Semarak 74 Tahun Hari Pajak di Kota Beras Sumatera Barat

Oleh: Romaasi Lastaruli Sinaga, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat, serta pengakuan dari negara lain ialah empat unsur penting dalam terbentuknya suatu negara. Indonesia telah menjadi sebuah negara yang bersatu dalam kebhinekaan yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, yaitu suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Semboyan ini bukan hanya sebatas posisi rakyat dalam memilih pemerintah yang akan mengatur negara, namun juga tentang keterkaitan rakyat dalam pembangunan ekonomi suatu negara demi kemajuan dan kehidupan bangsa yang lebih baik.
Negara kita memiliki tiga sumber utama pembiayaan, yaitu: pinjaman luar maupun dalam negeri, penjualan sumber daya alam, dan pajak. Hampir 80% sumber APBN Indonesia bersumber dari penerimaan pajak. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar–besarnya kemakmuran rakyat. Pajak yang dibayarkan dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur di segala bidang, seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, pertahanan kemanan, dan lainnya.
Sejarah Perpajakan di Indonesia
Sejak masa penjajahan Belanda, pajak sudah ada di negara kita. Namun, pajak dipungut dari rakyat untuk membiayai pembangunan pemerintahan Belanda. Perhitungan pajak pun dilakukan oleh aparat pajak dan dipungut secara paksa kepada rakyat. Pada masa kerajaan, pajak juga sudah dipungut namun lebih kita kenal dengan sebutan upeti. Rakyat dipaksa untuk membayarkan upeti secara cuma-cuma kepada raja dan para penguasa untuk kepentingan sepihak saja. Mungkin itu pula yang membuat pajak masih dianggap 'jahat' hingga era ini.
Seiring perkembangannya, pajak yang dibayarkan kepada raja digunakan untuk kepentingan rakyat seperti keamanan, pemeliharaan jalan, pembuatan saluran air dan sarana lainnya. Radjiman Wediodiningrat menjadi tokoh yang mengusulkan agar pajak dimasukkan dalam rancangan undang-undang. Pada tanggal 14 Juli 1945 pajak masuk dalam rancangan undang-undang dan akhinya disahkan. Direktur Jenderal Pajak pertama dijabat oleh Abdul Mukti (1945-1956). Pada saat itu nama instansi penghimpun pajak di Indonesia adalah Jawatan Pajak kemudian berubah menjadi Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 1963.
Reformasi Perpajakan di Indonesia
Selama 74 tahun sejak disahkannya dalam undang-undang, perpajakan di Indonesia telah mengalami lima kali perubahan. Tahun 1983, reformasi perpajakan pertama kali bergulir dengan nama Reformasi UU Perpajakan. Terbit lima undang-undang baru yang berdampak luas pada wajah perpajakan di Indonesia. Kelima undang-undang baru tersebut mengakibatkan undang-undang sebelumnya yang merupakan produk kolonial Belanda menjadi tidak berlaku. Kelima undang-undang yang diterbitkan kala itu adalah UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), UU No.12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan UU No.13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
Melalui undang-undang tersebut, lahirlah sebuah sistem perpajakan baru, yaitu self assesment system. Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan kepada wajib pajak yang bersangkutan. Wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pemerintah berperan sebagai pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system diterapkan pada jenis pajak pusat yakni jenis pajak PPN dan PPh. Reformasi perpajakan kedua atau disebut dengan Reformasi Birokrasi dimulai pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 dalam rangka persiapan menghadapi Reformasi Perpajakan Jilid I. Selanjutnya Reformasi Perpajakan Jilid I, reformasi perpajakan ini dimulai pada tahun 2002 hingga tahun 2008.
Pelayanan satu atap (One stop services) menjadi produk yang diunggulkan dan membawa dampak perubahan signifikan dalam modernisasi organisasi perpajakan. Tahun 2009 hingga tahun 2014, Reformasi Perpajakan Jilid II dilakukan, peningkatan internal kontrol DJP dan pelayanan masyarakat menjadi fokus utama Direktorat Jenderal Pajak. Reformasi terakhir yang dilakukan ialah Reformasi Perpajakan jilid III, digulirkan sejak tahun 2017 dan memiliki target hingga tahun 2024. Reformasi ini menjadi yang terbesar dalam sejarah karena melibatkan perubahan dalam lima pilar utama, yaitu organisasi, SDM, IT dan Basis Data, Proses Bisnis, dan Peraturan Perpajakan. Tahun 2019 tercatat Ditjen Pajak memiliki 34 kantor wilayah, 352 KPP, dan 204 KP2KP di seluruh wilayah Indonesia.
Perayaan Hari Pajak di Kota Beras, Sumatera Barat
Dalam rangka memeriahkan Hari Pajak ke-74, Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan serangkaian kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh seluruh unit baik pusat maupun instansi vertikal. Kegiatan berupa diskusi, seni, olahraga dan sosial dengan tema "Bersama Dukung Reformasi Perpajakan" dilaksanakan pada tanggal 1 s.d. 17 Juli 2019. KPP Pratama Solok sebagai salah satu instansi vertikal DJP di bawah Kantor Wilayah Sumatra Barat dan Jambi pun turut ikut dalam pesta besar bagi Direktorat Jenderal Pajak tersebut.
