Reformasi Perpajakan dari Secangkir Kopi

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Beberapa waktu yang lalu saya mengunjungi salah satu acara festival kopi di Kota Bandung. Dalam acara tersebut saya berkesempatan mencoba beragam jenis kahwa dan mencoba menggunakan beberapa alat kopi. Saya juga melihat proses penyiapan sajian kopi secara manual yang dilakukan oleh barista profesional. Proses dimulai dari penggilingan biji kopi, penyeduhan, sampai penyajian satu cangkir kopi dilakukan dengan cermat dan teliti. Hasilnya adalah secangkir kopi yang nikmat.
Kopi digiling dalam level kehalusan yang tepat. Kemudian penyeduhan dilakukan dengan cermat menggunakan takaran yang pas antara air dan kopi. Hasilnya, ada rasa pahit khas kopi memang, tetapi sensasi rasa lain hadir dalam setiap tegukannya. Ada rasa manis, asam, dan umami yang hadir, tergantung jenis kopi dan proses pembuatan yang dilakukan.
Jika secangkir kopi dapat bercerita, mungkin dia akan berkisah tentang proses sangat melelahkan yang harus dilalui. Proses panjang dimulai dari penyemaian benih kopi sehingga buah kopi siap dipanen, kemudian dilakukan pemisahan biji kopi, sampai selesai proses menjadikan biji kopi yang siap digiling dan dikonsumsi. Dan dari proses ini dapat tersaji satu cangkir kopi yang nikmat.
Proses panjang ini seolah menjadi gambaran bahwa mencapai hasil terbaik itu tidak selalu melalui jalan yang mudah. Terkadang ada aral dan terjal yang harus dilalui. Ada proses yang tidak mudah, tetapi harus tetap dijalani. Bahkan setelah ada hasil yang diperoleh, terkadang rasa pahit masih dirasakan saat menikmati hasilnya.
Ini analogi yang tepat untuk menceritakan proses reformasi perpajakan yang dilakukan di negeri ini. Perjalanan panjang reformasi perpajakan bahkan dilakukan sejak tahun 1983 ketika perubahan sistem perpajakan menjadi self assessment dari yang sebelumnya official assessment mulai diberlakukan. Sampai saat ini, pembenahan administrasi perpajakan masih dilakukan untuk menghadirkan kemudahan bagi seluruh pengguna layanan perpajakan. Yang terakhir adalah perubahan sistem inti administrasi perpajakan dengan diimplementasikannya sistem coretax oleh wajib pajak dan petugas pajak.
Dalam perjalanannya tentu tantangan hadir silih berganti. Sebut saja kondisi teknis yang dialami oleh hampir seluruh wajib pajak saat mula implementasi Coretax DJP di awal tahun 2025 ini. Sampai sekarang pun penggunaan aplikasi Coretax DJP bukan tanpa kendala. Namun, pembenahan terus dilakukan. Jalan yang panjang masih terbentang, tetapi perjalanan sudah pada jalur yang tepat. Harapannya jalur ini mengarah pada peningkatan rasio pajak yang selama ini menjadi tantangan besar yang sulit digapai.
Nikmatnya secangkir kopi bukan hanya tentang kualitas biji kopi atau kepiawaian seorang barista dalam menyiapkan sajian secangkir kopi. Namun, ada banyak faktor yang bisa berpengaruh. Kualitas dan ketepatan tingkat kehalusan gilingan kopi, alat yang digunakan, takaran yang tepat, dan kecermatan dalam penyeduhan dapat berpengaruh pada kualitas sajian kopi.
Begitupun dengan kualitas layanan perpajakan dan optimalisasi penerimaan pajak. Bukan hanya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki atau kepiawaian seorang direktur jenderal yang dapat menjadi penentu hasil yang diperoleh. Namun, ada banyak faktor yang menentukan. Ketepatan penerapan kebijakan, kecermatan penggunaan teknologi informasi, harmonisasi aturan yang ada, serta keakuratan dalam eksekusi kebijakan di lapangan dapat menentukan hasil akhir dari pembenahan administrasi yang dilakukan oleh otoritas perpajakan. Selain itu trust dari masyarakat terhadap pemerintah dan otoritas perpajakan juga sangat penting, seperti halnya trust dari para penikmat kopi yang dengan kesadaran tinggi memilih jenis kopi tertentu untuk dikonsumsi.
Menikmati secangkir kopi akan terasa lebih lengkap jika dilakukan bersama teman, sahabat, atau kerabat. Oleh karena itu istilah "ngopi" banyak beredar di dalam hubungan pertemanan atau kekeluargaan. Ngopi menjadi simbol kehangatan. Ada interaksi dalam arti positif di sana. Tidak jarang ngopi menjadi sarana untuk berbagi pengalaman, berdiskusi tentang hobi, dan berbincang hal receh dalam kondisi informal. Dan ketika itu, perbincangan dengan mudahnya menjadi cair.
Kondisi seperti ini yang juga diharapkan dari reformasi perpajakan yang terus dilakukan. Pemenuhan kewajiban perpajakan jangan lagi dianggap sebagai beban. Kepatuhan pajak bukan lagi merupakan keterpaksaan. Namun, ini tumbuh karena ada kesadaran. Kesadaran akan pentingnya peran setiap warga negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semua ini dapat tumbuh karena interaksi positif yang tercipta antara pegawai pajak dengan wajib pajak. Semua ini berkembang karena ada kepercayaan (trust) dari masyarakat terhadap pemerintah, khususnya aparatur pajak.
Seperti secangkir kopi, pemenuhan kewajiban perpajakan sering terasa pahit. Namun, jika dinikmati dengan kesadaran tinggi, akan ada sensasi rasa yang membawa kenikmatan dan kepuasan ketika melakukannya. Kembali, kesadaran pajak menjadi harapan untuk Indonesia untuk menghimpun penerimaan negara demi kemakmuran bangsa. Harapan ini kembali muncul dalam menyambut Hari Pajak tahun 2025.
Harapan untuk menorehkan tinta emas sejarah dalam meningkatkan rasio pajak dilakukan dengan kontribusi aktif dari seluruh masyarakat. Sejak pertama kali diperingati pada tahun 2018, harapan besar selalu mengemuka dan perlahan mulai menemukan jalannya. Jalan ini adalah untuk pajak yang terus tumbuh dalam mendukung Indonesia yang semakin tangguh. Selamat Hari Pajak. Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh!
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 16 kali dilihat