Sarang Burung Walet : Baik untuk Kesehatan dan Penerimaan

Oleh: Dewi Setya Swaranurani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“Wah, tinggi sekali bangunannya, Kek,” gumamku kepada Kakek saat Kakek menunjukan rumah lamanya di Kalimantan puluhan tahun yang lalu. Sore itu, aku, Kakek, dan sepupuku Amel sedang bercengkrama di ruang tengah Kakek sambil membuka album foto lama milik Kakek dan Nenek.
“Bangunannya memang sengaja tinggi begitu, ada empat lantai. Di lantai empat ada bangunan kecil, nah itu untuk sarang burung walet,” ungkap Kakek. “Dulu, Kakek dan Nenek punya usaha sarang burung walet di Kalimantan, sebelum memutuskan untuk kembali ke Semarang lagi.”
“Wah, kenapa dulu punya usaha sarang burung walet, Kek? Gimana ceritanya?” tanyaku.
“Dulu saat Kakek dan Nenek merantau ke Kalimantan, tiap sore kami melihat ada kumpulan burung walet melintasi rumah kami,” ucap Kakek. “Dari situ Kakek berpikir, rasanya sayang sekali kalau Kakek tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk budidaya burung walet. Setelah itu Kakek memutuskan untuk membangun rumah lebih tinggi, setelah itu setiap sore menjelang malam burung walet masuk ke bangunan yang Kakek sediakan. Mereka menganggap bangunan itu habitat mereka, dan berkembang biak di sana,” tambah Kakek.
Kakek juga bercerita, di situlah emas putih yang tak lain adalah sarang burung walet terbentuk. Sarang burung walet ini merupakan air liur burung walet yang telah mengering. Sarang burung walet ini kerap kali disebut dengan emas putih karena merupakan harta karun Indonesia. Bagaimana tidak? Sarang burung walet ini dapat dijual dengan harga tinggi dan memiliki segudang manfaat kesehatan —antara lain dapat mengobati diabetes, mencegah kanker, menurunkan risiko penyakit jantung, mencegah anemia, menjaga fungsi otak, memperbaiki pengeroposan tulang, dan lain sebagainya.
“Jangan-jangan, Kak Amel sekarang punya budidaya sarang burung walet dari Kakek ya?” tanyaku sambil menatap ke arah Kak Amel.
“Kakak baru mulai usahanya sih, suami Kakak kemarin dapat cerita dari Kakek, terus tertarik di bisnis ini,” jawab Kak Amel.
“Wah, manfaat sarang burung walet ini kan banyak ya Kak. Dengar-dengar harganya mahal juga ya?” tanyaku kembali.
“Ya, lumayan banget lah buat sampingan usaha. Ini semua juga berkat Kakek yang sudah bantu arahkan kita,” jawab Kak Amel. “Nah, cuma aku lagi bingung soal pajaknya nih. Kalau punya omzet besar dari sarang burung walet itu pajaknya gimana ya?”
“Nah, ini bisa dikenakan pajak daerah dan pajak pusat Kak,” jelasku.
“Oh iya? Gimana tuh pajaknya, boleh dijelasin?”
Tarif Pajak Sarang Burung Walet
Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Kegiatan pengambilan sarang burung walet untuk kegiatan sarang burung walet merupakan objek pajak dari pajak sarang burung walet.
Diatur dalam Pasal 79 UU HKPD bahwa tarif pajak sarang burung walet sudah ditetapkan oleh Pemerintah yakni paling tinggi sebesar 10%. Tarif ini bisa berbeda-beda tiap daerah, tergantung dengan peraturan daerah masing-masing daerah. Hanya saja, tarif tersebut tidak boleh lebih dari 10%.
Contoh Kasus
Pada bulan Desember 2023 lalu Kak Amel memanen sarang burung walet sebanyak 70 kilo gram dengan harga jual Rp10.000.000,00 per kilo gram. Jika tarif yang berlaku di daerah tersebut adalah 10%, maka berapa pajak sarang burung walet yang terutang?
Jawab :
Omzet Kak Amel Desember 2023 = 70 kg x Rp10.000.000,00 = Rp700.000.000,00
Pajak sarang burung walet terutang = 10% x Rp700.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Maka, bisa disimpulkan bahwa pajak sarang burung walet yang harus dibayar oleh Kak Amel adalah sebesar Rp70.000.000,00.
Pengenaan Pajak Penghasilan
Berbeda dari pajak sarang burung walet yang merupakan pajak daerah, pengusaha burung walet juga harus menyetorkan pajak penghasilan (PPh) yang merupakan pajak pusat. Terutama, apabila omzet usaha telah mencapai lebih dari Rp500.000.000,00 dalam satu tahun pajak.
Pengusaha sarang burung walet yang memiliki omzet kurang dari Rp4,8 Miliar dalam satu tahun pajak, boleh memanfaatkan tarif 0,5% yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) klaster PPh, disebutkan bahwa apabila penghasilan wajib pajak orang pribadi belum mencapai Rp500.000.000, ia tak perlu dikenakan pajak penghasilan.
Sedangkan, bagi pengusaha yang memiliki omzet lebih dari Rp4,8 Miliar dapat memanfaatkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dengan syarat memberitahukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh Kasus
Pada bulan Januari 2024 lalu Kak Amel memanen sarang burung walet sebanyak 60 kilo gram dengan harga jual Rp10.000.000,00 per kilo gram. Maka berapa pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Kak Amel pada bulan Januari?
Jawab :
Omzet Kak Amel Januari 2024 = 60 kg x Rp10.000.000,00 = Rp600.000.000,00
Pajak penghasilan terutang = 0,5% x Rp600.000.000,00 – peredaran bruto tidak
kena pajak
= 0,5% x Rp600.000.000,00 – Rp500.000.000,00
= 0,5% x Rp100.000.000,00
= Rp500.000,00.
Maka, bisa disimpulkan bahwa pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Kak Amel pada Januari 2024 adalah Rp500.000,00.
“Wah, selain memiliki potensi keuntungan yang besar, ada beberapa jenis pajak yang dikenakan juga ya atas sarang burung walet ini,” gumam Kak Amel. “Nah, kalau di Indonesia kan saat ini sarang burung walet diekspor ke berbagai negara. Ada pajaknya juga nggak nih?”
“Jadi, sarang burung walet ini merupakan Barang Kena Pajak (BKP) Kak, bisa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN),” jelasku. “Namun, saat ini tarif ekspor BKP adalah nol persen. Ini sebagai bentuk upaya pemerintah membantu sektor ekspor terus berkembang,” tambahku.
Mendengar penjelasanku, Kak Amel mengangguk. “Ya, keuntungan dari sarang burung walet ini memang besar karena punya segudang manfaat kesehatan. Memang bukan suatu masalah kalau dikenakan pajak sesuai dengan omzet yang dihasilkan,” ungkapnya.
“Meskipun begitu, pemerintah tetap baik ya memberikan tarif ekspor PPN nol persen untuk membantu pengusaha di Indonesia berkembang ke ranah mancanegara,” tambahnya.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 519 kali dilihat