Empat Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di bawah KPP Pratama Solok yakni KP2KP Sawahlunto, KP2KP Muaro Sijunjung, KP2KP Padang Aro, dan KP2KP Kotobaru juga turut serta dalam perayaan ini. Setelah terbentuknya panitia acara, rangkaian kegiatan pun dimulai pada Senin, 8 Juli 2019. Kegiatan pertama yang dilakukan ialah pengumpulan aksi dana untuk santunan anak yatim piatu. Pengumpulan dana dilakukan secara terbuka dengan meletakkan kotak dana di lima titik strategis yang dapat dijangkau oleh seluruh pegawai.
Pengumpulan dana dilakukan selama empat hari hingga 11 Juli 2019 dan pemberian hadiah dilakukan di hari Senin, 15 Juli 2019. Kegiatan selanjutnya ialah pertandingan olahraga bulutangkis, tenis meja, futsal, voli serta gaple/domino. Pertandingan olahraga tidak hanya melibatkan seluruh pegawai KPP Pratama Solok namun turut serta mengajak rival sejati mereka, masih dari satu atap Kementerian Keuangan, yaitu KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan) Solok.
Lomba Bulutangkis menjadi acara pembuka kegiatan olahraga pada Selasa, 9 Juli 2019 di Jon Badminton Hall, Tanah Garam. Menyusul acara olahraga tenis meja di aula KPP Pratama Solok keesokan harinya kemudian dilanjutkan perlombaan futsal antar pegawai KPP Pratama Solok di VVC Futsal Arena, pada Kamis malam. Jumat, 12 Juli dilaksanakan senam pagi, lomba volly, dan lomba gaple yang juga mengundang pegawai KPPN Solok, acara ini sekaligus penutup untuk rangkaian kegiatan olahraga Hari Pajak ke 74 di KPP Pratama Solok.
Tak berhenti sampai itu saja, masih ada beberapa kegiatan lain yang diadakan, Kamis, 11 Juli 2019 diadakan pula kegiatan Donor Darah bekerja sama dengan PMI (Palang Merah Indonesia) Kota Solok. Selain membentuk fisik yang sehat, iman pegawai juga ikut dibangun dengan kegiatan kerohanian. Untuk pegawai muslim diadakan kegiatan Pajak Bertilawah pada hari Senin, 15 Juli 2019, sementara pegawai Kristiani mengadakan ibadah Oikumene hari Jumat, 12 Juli 2019.
Kegiatan ini tak hanya diramaikan oleh para pegawai pajak, pemerintah setempat pun turut serta mendukung peringatan Hari Pajak. Reformasi perpajakan yang telah terjadi juga dirasakan oleh Walikota Kota Solok, Bapak H. Zul Elfian, S.H, M.Si., dalam pidato nya disampaikan bahwa pelaporan SPT Tahunan dalam bentuk e-filing dan e-SPT serta pelayanan e-registration merupakan salah satu bentuk kemudahan yang dirasakan akibat reformasi perpajakan.
Terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Pratama Solok, beliau turut mengajak seluruh warga Kota Solok untuk mendukung reformasi perpajakan yang ada. Bupati Solok, H.Gusmal S.E. MM. juga turut menyampaikan dukungannya terhadap reformasi perpajakan. Pernyataan kedua tokoh masyarakat itu diputar di radio daerah Solok melalui siaran radio lokal, Belibis, 87.9 FM. Semangat para pegawai pajak tidak berhenti di hari libur, Minggu, 14 Juli 2019 tepatnya di Taman Syech Kukut Kota Solok para abdi negara KPP Pratama Solok ikut meramaikan acara Car Free Day dengan mengikuti senam yang dipandu oleh Klub Jantung Sehat Kota Solok.
Tak hanya itu, mereka pun akan menyapa para masyarakat yang menikmati minggu paginya di sekitar sana dengan mengadakan doorprize. Beberapa masyarakat terpilih yang mendapat undian adalah para wajib pajak yang menunjukkan bukti telah melaporkan SPT Tahun 2019 melalui e-filing, Maret silam. Hal ini dilakukan guna mengapresiasi Wajib Pajak yang ikut mendukung reformasi pelaporan perpajakan. Berhubung hari pajak jatuh pada hari Minggu tanggal 14 Juli, maka rangkaian acara ditutup pada keesokan harinya, Senin, 15 Juli 2019.
Upacara bendera peringatan Hari Pajak menjadi penutup dari rangkaian kegiatan yang ada namun diharapkan semangat 108 abdi negara di KPP Pratama Solok, KP2KP Sawahlunto, KP2KP Muaro Sijunjung, KP2KP Padang Aro, dan KP2KP Kotobaru tidak serta merta berhenti seiring ditutupnya kegiatan acara Hari Pajak. Bukan hanya Solok, gebrakan untuk membangun perpajakan Indonesia yang lebih baik juga dinantikan dari pegawai pajak di seluruh pelosok negeri yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Semoga reformasi perpajakan yang terjadi semakin menumbuhkan kepercayaan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajibannya. Untuk para abdi negara, Direktorat Jenderal Pajak di Kantor Pusat DJP maupun di unit perbatasan Indonesia, yang merajut jarak dengan keluarga agar tetap semangat dalam mengumpulkan pajak demi pembangunan bangsa yang lebih baik, demi Indonesia yang lebih baik. Viva Belasting! DJP Satu Jiwa!
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 504 kali dilihat