Reformasi Digitalisasi Layanan Perpajakan bersama PSIAP

Oleh: Aptri Oktaviyoni, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Selama empat dekade, Indonesia telah mengalami beberapa reformasi perpajakan, yaitu dimulai dengan reformasi Paket Undang-Undang Perpajakan tahun 1983, reformasi Undang-Undang Perpajakan tahun 1991 sampai dengan 2000, Reformasi Birokrasi tahun 2000 sampai dengan 2001, Reformasi Perpajakan Jilid I tahun 2002 sampai dengan 2008, Reformasi Perpajakan Jilid II Tahun 2009 sampai dengan 2014, Undang-Undang Pengampunan Pajak tahun 2016, hingga reformasi Perpajakan Jilid III tahun 2014 sampai dengan 2024.
Reformasi perpajakan adalah upaya pemerintah dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam melakukan perubahan dan perbaikan sistem dan basis data perpajakan. Reformasi perpajakan jilid III yang saat ini tengah fokus dipersipkan yaitu program Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau disebut juga dengan Core Tax Adminitrastion System (CTAS).
PSIAP merupakan proyek redesign dan reengineering proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi berbasis commercial off-the-shelf (COTS) disertai dengan pembenahan basis data perpajakan.
PSIAP memiliki sasaran kinerja membentuk institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel dengan penyempurnaan proses bisnis, basis data, dan teknologi informasi yang berlandaskan pada perbaikan regulasi peraturan, penataan organisasi, dan sumber daya manusia untuk menghasilkan penerimaan negara yang optimal.
Dalam alurnya, PSIAP sudah berlangsung sejak 2017. Kerangka pertama yang memperkenalkan PSIAP dihadirkan oleh Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan. PSIAP digulirkan untuk mewujudkan sistem dan basis data perpajakan yang terintegrasi, menyediakan infrastruktur yang memadai, merancang ulang keseluruhan proses bisnis sesuai kebutuhan, serta memenuhi layanan perpajakan digitalisasi.
PSIAP memberikan manfaat yang dapat dirasakan bukan hanya bagi institusi DJP dan pegawai DJP, namun juga bagi wajib pajak dan pemangku kepentingan (stakeholder). Wajib pajak akan memiliki akun taxpayer portal yang otomatis tersimpan pada portal DJP, layanan lebih berkualitas, berkurangnya potensi sengketa pajak, serta meminimalisasi biaya kepatuhan. Para pemangku kepentingan dapat memperoleh data secara real time dan valid serta kualitas tugas dan fungsi layanan semakin meningkat dan membaik.
Dengan adanya PSIAP, pegawai DJP lebih mudah dalam melaksanakan pekerjaan dengan sistem yang terintegrasi, mengurangi pekerjaan manual, kinerja lebih produktif, serta meningkatkan kapabilitas pegawai. Kredibilitas dan kepercayaan publik kepada institusi DJP meningkat seiring dengan penguatan layanan yang akuntabel yang dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan kinerja administrasi perpajakan.
Salah satu layanan pembaruan yang dikembangkan dalam PSIAP adalah Taxpayer Account Management (TAM). Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-46/PJ/2015 tentang Cetak Biru Teknologi Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2015-2019, TAM merupakan aplikasi yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengakses data perpajakan, seperti riwayat aktivitas pembayaran pajak, riwayat aktivitas pelaporan SPT Tahunan, utang pajak, dan piutang pajak. TAM diharapkan dapat menjadi sarana interaksi antara wajib pajak dan DJP secara digital sehingga dapat mengefesiensikan waktu dan biaya wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya.
Selain TAM, layanan pembaruan yang juga sangat bermanfaat bagi wajib pajak yaitu proses penyiapan Surat Pemberitahuan (SPT) yang terintegrasi langsung dengan proses pengisian dan penyampaian SPT. Selain integrasi proses juga terdapat integrasi automasi. Nomor seri faktur pajak dan nomor bukti potong pajak penghasilan (PPh) akan terisi secara otomatis. Fungsi tiga aplikasi yaitu e-Faktur, e-NOFA, dan e-Bupot akan diterapkan dalam satu aplikasi taxpayer portal.
PSIAP juga akan menghadirkan fitur terobosan baru yaitu deposit pajak. Konsep deposit pajak yaitu pembayaran pajak yang belum terikat ke satu jenis pajak tertentu. Pengisian deposit dilakukan dengan pembuatan kode billing dengan kode akun pajak dan kode jenis setoran (KAP-KJS) yaitu 411618 – 100. Atas kode billing tersebut dibayarkan untuk mendapatkan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) dan masuk ke kas negara sehingga legal digunakan untuk belanja negara.
Saldo deposit akan tersimpan di taxpayer ledger pada sisi kredit dan dapat digunakan lintas tahun (carry over). Wajib pajak dapat meminta pengembalian melalui permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang bila wajib pajak ingin mengambil saldo depositnya kembali.
DJP sebagai institusi pengumpul penerimaan negara terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari sektor perpajakan, terus berupaya dalam mewujudkan implementasi PSIAP. Langkah perubahan DJP yaitu dengan melibatkan seluruh unsur DJP selaku pengguna sistem yang harus terampil dalam memahami struktur dan alur kerja pada PSIAP sekaligus memahami alur proses yang dilalui wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakannya.
Dibutuhkan sinergi, koordinasi, dan kerja sama yang erat di antara segenap unsur DJP yang berlandaskan pada visi PSIAP untuk mewujudkan sistem perpajakan yang mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti untuk mengoptimalkan pelayaan dan pengawasan perpajakan serta meningkatkan penerimaan negara.
Untuk memperkuat perwujudan implementasi PSIAP, pemerintah tengah menyusun beberapa regulasi yang diperlukan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK), peraturan Dirjen Pajak, surat edaran, Keputusan Dirjen Pajak, serta standard operating procedure (SOP). Beberapa regulasi PSIAP ini mengatur pelaksanaan hak dan kewajiban elektronik, registrasi, pembayaran, pelaporan SPT, dan layanan yang diberikan oleh DJP.
Dengan penerapan PSIAP diharapkan akan terwujud keadilan bagi seluruh wajib pajak. Perpajakan mengenal asas keadilan sebagai hal utama yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan perpajakan. Dari segi PPh, terdapat keadilan horizontal yang memberikan perlakuan yang sama bagi wajib pajak dengan keadaan yang sama. Adapun keadilan vertikal yang memperlakukan wajib pajak secara tidak sama jika memiliki keadaan yang berbeda (Rosdiana dan Irianto, 2012).
Dari segi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), keadilan diciptakan dengan pemungutan tanpa diskriminasi sehingga menciptakan level-playing-field (Febrianti et.al., 2021). Level-playing-field adalah konsep tentang keadilan, bukan bahwa setiap pemain memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil tetapi bahwa mereka semua bermain dengan seperangkat aturan yang sama.
Kemampuan penegakan kewajiban wajib pajak yang didukung dengan integrasi data dapat membawa keadilan bagi seluruh wajib pajak. Harapannya, reformasi digitalisasi layanan perpajakan bersama PSIAP dapat menciptakan layanan perpajakan yang mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 682 kali dilihat