Oleh : Wisnu Saka Saputra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Perubahan merupakan sebuah keniscayaan dan suatu kebutuhan bagi sebuah organisasi. Perubahan demi perubahan telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mengikuti perkembangan dinamika perpajakan sesuai dengan lajunya roda zaman. Terlebih di era digital sekarang ini, perubahan bukan lagi sebuah pilihan melainkan hal mutlak tak terhindarkan yang harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan zaman.

Sejauh ini DJP telah melakukan perbaikan dan perubahan di dalam organisasi sebanyak tiga jilid reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan jilid I dilakukan pada 2002-2008 yang berfokus pada perbaikan sumber daya manusia (SDM), organisasi dan proses bisnis. Ditandai dengan dibentuknya Kantor Wilayah DJP dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama.

Reformasi perpajakan jilid II bergulir pada tahun 2006-2016 yang berfokus pada kemudahan berusaha (business friendly) sebagai respons atas perlambatan ekonomi dunia pascakrisis keuangan global.

Reformasi perpajakan jilid III sedang berproses sampai dengan sekarang ini. Reformasi perpajakan jilid III berfokus pada perbaikan regulasi dan sistem administrasi perpajakan yang kita kenal dengan istilah Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax System.

Dasar Hukum

Pada tahun 2013, Kementerian Keuangan meluncurkan program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yang terdiri dari rumusan 87 inisiatif transformasi yang terbagi dalam 5 tema salah satunya yaitu tema perpajakan.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Oleh karena itu, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No 360/KMK.03/2017 tentang Program Reformasi Perpajakan, yang menjadi dasar terjadinya reformasi perpajakan jilid III yang berlandaskan lima pilar yang ada.

Reformasi Pola Pikir

Reformasi ini mencakup lima pilar penting dalam PSIAP, yaitu peningkatan kualitas SDM, perbaikan proses bisnis, pembaruan sistem informasi dan basis data, serta penyempurnaan regulasi. DJP di dalam reformasi perpajakan jilid III menginginkan struktur organisasi yang ideal dengan memperhatikan cakupan geografis, karakteristik organisasi, ekonomi, kearifan lokal, potensi penerimaan dan rentang kendali yang memadai.

Reformasi di bidang teknologi informasi dan basis data diharapkan akan melahirkan sistem informasi yang andal untuk mengolah data perpajakan yang akurat berbasis teknologi sesuai dengan bisnis inti DJP.

Namun, semua itu bertujuan untuk mengubah pola pikir atau cara pandang masyarakat terhadap DJP sebagai organisasi dan bagaimana pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, diperlukan reformasi pola pikir. Reformasi pola pikir yang harus digaungkan yaitu mengenai peran dan fungsi pajak yang memberikan kemudahan bagi wajib pajak, baik secara administrasi perpajakan maupun kepastian hukum terkait perpajakan itu sendiri.

Hal itu disebabkan banyaknya wajib pajak yang terdaftar tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Mereka beralasan takut dikorupsi oleh para oknum, tidak bermanfaat bagi dirinya, dan hal-hal yang buruk lainya terkait DJP.

Oleh karena itu, kita harus berani merubah pola pikir dan sudut pandang sebagian masyarakat yang negatif serta harus berani mengatakan bahwa Negara ini tidak akan bisa tanpa adanya pajak. Meskipun pajak tidak memberikan manfaat secara langsung, pajak memberi manfaat besar bagi seluruh masyarakat melalui pembangunan sarana umum.

Kesalahpahaman masyarakat tentang pajak harus disikapi dengan bijak. Betapa sensitifnya persoalan pajak bagi publik, tanpa melihat bahwa sebetulnya pemerintah sudah memberikan banyak belanja pajak (tax expenditure) antara lain dalam bentuk fasilitas, insentif, dan relaksasi pajak.

Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Sebelum mengritik pembangunan yang dilakukan pemerintah, masyarakat perlu introspeksi diri apakah sudah menjadi wajib pajak yang baik atau belum.

Lima Pilar Reformasi Perpajakan

Lima tonggak reformasi perpajakan merupakan fondasi yang sangat penting dalam pembangunan reformasi perpajakan jilid III. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam peringatan Hari Pajak menyampaikan komitmen Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak untuk terus melakukan perbaikan melalui reformasi pajak yang berfokus pada lima aspek penting.

Ibarat rumah, atap sebagai tujuan dalam reformasi perpajakan yaitu Voluntary Compliance dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak yang didukung dengan institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel. Tujuan tersebut tidak akan berhasil jika tidak ada lima pilar fondasi, ibarat kata rumah tidak akan berdiri jika tidak ada tiang fondasi.

