Sekilas e-SPOP dan DJP Digital Map

Oleh: Ricky Winanto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
"Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atau dibebankan atas bumi dan bangunan" (Sri, Valentina, dan Aji Suryo, 2006, Perpajakan Indonesia, Jakarta :Salemba Empat. Hal : 14-2). Sedangkan ahli lain Erly Suandy (2005, Hukum Pajak, Edisi Ketiga, Jakarta : Salemba Empat. Hal : 61) mendefinisikan, "Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang sifatnya kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yakni bumi/tanah dan bangunan". Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat berkepentingan ikut serta dalam penyediaan fasilitas tersebut melalui alokasi bagi hasil.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, kewenangan dalam pemungutan PBB Sektor Pedesaan dan Perkotaan (P2) telah didelegasikan ke pemerintah kabupaten/kota, sedangkan pemungutan PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, Perkebunan dan sektor lainnya (PBB P3L) dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 20/PJ/2015 tanggal 20 Mei 2015 memperluas pengenaan PBB sektor lainnya meliputi bumi berupa perairan lepas pantai yang digunakan untuk perikanan tangkap, budidaya ikan, jaringan pipa, kabel telekomunikasi, kabel listrik, dan jalan tol serta bangunan yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi tersebut.
PBB merupakan jenis pajak yang unik karena sistem pentausahaannya menggunakan official assessment system. Realisasi penerimaan PBB sektor P3 tahun 2020 sebesar Rp20,95 triliun atau sebesar 155,88% dari target yang ditetapkan sebesar Rp13,44 triliun. Capaian ini merupakan prestasi tersendiri di tengah kontraksi penerimaan pajak sebesar 19,71%. Target penerimaan PBB tahun 2021 sebesar 14,8 T tentu merupakan tantangan yang harus dicapai oleh DJP. Di awal tahun ini DJP mewajibkan kepada wajib pajak untuk menyampaikan surat pemberitahuan objek pajak (SPOP) secara elektronik.
Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)
SPOP merupakan surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak yang wajib diisi dengan benar, lengkap, jelas dan disampaikan kembali kepada kantor pelayanan pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterima SPOP. Penyampaian SPOP sektor perkebunan, migas dan panas bumi disampaikan paling lambat tanggal 1 Februari dan penyampaian SPOP sektor minerba, perhutanan dan lainnya dilakukan paling lambat tanggal 31 Maret setiap tahun. Data SPOP tersebut digunakan oleh sebagai dasar penerbitan surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT).
Kontribusi penerimaan PBB dari sektor P3L memiliki andil yang sangat signifikan bagi penerimaan Beberapa KPP sehingga perlu mitigasi risiko untuk penerimaan yang optimal dari jenis pajak tersebut. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah wajib pajak mengisi SPOP dan menyampaikan dalam bentuk hardcopy ke KPP selanjutnya operator data melakukan perekaman SPOP ke dalam basis data sehingga apabila SPOP yang direkam jumlahnya cukup banyak akan menimbulkan beban administrasi tersendiri karena dilakukan secara manual selain ada risiko kesalahan perekaman.
Perlu dipahami bahwa penerimaan PBB memiliki kontribusi terhadap penerimaan kantor karena diharapkan SPPT yang diterbitkan harus dilunasi paling lambat enam bulan sejak tanggal SPPT diterima. Tanggal penerimaan SPOP oleh wajib pajak sangat krusial karena apabila wajib pajak tidak mengembalikan SPOP sampai batas waktu yang ditentukan maka DJP dapat mengeluarkan surat ketetapan PBB.
