Rumah Baru Tanpa PPN

Oleh: Putu Dian Pusparini, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Selama pandemi, banyak pasangan muda yang melangsungkan pernikahan. Mumpung irit biaya katering karena tak perlu mengundang banyak orang dengan alasan mencegah penularan Covid-19. Sehingga tidak perlu juga menyewa gedung mahal untuk menggelar resepsi pernikahan. Di rumah saja sudah cukup, yang penting sah.
Setelah acara pernikahan usai, pasangan milenial lebih memilih untuk tinggal terpisah dari orang tua. Rumah kontrak, rumah susun, kos, apartemen pun tak masalah. Pelan-pelan mencicil biaya untuk membeli rumah tapak milik sendiri. Maklum, harga rumah baru di Denpasar saat ini saja sudah mencapai Rp500 juta per meter persegi, belum lagi pajaknya.
Kalau dilihat-lihat, selama masa pandemi awal tahun 2020, masyarakat benar-benar diam di rumah saja. Banyak rumah yang dijual dengan harga miring. Bukan rumah baru hasil pembangunan developer, melainkan rumah hunian masyarakat yang menjadi satu-satunya aset yang bisa dijual saat membutuhkan uang. Hunian itu dijual dengan harga di bawah pasar, karena kebelet mendapatkan uang.
Kita semua tahu, awal pandemi adalah masa kegelapan bagi hampir semua orang karena pendapatan menurun drastis sedangkan kebutuhan harus dipenuhi dan cicilan harus dibayar. Dengan banyaknya rumah yang dijual di bawah harga pasar, tentu saja masyarakat menengah akan lebih memilih rumah bekas dibandingkan rumah baru dengan harga pasar. Apakah ini namanya persaingan yang tidak sehat? Bahkan menurut saya hal ini tidak bisa dikatakan bersaing.
Bicara tentang pajak rumah, kalau beli permen saja dikenakan pajak, tentu saja transaksi besar seperti rumah juga dikenakan pajak. Namun, apakah Saudara tahu pajak apa saja yang dikenakan saat membeli rumah?
Ada dua pihak yang terlibat jika suatu transaksi berlangsung, yaitu penjual dan pembeli. Penjual adalah pihak yang melakukan penyerahan barang, sedangkan pembeli adalah pihak yang menerima barang. Jika menyelisik dari masing-masing perspektif, maka penjual mendapatkan penghasilan dan pembeli mendapatkan barang. Sederhananya, jika ada penghasilan maka akan ada Pajak Penghasilan (PPh), jika ada penyerahan barang maka akan ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Jika suatu transaksi jual beli rumah terjadi, maka si penjual akan dikenakan PPh sebesar 2,5% dari nilai jual rumah tersebut. Angka tersebut merupakan diskon dari tarif yang semula sebesar 5%. Selain PPh, ada juga pajak yang dikenakan kepada penjual yaitu Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2). Namun, pajak tersebut merupakan pajak daerah.
Untuk pihak pembeli, maka atas rumah yang diperoleh akan dikenakan PPN sebesar 10% dari harga belinya. Selain PPN, pembeli juga dibebankan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) yang merupakan pajak daerah juga.
Gratis PPN
Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-21/PMK.010/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021, maka pemerintah telah resmi menanggung PPN atas pembelian rumah tapak dan hunian rumah susun.
Kini para pengantin atau calon pengantin yang sudah mengincar rumah baru idamannya bisa langsung tancap gas untuk membelinya tanpa perlu pusing memikirkan PPN. Pasalnya, setiap pembelian rumah baru berupa rumah tapak atau rumah susun dan merupakan penyerahan pertama kalinya alias belum pernah dipindahtangankan, PPNnya akan ditanggung pemerintah.
Sebelumnya insentif ini dapat dimanfaatkan untuk masa pajak Maret sampai dengan Agustus 2021. Namun, pemerintah memperpanjang insentif ini agar dapat dimanfaatkan hingga masa pajak Desember 2021 dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK- 103/PMK.010/2021 sebagai pengganti PMK-21/PMK.010/2021.
Tentu saja, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar insentif ini dapat dimanfaatkan seperti ketentuan harga rumah. Rumah yang dijual dengan harga sampai dengan Rp2 miliar akan ditanggung PPN sebesar 100%. Sedangkan untuk rumah dengan harga jual di atas Rp2 miliar sampai dengan Rp5 miliar akan ditanggung PPN sebesar 50%.
Yang perlu menjadi perhatian bagi para penjual hunian baru yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah harus membuat faktur pajak serta laporan realisasi PPN Ditanggung Pemerintah. Karena apabila syarat yang dijelaskan dalam PMK-103/PMK.010/2021 tidak terpenuhi seluruhnya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berhak untuk menagih PPN terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, atas penyerahan rumah baru ini harus dilakukan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan mendaftarkan BAST tersebut dalam sistem aplikasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Perlu diingat juga, bahwa rumah yang dijual tidak untuk dipindahtangankan dalam jangka waktu satu tahun sejak penyerahan.
Mendukung PEN
Insentif pajak ini diberikan dalam rangka mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Para developer atau penjual rumah baru jangan khawaitr jika melihat persaingan harga rumah yang tidak sehat. Harapannya, bisnis sektor konstruksi perumahan ini dapat berkembang walau masa pandemi belum usai.
Selain itu pula, insentif ini dapat digunakan semaksimal mungkin agar gairah masyarakat kelas menengah untuk membeli hunian baru semakin tinggi karena jika dipikir-pikir, pandemi Covid-19 tidak begitu memberikan dampak disgnifikan terhadap pendapatan masyarakat kelas menengah.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 164 kali dilihat