkan “korban”, masih menurut KBBI, adalah pemberian untuk menyatakan kebaktian, kesetiaan, dan sebagainya.

Bekerja dengan sebaik-baiknya, demi kepentingan orang banyak, tentu butuh keikhlasan. Menyisihkan penghasilan (rezeki) kita untuk membayar pajak, juga perlu keihlasan. Keikhlasan untuk berkorban apa yang kita bisa. Apa yang kita punya. Demi terwujudnya Indonesia yang lebih maju.

 *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.        

File Artikel Terkait