Penyampaian SPOP secara elektronik
Road Map pembenahan sistem administrasi PBB merupakan salah satu alasan kebutuhan penyampaian dan pengembalian SPOP secara elektronik (paperless). Perkembangan teknologi yang sedemikian cepat diimbangi dengan pembangunan aplikasi pelayanan dan pengawasan di DJP membentuk basis data akurat. Pembangunan aplikasi modul PBB yang telah dimulai sejak tahun 2014 meliputi Modul Pencetakan SPPT, SKP PBB, STP PBB, termasuk modul pelayanan dan penegakan hukum terkait PBB. Merujuk kemudahan dalam berusaha bagi wajib pajak diharapkan dapat meningkatkan rasio kepatuhan wajib pajak secara sukarela. Adapun sengketa yang timbul terkait dengan tanggal terima dan penyampaian SPOP dapat dihilangkan karena telah tercatat secara digital dalam sistem administrasi sehingga dapat memberikan kepastian hukum dalam penerbitan SPPT.
Penyampaian SPOP secara elektronik dapat dilakukan melalui laman DJP-Online dengan mengaktifan fitur e-SPOP melalui menu profil, dilanjutkan dengan mengunduh serta mengisi formulir SPOP format Microsoft excel dengan lengkap, benar dan jelas. Formulir yang telah digenerate menjadi XML dan data pendukung dalam bentuk pdf diunggah melalui kanal yang tersedia dan dikirim secara elektronik dalam jangka waktu 30 hari setelah diterima. Tanggal pengembalian SPOP adalah yang tertera dalam bukti penerimaan elektronik (BPE). Walaupun SPOP telah disampaikan namun wajib pajak masih diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan SPOP elektronik berdasarkan peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-254/PMK.03/2014.
Penyampaian SPOP secara elektronik berlaku mulai tahun pajak 2020, dikecualikan dari kewajiban tersebut bagi wajib pajak yang baru mendaftarkan objek pajak, tidak melaporkan SPOP dan belum diterbitkan SPPT untuk tahun pajak 2020 serta wajib pajak PBB sektor minerba dengan status Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya diperbolehkan menyampaikan SPOP secara langsung, pos, atau melalui jasa pengiriman.
Peran SPOP dalam pembangunan DJP Digital MAP
DJP Digital Map adalah Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dikembangkan dengan tujuan menampilkan Objek PBB P5 dan melakukan analisa penggalian potensi perpajakan dalam bentuk peta tematik. salah satu fiturnya adalah menyajikan informasi objek pajak PBB P5 yang bersumber dari data SPOP. Sejalan dengan pemberlakuan kewajiban penyampaian SPOP secara elektronik yang dimulai tahun pajak 2020 fokus untuk sektor perkebunan dan perhutanan dilanjutkan tahun 2022 untuk sektor pertambangan.
Tahun 2023 SIG diharapkan dapat dimanfaatkan untuk penggalian potensi untuk meningkatkan penerimaan negara yang optimal. Berdasarkan penataan organisasi sesuai PMK-184/PMK.01/2020, kegiatan pendataan, pemetaan objek pajak, pengawasan kepatuhan kewajiban PBB dilakukan oleh Seksi Pengawasan. Seksi Pemeriksaan, Penilaian dan Penagihan bertanggung jawab untuk melakukan penilaian dan pemutakhiran basis data PBB. Terkait dengan pendaftaran objek pajak dan tindak lanjut permohonan pengurangan PBB diadministrasikan oleh Seksi Pelayanan.
Sebagai penutup penulis ingin menyampaikan bahwa di tahun 2021 penyampaian SPOP secara elektronik mulai diterapkan sebagai bagian dari pengembangan basis data SIG bersamaan dengan penataan kembali tugas dan fungsi organisasi DJP. Fungsi pengawasan, penilaian dan pendataan objek PBB yang selama ini dilakukan oleh Seksi Ekstensifikasi telah dilakukan penataan kembali sehingga Seksi Pengawasan dituntut untuk lebih mahir dalam penguasaan wilayah terutama apabila terdapat sektor P3L yang diharapkan dengan semakin bertambahnya pengampu pengawasan PBB akan meningkatkan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi objek pajak yang memberikan kontribusi penerimaan pajak dari sektor PBB. Harapan kita bersama bahwa tahun 2024 SIG dapat terintegrasi dengan sistem lainnya sebagai bagian bank data yang dimiliki oleh DJP.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 6557 kali dilihat