Self Assessment dan Kesadaran Diri
Oleh: Dwisthi Ridha Amalia, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“Berapa pajak yang harus saya bayar?”
“Bagaimana cara menghitung omzet?”
“Kenapa saya kena denda pajak padahal selalu lapor dan bayar pajak?”
“Saya tidak tahu ada aturan perihal pengenaan pajak ini, saya tidak berniat melakukan ketidakpatuhan/pelanggaran pajak, kenapa tidak ada pemberitahuan/sosialisasi terlebih dahulu?”
“Omzet saya sedikit, jumlahnya juga tidak pasti, tolong jumlah pajaknya disamakan saja ya jumlahnya tiap bulan?”
Pertanyaan semacam ini tentunya sangat sering ditemui hampir dari seluruh lapisan masyarakat. Dari sudut pandang penulis yang bertugas sebagai petugas helpdesk, pertanyaan semacam ini merupakan pertanyaan yang tidak sulit namun juga tidak mudah untuk dijawab.
Ada beberapa hal yang harus dijelaskan mengenai undang-undang dan aturan turunan di bawahnya terkait tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang benar. Di samping itu juga ada penerapan sistem self assessment dan proses bisnis yang berjalan di kantor pajak terkait dengan alur penyuluhan, pengawasan, dan juga pemeriksaan atas data-data yang ditemukan.
Pengertian Self Assessment
Pada penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) disebutkan bahwa “Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assesment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.
Dengan penerapan sistem self assessment ini, maka wajib pajak akan lebih diuntungkan dan berkeadilan dibandingkan dengan sistem official assessment.
Konsekuensi di Balik Self Assessment
Setelah mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, wajib pajak memiliki kewajiban untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya pada Surat Pemberitahuan. Pelimpahan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang tidak serta-merta menghentikan wewenang pemerintah untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap perhitungan yang telah dilakukan oleh wajib pajak karena pada prinsipnya terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur.
Pada penjelasan pasal 35A ayat (1) UU KUP bahwa “Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Direktorat Jenderal Pajak. Jadi, selain pengawasan juga terdapat pemeriksaan sebagai lanjutan dari data yang telah diperoleh setelah dilakukan pengawasan.
Upaya Edukasi Perpajakan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-12/PJ/2021 mengatur tentang edukasi perpajakan. Bahwa dalam rangka melaksanakan fungsi pembinaan kepada masyarakat wajib pajak terkait pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan perlu dilakukan edukasi perpajakan. Bisa dikatakan bahwa kegiatan edukasi atau penyuluhan ini merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh kantor pajak, kemudian langkah selanjutnya adalah pengawasan, dan terakhir adalah pemeriksaan.
Pada bulan April dan Mei 2021, DJP menetapkan jabatan baru yaitu fungsional penyuluh dan fungsional asisten penyuluh yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan penyuluhan perpajakan. Dan sebagai upaya untuk terus melakukan perbaikan dan mengikuti perkembangan teknologi, penyuluhan dilakukan dalam berbagai jenis dan media.
Terdapat penyuluhan tidak langsung satu arah berupa siaran siniar (podcast) dan pembuatan video tutorial, dan penyuluhan tidak langsung dua arah berupa siaran langsung (live) Instagram, gelar wicara melalui radio/televisi dan pembukaan kelas pajak daring. Oleh karena itu, sering kita jumpai berbagai jadwal siaran di media sosial dari seluruh kantor pajak yang ada di Indonesia. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh DJP ini tentunya bertujuan untuk meminimalisasi pernyataan wajib pajak seperti ”Saya tidak tahu ada aturan seperti ini/itu”.
Saat ini edukasi perpajakan belumlah sepenuhnya sempurna, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak dibandingkan dengan jumlah pegawai DJP yang terbatas. Selain jumlahnya yang banyak, karakteristik penduduk Indonesia ini juga sangat majemuk sehingga diperlukan beragam bentuk pendekatan untuk melakukan penyuluhan perpajakan.
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat DJP khususnya tim fungsional penyuluh dalam memberikan edukasi perpajakan yang dapat menjangkau berbagai jenis kalangan masyarakat baik melalui pemanfaatan media sosial dan pihak-pihak terkait yang bersifat kooperatif seperti pemerintah daerah yang dapat membantu menumbuhkan kedekatan dengan masyarakat di daerah.
Jadi, demi mewujudkan kesadaran dan kepatuhan yang tinggi di masyarakat Indonesia dengan menerapkan sistem self assessment ini, diperlukan adanya sinergi dan hubungan baik antara pertugas pajak dan wajib pajak. Apabila tingkat kesadaran masyarakat semakin tinggi maka otomatis tingkat kepatuhan perpajakannya juga akan tinggi.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 828 kali dilihat