Lima tiang pilar fondasi itulah yang memperkuat dan membuat sebuah bangunan berdiri, lima pilar tersebut adalah

  1. Pilar Organisasi, berupa struktur organisasi yang ideal (best fit). Upaya perbaikan ditunjukkan dengan terbentuknya dua direktorat baru dalam tubuh organisasi DJP yaitu Direktorat Data dan Informasi Perpajakan, serta Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi. Diharapkan dengan adanya dua direktorat baru tersebut dapat menghasilkan output yang dapat diandalkan dalam setiap pengambilan keputusan DJP ke depan, terutama terkait penyusunan strategi untuk mengumpulkan penerimaan negara.
  2. Pilar Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi professional, kompeten, kredibel dan berintegritas. Pengembangan SDM menjadi kunci penting untuk meningkatkan kepercayaan publik dan memperbaiki iklim investasi
  3. Pilar Teknologi Informasi berbasis Data, menciptakan teknologi informasi dan basis data yang reliable dan handal. Pembaharuan sistem Teknologi dan Informasi yang sekaligus memperbarui proses bisnis yang lebih efektif dan efisien menjadi sangat krusial dalam pencapaian tujuan Reformasi Perpajakan
  4. Pilar Proses Bisnis, menciptakan proses bisnis yang sederhana, efektif, efisien, akuntabel, berbasis IT, dan komprehensif. Direktorat Jenderal Pajak melakukan proses pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau core tax system dengan tujuan memperoleh penerimaan pajak yang reliable
  5. Pilar Peraturan (Regulasi), menghasilkan kepastian hukum, menampung dinamika perekonomian, mengurangi biaya kepatuhan, memperluas basis perpajakan, dan meningkatkan penerimaan pajak. DJP harus mampu menyediakan regulasi perpajakan yang mampu mendorong perekonomian melalui berbagai insentif, terutama untuk meningkatkan kinerja investasi dan ekspor sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo.

Menjawab Keraguan Publik

Banyak skeptisisme publik terkait dengan reformasi perpajakan jilid III. Banyak yang merasakan bahwa reformasi DJP tidak pernah selesai lalu apa perbedaan reformasi perpajakan jilid III dibandingkan dengan reformasi-reformasi sebelumnya? Selain itu, kapan reformasi akan tuntas dan berakhir? Dan apakah akan ada reformasi-reformasi selanjutnya?

Tentu kita harus bisa menjawab seluruh skeptisisme yang ada di publik. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi DJP. Reformasi perpajakan jilid III merupakan komitmen seluruh komponen yang ada di internal DJP maupun eksternal. Komitmen tersebut berasal dari seluruh pegawai DJP dan seluruh personel di Kelompok Kerja, serta didukung oleh Direktur Jenderal Pajak, Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan, dan bahkan Presiden Republik Indonesia.

Reformasi akan terus berlanjut karena perubahan zaman terjadi hari demi hari. Meramu skenario dalam reformasi membutuhkan pemikiran dan kolaborasi yang solid dari berbagai pihak. Reformasi demi reformasi dirangkai sedemikian rupa untuk memberikan nilai tambah bagi proses perubahan organisasi.

Reformasi perpajakan jilid III telah melibatkan pihak eksternal untuk mendengarkan saran dan masukan terkait perubahan yang ada. Hal ini merupakan langkah yang baik karena DJP juga menggunakan kacamata pihak luar dalam melakukan perbaikan.

Membangun koalisi dengan pihak eksternal penting untuk menciptakan pajak yang berkeadilan. Apalagi, pajak adalah bentuk keputusan politik yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan teknokrasi. DJP harus punya reputasi tinggi di mata masyarakat

Reformasi perpajakan yang telah dilakukan harus dapat diukur capaiannya sehingga perlu disusun parameter pengukuran yang jelas. Jika reformasi terus-menerus dilakukan tanpa jeda, DJP tidak memiliki waktu untuk mengamati dan mengecek apa yang telah dilakukan dan hal apa yang harus menjadi urgensi perbaikan lebih lanjut.

Oleh sebab itu, kita berharap reformasi jilid III yang dilakukan oleh DJP berdampak ke dalam internal maupun eksternal DJP --dalam hal ini para wajib pajak. Kami yakin core tax system atau PSIAP akan merombak tatanan administrasi dan kepastian hukum terkait perpajakan di Indonesia.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.