Oleh: Tendy Bintang Purnama Saputra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Laman media sosial akhir-akhir ini memancing perbincangan dengan munculnya tren "hahu hanas", yakni menyantap tahu panas dengan mencocolnya pada bubuk cabai. Tren tersebut membludak setelah diperkenalkan oleh salah seorang kreator konten dari Negeri Tirai Bambu. Dalam laman platform Tiktok yang hingga saat ini telah ditonton sebanyak tiga juta kali itu, sang pembuat konten menampilkan tahu yang telah digoreng, lalu diangkat dadakan dalam kondisi mengepul, dan diletakkan dalam sepiring bubuk cabai sebelum dilahap. Lalu bagaimana rasanya?

Tentu saja membara karena panasnya tofu disertai bubuk lombok membuat rongga mulut buka-tutup dengan lidah bergoyang guna mengalihkan sensasi panas dan pedas yang dirasakan. Dilansir dari pemilik konten, hidangan tersebut dinamakan "jian tofu" yang artinya tahu goreng. Hidangan tersebut paling pas dikonsumsi pada musim dingin. Cuaca di luar yang menggigit tulang, dihangatkan dengan menyantap jian tofu ini.


Resep Jian Tofu

Apakah Kawan Pajak sudah tahu resepnya? Mari kita ulas resep yang sedang viral ini. Kawan Pajak cukup menyiapkan bahan-bahan sebagai berikut:

    200 gram Tahu
    dua siung bawang putih
    satu sendok teh garam
    Minyak goreng
    Kaldu bubuk
    Bubuk cabai

Cara membuatnya sangat mudah. Potong tahu tipis melebar, kemudian haluskan bumbu yang telah disiapkan yaitu bawang putih, garam, dan kaldu bubuk. Rendam tahu yang telah dipotong bersama dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Sembari menunggu marinasi selama 3 menit, panaskan minyak hingga dapat dipastikan tahu dapat digoreng hingga tenggelam. Setelah minyak panas, tahu digoreng hingga matang namun tidak kering. Angkat tahu dan kemudian letakkan dalam bubuk cabai. Balik tahu hingga merata terbaluri bubuk cabai, lalu dikonsumsi dalam keadaan panas.


Aspek Perpajakan

Di balik menggiurkannya jian tofu, mari kita bergeser sedikit dari sudut pandang pembuat tahu. Tahu dibuat dari bahan baku kedelai dengan diproses sedemikian rupa dari proses perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, penyaringan, penggumpalan hingga terbentuk tahu. Lalu bagaimana dengan sudut pandang perpajakan? Jangan sampai kita abaikan potensinya sehingga diskusi mengenai aspek perpajakan usaha tahu panas ini "mendingin".

Sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (2)  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), salah satu di antaranya jenis-jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang kebutuhan pokok yang memang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Contohnya : beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging segar tanpa diolah, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Di dalam aturan tersebut, dikatakan bahwa kedelai merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat sehingga dibebaskan PPN.

Lalu bagaimana dengan tahu? Tahu merupakan hasil olahan kedelai yang telah melalui serangkaian proses sehingga terbentuk produk yang kita sebut tahu. Sehingga atas penjualan tahu, dikenakan PPN apabila penjual merupakan wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN/PPnBM. Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (PMK-197), diatur bahwa pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Selain PPN, bagi wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP atas kegiatan usaha penjualan tahu, dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dengan tarif progresif sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP.

Jika pengusaha tahu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), apakah perlakuan pajaknya sama? Tentu berbeda ya, Kawan Pajak. UMKM adalah pengusaha kecil di mana telah diatur dalam Pasal 1 PMK-197, pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP/JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00. Dengan demikian, pelaku UMKM yang notabene adalah pengusaha kecil dan tidak dikukuhkan PKP, tidak dikenakan PPN sepanjang omzetnya belum melebihi Rp4,8 miliar.

Lebih lanjut, berkaitan dengan PPh bagi pelaku UMKM, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Wajib pajak pengusaha dan pelaku UMKM orang pribadi yang menerima atau memiliki peredaran bruto tertentu dengan jumlah tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak dikenakan tarif pajak sebesar 0,5% dari penghasilan bruto. Namun, apabila dalam satu tahun pajak penghasilan bruto tidak melebihi Rp500 juta,  wajib pajak orang pribadi tidak dikenakan PPh.

Jika pengusaha tahu berbentuk badan bagaimana? Wajib pajak badan usaha dikenakan PPh dengan tarif 22% mulai Tahun Pajak 2022. Kesimpulannya adalah bagi pengusaha tahu yang berkategori UMKM tidak perlu menyetorkan PPN dan tidak perlu menyetorkan PPh jika penghasilan bruto dalam satu tahun tidak melebihi Rp 500 juta bagi wajib pajak orang pribadi. Sedangkan bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar, cukup dikenakan tarif PPh 0,5%. Bagaimana Kawan Pajak, di tengah gempuran viralnya "hahu hanas", aspek perpajakannya tetap dingin dan menyegarkan, bukan?


Kembali ke soal tren viralnya jian tofu. Kudapan asal Tingkok yang satu ini terlihat menggoda, ya, Kawan Pajak. Gak sabar untuk recook di akhir pekan ini? Liburan tahun baru rasanya nikmat jika ditemani hahu hanas. Hmmm ... sedap.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja. 

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.